Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi pembicara pada acara Launching Akademi Ilmu Pancasila (AIP) dan Kuliah Perdana Bersama Santri Nusantara”, Rabu (05/02) di Wisma Kementerian Agama Jakarta.  Kegiatan tersebut dibuka oleh Gubernur AIP Haidar Alwi. Kuliah perdana ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, guru-guru dan siswa dari SMP, SMA, dan SMK di Jakarta, Perwakilan Organisasi masyarakat, dan perwakilan dari perpustakaan yang nantinya akan mengisi buku-buku Pancasila di tiap ruangan Akademi Ilmu Pancasila.

Haidar menjelaskan bahwa tujuan dibentuknya AIP ini karena Pancasila merupakan benteng masyarakat agar bangsa Indonesia tetap kekal. “Mohon arahan, bimbingan dan kerja samanya dengan Lemhannas RI di kemudian hari agar kita dapat menjalankan program Presiden Jokowi yaitu untuk membumikan Pancasila,” tambah Haidar. Dalam sambutannya, Agus berterima kasih kepada Akademi Ilmu Pancasila yang telah membumikan nilai-nilai Pancasila yang merupakan tugas bersama dan termasuk tugas Lemhannas RI sebagai lembaga negara yang salah satu fungsinya adalah pemantapan nilai-nilai kebangsaan bersumber dari empat Konsesnsus Dasar Bangsa

Dalam paparannya, Agus menjelaskan bahwa Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni sebagai ideologi terbuka yang menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Lebih lanjut Agus membahas eksistensi Pancasila di era globalisasi. Era globalisasi terlebih di era Revolusi 4.0 tidak dapat dilepaskan dari teknologi informasi. Era globalisasi juga menjadi tantangan bagi eksistensi Pancasila karena dapat memunculkan kecenderungan eksklusivisme yaitu menyendiri, mengkhususkan diri, dan juga kesenjangan sosial. “Hal ini disebabkan bukan hanya karena pertimbangan ekonomi melainkan juga dikarenakan adanya missed manajemen informasi,” tambah Agus.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam rangka memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa. “Salah satu upayanya adalah melalui pendidikan yang berkarakter Pancasila, sehingga terwujud sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas unggul, berpikiran terbuka, serta mampu bersaing dengan negara-negara lainnya,” tambah Agus.

Agus juga menyampaikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam empat Konsensus Dasar Bangsa harus tercermin dalam perilaku perseorangan warga bangsa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan inti sari dari nilai asli yang terdapat di masyarakat Indonesia. “Masyarakat Indonesia sampai saat ini dapat hidup dengan tenteram di bawah naungan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu,” tambah Agus. 


Membuka tahun 2020, Direktorat Pengkajian Hankam dan Geografi Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas RI mengadakan Focus Group Discussion  (FGD) tentang “Pengaruh Sengketa Amerika Serikat-Iran Terhadap Stabilitas Nasional” bertempat di Ruang Krisna, Selasa (4/2).

Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Politik Lemhannas RI Mayjen TNI Nurchahyanto selaku moderator memberikan gambaran sengketa yang telah terjadi. Kemudian Nurchahyanto juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri RI, telah menyampaikan keprihatinannya atas perkembangan sengketa AS – Iran dan mengkhawatirkan dampaknya terhadap kawasan. Guna mengantisipasi dampak tersebut, Lemhannas RI berencana menyusun Kajian Quick Response tentang Pengaruh Sengketa Amerika Serikat – Iran Terhadap Stabilitas Nasional. Maka melalui FGD ini diharapkan dapat diperoleh data dan informasi dari para narasumber, pembahas, dan peserta diskusi sebagai bahan masukan dalam menyusun kajian tersebut.

“Di sini tidak hanya melihat ada dimensi geopolitik, tapi juga ada dimensi primordial,” kata Guru Besar FISIP Universitas Pelita Harapan Prof. Aleksius Jemadu Ph.D. Menyambung hal tersebut, Jemadu menjelaskan bahwa hal tersebut juga berdampak pada diskursus atau wacana politik yang menguasai cara berpikir dan berperilaku masyarakat.

