“Urusan keamanan adalah urusan yang sangat penting dalam upaya untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat Pembukaan UUD Tahun 1945,” ujar Deputi Pengkajian Strategis Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. membuka Focus Group Discussion (FGD) tentang Pengintegrasian Fungsi Keamanan dalam Satu Kebijakan Nasional di Ruang Gatot Kaca, Selasa, 25 Februari 2020. Saat ini urusan keamanan dilaksanakan oleh beberapa Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) seperti POLRI, BNN, BNPT, BSSN, dan Bakamla yang berkedudukan langsung di bawah Presiden.

Dengan kondisi tersebut, dikaitkan dengan banyaknya urusan pemerintahan yang harus ditangani secara langsung oleh Presiden, maka dikhawatirkan penanganan urusan keamanan tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Marsekal Muda TNI Julexi Tambayong selaku ketua tim penulis naskah kajian memaparkan bahwa saat ini banyak kepala daerah yang berpendapat bahwa masalah keamanan bukan tanggung jawab kepala daerah dan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Menurut Julexi, kepala daerah sudah seharusnya bertanggung jawab atas keamanan di daerah masing-masing karena kepala daerah merupakan pejabat yang memiliki otoritas di daerah dan dipilih secara langsung oleh rakyat. “Semua kondisi tersebut dikhawatirkan telah menyebabkan pengelolaan fungsi keamanan tidak efektif dan tidak berjalan dengan baik,” ujar Julexi.

Pada FGD tersebut, hadir beberapa narasumber untuk memaparkan pemikiran-pemikiran atau ide-ide strategis sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan naskah awal kajian. Narasumber yang hadir antara lain PenelitI Utama Bidang Perkembangan Politik Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Indria Samego, M.A., Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M., dan Pakar Administrasi Negara Universitas Indonesia Dr. Vishnu Juwono, S.E., M.I.A.

PenelitI Utama Bidang Perkembangan Politik Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Indria Samego, M.A. menegaskan bahwa semua yang mengganggu integrasi bangsa harus dianggap sebagai musuh bersama. “Sekarang semuanya harus transparan dan akuntabel, karena itu kuncinya, tidak ada masalah dengan jumlah organisasi tapi transparansi,” tutur Indria. Transparan yang dimaksud adalah apa yang dilakukan, bagaimana melakukan, dan sumber dayanya bagaimana, tidak boleh ditutupi. Lebih lanjut Indria menyatakan bahwa kalau semuanya akuntabel maka dapat dianggap sudah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi dalam sebuah tatanan kenegaraan.

Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M., membuka paparannya dengan menegaskan bahwa semua sektor pasti terlibat dalam menjaga keamanan. Menurut Refly yang perlu diintegrasikan adalah fungsi-fungsi dari tiap-tiap sektor dan lembaga, bukan sektor atau lembaganya. Bukan menjadi masalah jika terdapat beberapa lembaga, asalkan ada kejelasan koordinasi dan supervisi.

Pakar Administrasi Negara Universitas Indonesia Dr. Vishnu Juwono, S.E., MIA. menegaskan bahwa langkah yang harus diambil adalah mentransformasi institusi agar kebijakan publik benar-benar berkelanjutan dan tidak bergantung pada seseorang atau kelompok.

“Dalam hal memastikan keamanan warga negara memungkinkan Indonesia bekerja sama dengan negara-negara lain,” kata Vishnu. Selanjutnya Vishnu memberikan salah satu contohnya adalah saat menghadapi merebaknya Virus Corona. Menurut Vishnu membangun hubungan formal dan informal antarnegara sangat penting dalam kerja sama dengan negara lain. Vishnu juga menyampaikan bahwa negara perlu melakukan beberapa transformasi yakni transformasi budaya, digital, dan struktural.

