“Saya kira kita semua sepakat bahwa tugas kita bersama tertuang di dalam UUD 1945, yakni siapapun kita, tugas kita adalah mencerdaskan anak bangsa,” kata Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando. Hal tersebut disampaikan saat Kepala Perpustakaan Nasional memberikan ceramah tentang “Membangun Peradaban Unggul Melalui Gerakan Membaca” kepada peserta PPSA 24 Lemhannas RI, Senin (29/5).

Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, tingkat kecerdasan di suatu negara akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Tentu dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan komitmen bersama untuk memperkuat persatuan dan kesatuan. “Negara cerdas, negara yang sejahtera, negara yang persatuannya kuat, akan menjadi pemain global, akan diperhitungkan dalam percaturan global,” ujar Kepala Perpustakaan Nasional.

Dalam rangka mendukung terwujudnya Indonesia yang cerdas, Perpustakaan Nasional terus berusaha keras untuk melakukan transformasi digital. Saat ini Perpustakaan Nasional dinobatkan sebagai perpustakaan terbaik di dunia dalam bidang jurnal ilmiah. Penghargaan tersebut sudah diraih Perpustakaan Nasional sejak tiga tahun yang lalu.

“Perpusnas sudah digitalisasi, kita menyiapkan sejumlah aplikasi. Masyarakat Indonesia bisa membaca melalui mobile phone, ada jutaan buku pelajaran yang sudah disahkan dan 12 juta jurnal ilmiah yang berlaku secara internasional,” ujar Kepala Perpustakaan Nasional.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Perpustakaan Nasional juga menyinggung data UNESCO yang mengungkapkan minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Kepala Perpustakaan Nasional memandang hal tersebut sangat genting untuk didiskusikan dan dicari solusinya, termasuk oleh para peserta PPSA 24 Lemhannas RI. “Kami yakin Bapak dan Ibu selaku pemimpin di satuan kerja masing-masing pengaruhnya sangat luas untuk bisa berkontribusi di dalam mempercepat terwujudnya manusia unggul,” tutur Kepala Perpustakaan Nasional.

Selain minat baca yang harus ditingkatkan, kemampuan literasi masyarakat Indonesia juga perlu ditingkatkan. Kemampuan literasi tidak hanya berfokus pada kemampuan mengenal huruf, kata, kalimat, dan paragraf, tetapi pada kemampuan baca tulis yang diiringi dengan pemahaman.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dari semua pihak untuk melakukan inovasi dan menciptakan akses agar ilmu pengetahuan bisa diimplementasikan dalam kehidupan. Hal tersebut harus dimulai dari orang-orang terdekat yang kita temui. (NA/CL)


Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto memberikan orasi kebangsaan dalam Dies Natalis ke-65 Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) pada Minggu (28/5). Dilaksanakan di Auditorium Yustinus, Kampus Universitas Atma Jaya, kegiatan tersebut mengangkat tema “Menjunjung Martabat Kemanusiaan dan Kesetaraan”.

“Ketidakpastian global meningkat dan makin tinggi. 2023 dan 2024 akan dipenuhi kemunculan insiden-insiden yang membuat kita cemas, merasa dunia sedang tidak baik-baik saja,” kata Gubernur Lemhannas RI. Menanggapi hal tersebut, Lemhannas RI saat ini melakukan kajian agar Pancasila dapat membentengi Indonesia dari pertarungan global dan ketidakpastian geopolitik.

Kajian tersebut disusun dengan menurunkan setiap sila menjadi ukuran kuantitatif yang memiliki indeks perhitungan global. Hasil indeks tersebut akan menggambarkan posisi Indonesia pada kondisi seperti apa. Agregat indeks global yang mengukur isu-isu prioritas Pancasila menunjukkan saat ini posisi Indonesia belum optimal. Pemetaan global menunjukkan posisi Indonesia masih berada di posisi sedang. Masih terdapat penerapan isu di tingkat nasional yang berada di bawah rerata standar global.

Secara khusus, pelaksanaan isu-isu prioritas di sila kesatu dan kelima memiliki jarak yang paling signifikan dengan rerata global. Di sisi lain, Indonesia dinilai telah melaksanakan sila keempat dengan relatif baik ketika dibandingkan dengan rerata standar global. Lebih lanjut, posisi Indonesia pada pelaksanaan isu-isu di sila kedua dan ketiga cenderung berada di sekitar ambang batas rerata global.