Selanjutnya, Jemadu menjelaskan bahwa diskursus politik transnasional akibat eskalasi konflik di Timur Tengah bisa berkelindan dengan politik identitas dalam kontestasi elektoral di dalam negeri. Bahkan Jemadu mengkhawatirkan Pilkada tahun 2020, yakni di dalam kontestasi elektoral, para politisi yang tidak bertanggung jawab dapat memobilisasi sentimen-sentimen primordial yang ada sehingga terjadi polarisasi di kehidupan masyarakat. “Pilkada tidak akan pernah terlepas dari diskursus apa yang mendominasi politik global maupun politik domestik,” kata Jemadu.

Menurut Jemadu, antisipasi yang harus dilakukan adalah membuat pengaruh konflik tersebut tidak menjadi sambungan bagi para politisi untuk memainkan politik identitas karena hal tersebut sangat membahayakan negara. “Diskursus memproduksi makna dan interpretasi, akan menetapkan identitas siapa lawan dan siapa kelompok, menetapkan relasi sosial dengan implikasi politik dan etikanya dalam masyarakat,” lanjut Jemadu. Hal tersebut memang sulit dikontrol dan butuh tindakan strategis untuk diantisipasi.

Kemudian Jemadu memaparkan hal yang menurutnya menjadi jalan antisipasi Indonesia, yakni menolak kapitalisasi politik identitas dalam kompetisi elektoral. “Kita harus tolak ini, akan mempengaruhi perilaku birokrasi, anggota TNI, Kepolisian, negara kita menjadi negara yang lemah dari dalam,” pungkas Jemadu. Hendaknya kapitalisasi politik identitas dijauhkan dari masyarakat.

Kapitalisasi Indonesia merupakan kekuatan moderat internasional. Jemadu menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang bisa mengkombinasikan aspek keagamaan dan demokrasi, tidak banyak negara yang bisa melakukan hal tersebut. “Indonesia harus bisa menunjukkan ke dunia untuk memproyeksikan Indonesia sebagai kekuatan moderat dan kita punya kemampuan menjembatani AS dan Iran. Apalagi kita sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB,” kata Jemadu.

Dosen Hubungan Internasional FISIP UI Beginda Anwar Teguh Pakpahan, M .Phil., Ph.D. menjabarkan dampak sengketa tersebut bagi Indonesia. Memulai dengan dampak pada sisi ekonomi, Beginda menjelaskan bahwa tingginya harga minyak dunia akan memberikan dampak terhadap APBN Indonesia karena APBN Indonesia menaruh prediksi harga minyak USD 63 per barel, sedangkan saat ini sudah mencapai angka USD 79 per barel. “Artinya butuh tambahan dana untuk minyak dalam negeri,” ungkap Beginda.

Saat ini produksi minyak bumi Indonesia ada di angka 808.000 barel per hari, padahal Indonesia membutuhkan 1,4 juta barel per hari maka Indonesia perlu mengimpor minyak dari luar negeri. Kenaikan harga minyak dunia tentu akan membebankan subsidi BBM, menaikkan tarif listrik dan harga bahan-bahan pokok yang akhirnya berdampak pada daya beli masyarakat. “Ini mengganggu stabilitas nasional tentunya, karena kalau bahan pokok mahal rakyat bisa demo,” lanjut Beginda.

Melihat dari sisi investasi, Beginda menjelaskan bahwa para investor pasar keuangan kemungkinan akan menunda investasi dananya ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal tersebut dilakukan karena para investor menjaga asetnya dengan fokus membeli emas, karena emas menjadi salah satu instrumen investasi yang lebih aman dibanding instrumen lainnya.

Beginda juga menjelaskan bahwa pada tahun 2017, Pertamina sudah berkomunikasi dengan National Iranian Oil Company (NIOC) untuk bekerja sama dalam pengelolaan dua blok minyak dan gas di Iran. Kemudian pada awal tahun 2018, Pertamina fokus untuk bekerja sama dengan Iran dalam pengelolaan blok Mansouri. Namun, pada bulan Mei 2018 kerja sama tersebut batal karena Kementerian Luar Negeri AS mendorong negara-negara lain untuk tidak bekerja sama dengan Iran dan mengurangi impor minyak mentah dari Iran sampai nol. Pada saat yang sama, Indonesia dan AS (melalui Cheniere Energy) memiliki kerja sama pasokan gas alam cair untuk jangka waktu 20 tahun. “Artinya kerja sama Pertamina, dalam hal ini BUMN Indonesia, dengan Iran menjadi batal karena adanya sanksi ekonomi,” ungkap Beginda.