 


Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi pembicara dalam Bimbingan Teknis Kursus Singkat Ketahanan Nasional PKS 2020 di Ruang Puri Ratna, Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Sabtu (22/02).  Selain Gubernur Lemhannas, Kursus singkat tersebut dilaksanakan selama tiga hari yaitu mulai Jumat, 21 Februari 2020 sampai Minggu, 23 Februari 2020 dengan tema “Mengokohkan Ketahanan Nasional Menjawab Tantangan Global”. Kursus singkat tersebut diperuntukkan bagi seluruh Anggota Fraksi PKS DPR RI, Ketua-ketua Fraksi PKS DPRD, dan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten / Kota dari PKS seluruh Indonesia. 

Agus mengatakan bahwa kita telah memasuki era globalisasi dan post truth, “Era globalisasi merupakan era di mana dunia ini sudah semakin mirip satu sama lain, dimana batas-batas nasional semakin mudah, batas nasional yang dimaksud merupakan batas pengaruh dari luar yang mempengaruhi kita dalam mengambil sebuah keputusan,” ujar Agus memulai bahasan. Selain pengaruh ekonomi dan politik, globalisasi juga berakibat pada pengaruh informasi yang terkadang implikasinya lebih luas dari pengaruh ekonomi dan politik, bahkan jika pengaruh informasi tersebut sudah dikemas dalam sebuah konsep operasional yang dikatakan sebagai ideologi. “Rumusan-rumusan ideologi tersebut akan mudah masuk jika kita tidak membangun daya tahan sesuai dengan kesepakatan kita yaitu, konsensus dasar,” tambah Agus.

Selanjutnya Agus membahas situasi pada era post truth. Agus menyatakan bahwa di era post truth, kebenaran bisa tumbang oleh kebohongan. “Orang sudah tidak lagi mengukur benar atau salahnya suatu hal tetapi tentang apa yang dia sukai dan tidak sukai”, ujar Agus. Salah satu sebab meluasnya hoax, false news, fake news, dan hate speech adalah karena filter bubble. Filter bubble, lanjut Agus, menyebabkan bila kita menyukai suatu konten tertentu maka sistem dalam sosial media akan otomatis memberikan informasi lainnya yang sejenis dengan konten yang kita sukai, “Filter Bubble menyebabkan masyarakat terpecah dan terpolarisasi antara yang percaya dan tidak percaya, dan orang akan lebih mengejar apa yang dia inginkan bukan mencari kebenaran,” pungkasnya.

Kursus Singkat tersebut juga dihadiri oleh beberapa narasumber lainnya yakni, Kepala BNPT, Kepala Bareskrim Polri, Asisten Intelijen Panglima TNI, Ketua Dewan Analis Strategis BIN, dan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

 


“Kegiatan taplai akan membekali para peserta dengan materi yang terkait dengan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari 4 konsensus dasar bangsa yang dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujar Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Upacara Pembukaan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) bertempat di Ruang Pancasila, Senin, 24 Februari 2020.

Sebelumnya, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Kedeputian Taplai Lemhannas RI, Brigjen Pol Drs. Sumadi, M. Si. dalam laporannya menyatakan bahwa Taplai tersebut akan berlangsung selama 7 hari yakni mulai Senin, 24 Februari 2020 sampai dengan Minggu,1 Maret 2020 dan diikuti sebanyak 80 peserta yang berasal dari berbagai daerah.

Materi yang diberikan meliputi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari 4 konsensus dasar bangsa, wawasan nusantara, ketahanan nasional, kepemimpinan nasional, dan kewaspadaan nasional. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab, diskusi kelompok dan antarkelompok, pembinaan peserta, dan outbound.

Hasil yang ingin dicapai dari Taplai tersebut adalah peserta memahami nilai-nilai kebangsaan yang berdasarkan 4 konsensus dasar bangsa; peserta memahami konsepsi wawasan nusantara, ketahanan nasional, kepemimpinan nasional, dan kewaspadaan nasional; terwujudnya anggota LPJK yang bermoral, beretika, berkarakter serta berwawasan kebangsaan; peserta mampu memberikan saran kepada pemerintah secara baik dan benar; serta dapat menjadi agen perubahan untuk mengimplementasikan sekaligus menyebarkan nilai-nilai kebangsaan.