“Kita selama ini mengatakan Pancasila-lah yang menjadi benteng kita, Pancasila-lah yang menjadi perisai kita. Namun, begitu Pancasila-nya dibedah dalam indeks-indeks global, Lemhannas RI menemukan ada titik-titik lemah yang bisa kita perbaiki dan ada titik-titik kuat seperti demokrasi dan kemanusiaan yang bisa kita jaga dan kita kembangkan,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.

Oleh karena itu, saat mengakhiri orasinya, Gubernur Lemhannas RI mengajak setiap peserta untuk optimistis bahwa Indonesia akan mampu menghadapi tantangan-tantangan dan memiliki kekuatan yang semakin tangguh. (NA/CL)


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) melalui Deputi Bidang Pengkajian Strategik menyelenggarakan Forum Komunikasi (Forkom) Ketahanan Nasional dengan tema “Perkembangan Studi Ilmiah Ketahanan Nasional Menjadi Rumpun Ilmu” bertempat di Ruang Kresna, Gedung Astagatra, pada Senin (29/5).

Kegiatan tersebut diadakan untuk menyamakan persepsi dalam mengembangkan konsepsi ketahanan nasional sebagai kajian dengan pendekatan ilmiah yang terus berkembang dalam situasi krisis global dan perubahan lingkungan strategis dengan potensi ancaman yang semakin kompleks.

Adapun tujuan lainnya adalah mempelajari perkembangan penelitian dan studi tentang ketahanan nasional dan menganalisis peluangnya sebagai rumpun ilmu di Indonesia serta mempelajari pendekatan ilmu ketahanan nasional yang komprehensif melalui berbagai metode pendekatan ilmiah yang diperoleh melalui proses dialog intelektual dengan para akademisi dan praktisi dalam mengembangkan pengkajian strategis dan kurikulum pendidikan ketahanan nasional yang relevan.

“Tujuan dari (forkom) hari ini adalah bagaimana berkolaborasi memperkuat ilmu ketahanan nasional kita,” ujar Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto dalam sambutannya.

Ketahanan nasional juga merupakan salah satu materi yang diberikan kepada peserta PPRA dan PPSA. Lemhannas RI membawa peserta pendidikan berpikir komprehensif, holistik, dan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat. Mereka juga diminta memahami kepemimpinan strategis.

Lebih lanjut, Gubernur Andi Widjajanto menyampaikan bahwa Lemhannas RI didirikan Bung Karno sebagai sekolah geopolitik. Geopolitik juga dapat diartikan sebagai wawasan nusantara. Selanjutnya, peserta harus memiliki kewaspadaan nasional dan kemampuan mengambil keputusan dalam situasi krisis.

Pendidikan di Lemhannas RI memiliki olah sistem manajemen nasional yang menjadi kekhasannya. Peserta dididik agar bisa memecahkan masalah nasional dalam posisi sebagai menteri dan presiden. 

Isu-isu utama yang diperintahkan Presiden Joko Widodo untuk diselidiki juga dikaji dalam kerangka pengkajian geopolitik. Adapun isu tersebut adalah konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, pembangunan Ibu Kota Nusantara, serta penyelesaian persoalan di Papua.

Sebagai sekolah geopolitik, yang dalam istilah ketahanan nasionalnya adalah wawasan nusantara, maka peserta pendidikan di Lemhannas RI wajib memiliki kemampuan membuat peta geopolitik. Semua isu-isu yang dikaji Lemhannas RI akan berusaha dibandingkan dengan negara lain.

“Aplikasinya adalah kalau ilmu kita, ketahanan nasional mampu digunakan, mampu mencegah krisis, kalau krisisnya terjadi mampu membuat negara kita keluar secepat-cepatnya,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.

Dalam acara tersebut, Dosen Universitas Pertahanan dan Pendiri The Purnomo Yusgiantoro Center Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.Sc., M.A., Ph.D., hadir sebagai pembicara kunci. “Geopolitik untuk Indonesia adalah wawasan nusantara yang turunannya geostrategi Indonesia yang tidak lain dan bukan adalah ketahanan nasional,” kata Prof. Purnomo mengawali paparannya.

Kemudian, Prof. Purnomo menyampaikan tiga kedudukan dan fungsi ketahanan nasional. Pertama adalah sebagai doktrin dasar pembangunan nasional untuk menjamin terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan pola kerja dalam menyatukan langkah melaksanakan pembangunan nasional.

Kedua adalah sebagai pola dasar pembangunan nasional karena pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pembangunan nasional di segala bidang dan sektor pembangunan secara terpadu. 