Menurut Beginda, dengan Indonesia menjalankan politik luar negeri bebas aktif dalam berhubungan dengan AS dan Iran maka dari sisi perdamaian dan keamanan, Indonesia dapat mengoptimalisasi peranannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dalam rangka mengajak AS dan Iran untuk bersama-sama menahan diri dan menurunkan ketegangan di Timur Tengah. Sedangkan upaya di dalam negeri, pemerintah Indonesia dan seluruh komponen masyarakat perlu bekerja sama dalam rangka melawan dan memberantas bangunnya radikalisme dan ekstremisme di tanah air.

Sepaham dengan Beginda, Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri RI Ferdy Piay menyatakan bahwa konflik Amerika Serikat – Iran akan memberikan dampak terhadap nilai perdagangan, investasi, pariwisata, dan keamanan energi. ”Energy security yakni kebutuhan minyak Indonesia sepertiganya diambil dari kawasan Timur Tengah maka konflik akan berdampak pada kenaikan harga,” kata Ferdy.

            Selanjutnya Ferdy juga menjelaskan mengenai keamanan Warga Negara Indonesia (WNI). Kementerian Luar Negeri telah membahas rencana evakuasi WNI apabila terjadi penyerangan dan mengancam keamanan WNI. “Pemerintah sejauh ini telah memanggil Duta Besar Iran dan Duta Besar AS, kita menyampaikan posisi bahwa tidak ingin ada eskalasi konflik di kawasan dan menekankan pentingnya dilakukan upaya-upaya damai,” tutup Ferdy.


Dipimpin oleh Mayjen Dato’ Hj Md Yusof bin Azis, sebanyak 29 orang delegasi Maktab Ketahanan Nasional Malaysia melakukan kunjungan ke Lemhannas RI, Rabu (5/1). Tujuan kunjungan tersebut adalah agar delegasi Maktab Ketahanan Nasional Malaysia dapat belajar dan berdiskusi bagaimana Lemhannas RI berkontribusi pada negara. “Tujuan lawatan kita kesini adalah sebagai study visit, kita ingin membuat comparative study” jelas Yusof.

Maktab Ketahanan Nasional Malaysia merupakan bagian dari National Resillience College (NRC) Malaysia. NRC sendiri merupakan bagian dari Pusat Pengajian Pertahanan Nasional (Puspahanas). Di bawah Puspahanas, NRC Malaysia memiliki 3 Maktab yakni Maktab Ketahanan Nasional, Maktab Pertahanan Angkatan Tentera, dan Maktab Turus Angkatan Tentera.

Pada kesempatan tersebut, Tenaga Profesional Bidang Geopolitik dan Geografi Lemhannas RI Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin, S.H., M.A. memberikan penjelasan mengenai Lemhannas RI. Endang membuka paparannya dengan menjelaskan bahwa Lemhannas RI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab langsung pada presiden. “Lemhannas dipimpin oleh seorang Gubernur,” jelas Endang.

Lebih lanjut Endang menyampaikan visi dan misi Lemhannas RI. “Visi Lemhannas RI yakni Menjadi Lembaga yang Berkualitas, Kredibel, dan Berkelas Dunia dalam Bidang Ketahanan Nasional,” papar Endang. Kemudian Endang menjelaskan bahwa visi tersebut didukung oleh 3 misi, yakni Mewujudkan Kader Pimpinan Tingkat Nasional yang Berdaya Saing, Berkarakter Kebangsaan, Demokratis, dan Mampu Berperan dalam Pergaulan Dunia Internasional melalui Pendidikan, kemudian Memberikan Masukan Pemerintah dalam Pengambilan Kebijakan Internasional, Regional, dan Nasional melalui Pengkajian Strategis, serta Mewujudkan Komponen Bangsa yang Berkarakter Kebangsaan sesuai Empat Konsensus Dasar Bangsa melalui Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan.

Endang juga menjelaskan jenis pendidikan yang diselenggarakan Lemhannas RI, yaitu Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA), Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA), dan Program Pemantapan Pimpinan Daerah Angkatan (P3DA). Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan tanya jawab.