Menurut Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, LPJK mempunyai tugas pokok dalam mendorong penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan jasa kontruksi, melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi, tenaga kerja yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi, keterampilan serta keahlian, mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.

Selain itu, LPJK juga memiliki peran dan fungsi penting dalam upaya menjalin serta membina hubungan yang baik dan serasi dengan stakeholder, masyarakat, dan instansi-instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. “Oleh karena itu, dibutuhkan setiap insan yang tergabung dalam LPJK memiliki kemampuan dan profesionalisme untuk menunjang kegiatan dan memperjuangkan aspirasi kepentingan LPJK tersebut,” kata Agus.

Dengan memiliki bekal wawasan kebangsaan dan nilai-nilai kebangsaan, diharapkan LPJK mampu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok. “Dengan demikian, kiranya sangat tepat LPJK mendapatkan pelatihan pemantapan nilai-nilai kebangsaan ini, sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab terhadap nasib bangsa,” ucap Agus.

 


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan paparan kepada Anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia yang menjadi Peserta Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (Taplai) bertempat di Ruang Pancasila, Kamis, 20 Februari 2020.

“Ekonomi global sekarang penuh dengan ketidakpastian,” ungkap Luhut membuka paparannya mengenai “Transformasi Ekonomi Indonesia”. Menurut Luhut, hal tersebut semakin diperparah dengan mewabahnya Virus Corona. Luhut menjelaskan waktu mewabahnya SARS, ekonomi Tiongkok hanya berpengaruh 4% pada ekonomi global. Namun, kini ekonomi Tiongkok berpengaruh hampir 18% terhadap ekonomi global.

Virus Corona juga berdampak terhadap Indonesia yakni penurunan devisa parawisata, penurunan devisa ekspor komoditas, dan penurunan devisa ekspor bahan makanan/retail. Luhut menjelaskan bahwa penurunan konsumsi dan aktivitas produksi akan berdampak terhadap ekspor komoditas. “Kita beruntung sudah mulai hilirisasi, jadi sudah mulai mentransfer ekonomi kita dari commodity base menjadi value added base,” ucap Luhut. Menurut Luhut, value added base akan memberikan nilai tambah yang besar.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan daya tahan ekonomi Indonesia akan jauh lebih tinggi jika berhasil meningkatkan nilai tambah dari kekayaan bahan mentah yang selama ini Indonesia miliki. “Indonesia sekarang betul-betul menjadi salah satu negara yang sangat diamati, selama ini kita terlalu malu-malu,” tutur Luhut.

Saat ini pemerintah memiliki 5 fokus area investasi, yakni hilirisasi mineral, pengembangan baterai lithium, transportasi, energi baru terbarukan, dan penurunan emisi karbon. Luhut juga menjelaskan Rule of Thumb untuk investasi, yakni harus ramah lingkungan, mendidik tenaga kerja lokal, merupakan industri nilai tambah, dan melakukan transfer teknologi. Ramah lingkungan yang dimaksud adalah kepatuhan terhadap hukum mengenai lingkungan serta standar lingkungan regional dan global dan pembangunan harus dilakukan secara berkelanjutan.

Selanjutnya adalah harus mendidik tenaga kerja lokal sehingga tenaga kerja dapat memegang peran kunci di masa depan. Kemudian Indonesia akan memprioritaskan investor yang mau turut membantu dalam memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam mengolah sumber daya mineral. Rule of Thumb terakhir untuk berinvestasi di Indonesia adalah melakukan transfer teknologi yakni memberikan bantuan pengembangan kapasitas untuk masyarakat.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749