Ketiga adalah sebagai metode pembinaan kehidupan nasional yang merupakan suatu metode integral yang mencakup seluruh aspek dalam kehidupan negara dan dikenal sebagai astagatra yang terdiri dari aspek alamiah (statis) seperti geografi, kekayaan alam, dan demografi; serta aspek dinamis seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Prof. Purnomo juga menyampaikan bahwa salah satu hal yang diharapkan ke depan adalah ketahanan nasional tidak hanya berhenti di astagatra, tetapi ada dua hal lagi yang penting, yakni teknologi dan aspek hukum.

Forkom Ketahanan Nasional tersebut turut menghadirkan beberapa narasumber, yakni Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbud Ristek RI Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., IPU, Asean Eng.; Kepala Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada Prof Dr. Armaidy Armawi, M.Si.; Kepala Program Studi S-2 Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia Dr. J. Simon Runturambi, M.Si.; Taprof Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A.; dan Koordinator Minat Tannas Sekolah Pascasarjana Universitas Brawijaya Dr. Adi Kusumaningrum, S.H., M.H. (SP/CL)


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto hadir sebagai pembicara kunci pada diskusi kebangsaan dengan tema “Semangat Generasi Muda Indonesia: Menuju Indonesia Emas 2045 dalam menjawab Tantangan Global” secara daring pada Sabtu (27/5).

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, Belanda yang bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Wageningen. Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional.

KBRI Den Haag bermaksud untuk menggunakan momen dan semangat Hari Kebangkitan Nasional dengan menyelenggarakan diskusi kebangsaan dengan mahasiswa Indonesia di Belanda guna membahas tantangan dan peluang generasi muda Indonesia dalam mewujudkan Indonesia emas 2045. Diskusi tersebut diharapkan dapat meningkatkan semangat kebangsaan untuk berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia di segala bidang dan mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI memaparkan tentang kompetensi hegemoni, risiko global, dan Indonesia 2045. Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa saat ini dunia cenderung berada dalam kondisi yang tidak normal. Kompetisi konektivitas seperti Belt and Road Initiative dan Indo-Pacific Economic Framework menyebabkan pertarungan hegemoni yang tampak semakin keras.

Lemhannas RI, melihat menggunakan kacamata geopolitik, saat ini dunia berada di era Geo V yang artinya terjadi perebutan konektivitas serta kekuatan pertarungan siber.

Tentang proyeksi risiko ekonomi 2023, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa Lemhannas RI mengamati negara-negara yang kemungkinan masuk krisis utang. Dengan melihat risiko tersebut, Lemhannas RI berusaha memprediksi pertarungan-pertarungan yang akan terjadi, misalnya pada rivalitas ekonomi dan teknologi.

Dengan melihat tantangan-tantangan tersebut, kunci Indonesia ada pada bonus demografi yang akan menjadi kekuatan masa depan. Berdasarkan hasil proyeksi, bonus demografi terjadi di tahun 2030.

Bonus demografi tersebut bisa berlangsung selama lima belas tahun, sampai tahun 2045. Untuk memanfaatkan bonus demografi secara optimal kuncinya adalah meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Ada variabel-variabel yang harus ditingkatkan, yakni kesehatan dan pendidikan, untuk membuat bonus demografi betul-betul terwujud dengan indeks pembangunan manusia yang sangat baik. 

Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI juga menyampaikan lima isu yang diminta Presiden Joko Widodo untuk menjadi fokus Lemhannas RI dan diyakini membawa transformasi positif untuk Indonesia 2045. 

Isu pertama adalah konsolidasi demokrasi. Demokrasi Indonesia akan matang setelah menjalankan pemilu ke-7 tahun 2029. Isu-isu selanjutnya diharapkan Indonesia dapat melakukan transformasi digital, lalu mengubah paradigma ekonomi menjadi ekonomi hijau, dan meningkatkan ekonomi biru yang harus Indonesia andalkan sebagai negara kepulauan. “Kalau ini berhasil dilakukan maka Indonesia bisa melompat signifikan ke negara maju (pada) 2045,” ujar Gubernur Lemhannas RI.

Isu kelima yang harus dikawal adalah pembangunan IKN. IKN diharapkan menjadi perwujudan keinginan Indonesia membentuk smart digital city, hub regional dan global, serta prototipe pertama yang membangun peradaban digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Jika hal-hal tersebut bisa dilakukan maka diharapkan pada tahun 2050 posisi ekonomi Indonesia berada di nomor empat dunia.

Mengakhiri paparannya, Gubernur Lemhannas RI berharap hal-hal yang disampaikan dapat menjadi masukan bersama untuk turut merancang transformasi menuju Indonesia Emas 2045. (SP/CL)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749