Setelah mengikuti orientasi selama 2 minggu, para Peserta PPRA 60 akan menjalani masa kegiatan di luar kampus (off campus) namun sebelumnya para Peserta PPRA 60 melaksanakan kegiatan outbound terlebih dahulu. Kegiatan outbound tersebut dilaksanakan selama 3 hari yakni mulai Senin (3/2) hingga Rabu (5/2) bertempat di Cikereteg, Bogor, Jawa Barat.

“Kegiatan outbound yang akan peserta ikuti adalah suatu kegiatan di alam terbuka yang bertujuan untuk lebih meningkatkan rasa kekompakan dan kebersamaan sesama peserta,” kata Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Dr. Mochamad Iriawan, S.H., M.M., M.H. yang membacakan sambutan Gubernur Lemhannas RI pada Upacara Pembukaan Outbound PPRA 60. Lebih lanjut Iriawan menyampaikan bahwa rasa kekompakan dan kebersamaan tersebut akan mewujudkan hubungan personal yang kuat di antara peserta dan diharapkan akan tumbuh hingga para peserta selesai mengikuti pendidikan di Lemhannas RI.

Iriawan juga mengingatkan bahwa selama kegiatan outbound peserta akan diberikan persoalan berupa tantangan-tantangan yang harus diselesaikan yang membutuhkan kesiapan fisik dan mental para peserta. “Laksanakan kegiatan outbound dengan semangat dengan tetap memperhatikan faktor keamanan,” lanjut Iriawan. Iriawan juga mengimbau para peserta untuk mewujudkan solidaritas dan soliditas di antara para peserta selama mengikuti outbound.

Kegiatan outbound PPRA 60 bertujuan untuk menumbuhkan rasa kedekatan dan keakraban peserta satu sama lain atau antar individu, menghilangkan hambatan-hambatan personal, meningkatkan jiwa Nasionalisme dengan 4 Konsensus Dasar Bangsa yakni NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Diharapkan peserta dapat memiliki pola pikir yang visioner, menjadi negarawan yang baik seperti tokoh-tokoh pahlawan dunia, dan memiliki kemandirian yang didominasi oleh faktor ekonomi.

Dalam kegiatan outbound tersebut, Peserta PPRA 60 juga dilatih untuk mempraktekkan kerja sama secara terpadu yang pelaksanaannya meliputi unsur perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pengecekan (check), dan tindak lanjut (action). Kemudian meningkatkan kedisiplinan, ketelitian, dan ketepatan waktu sesuai dengan prinsip QCDSM (Quality, Cost, Delivery Time, Safety, Moral).

Pada hari pertama, Peserta PPRA 60 mengikuti kegiatan dengan materi mental block, personal block, 8 wheel of live dan motivasi “Leadership Character Building”. Kemudian para peserta mengikuti kegiatan teamwork management, energizer, review program, dan sharing knowledge. Kegiatan pada hari kedua adalah kegiatan dengan materi risk management, visionary leadership dan teamwork, problem solving dan creative thinking, powerful leaders, dan dream chart serta self reflection. Hari terakhir outbound diisi dengan synergy team building yakni kegiatan rafting, kemudian commitment building dan evaluasi program.

Menutup kegiatan outbound, dilaksanakan Upacara Penutupan Outbound PPRA 60. Pada kesempatan tersebut, Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Karsiyanto, S.E. menyatakan bahwa ada beberapa makna yang harus diambil oleh peserta. Beberapa makna tersebut adalah seorang pemimpin senantiasa harus memiliki kondisi yang prima, semangat juang yang tinggi, penuh ide dan kreasi dalam keadaan sesulit apa pun. Karsiyanto juga menekankan bahwa sebagai seorang pemimpin tidak boleh menyerah terhadap kesulitan yang dihadapi dan harus mampu mempengaruhi lingkungannya dengan semangat untuk mencapai tujuan. Makna lain yang dapat diambil peserta dari kegiatan ini adalah terbangunnya sikap loyalitas, setia kawan, jujur, peduli dan senantiasa mengedepankan pengabdian dan kerja sama, karena dengan demikian segala persoalan akan dapat diselesaikan.

“Semoga keberhasilan pelaksanaan kegiatan outbound ini dapat menghasilkan dampak yang nyata bagi para peserta sehingga tercipta hubungan emosional yang kuat saling pengertian, semangat integrasi, soliditas dan kebanggaan di antara peserta,” tutup Karsiyanto.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749