Dilaksanakan mulai 8 Juni 2021 sampai dengan 24 November 2021, kegiatan Pembinaan dan Pelaksanaan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan serta Pelatihan Untuk Pelatih/Training of Trainers (TOT) Secara Virtual Lemhannas RI Tahun 2021 resmi ditutup pada Senin, 29 November 2021.

Kegiatan Pembinaan dan Pelaksanaan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Birokrat, Akademisi, Tokoh Masyarakat dan Organisasi Profesi diikuti sebanyak 400 peserta yang dibagi dalam empat gelombang dan seluruhnya dinyatakan lulus. Sedangkan, kegiatan Pelatihan Untuk Pelatih  Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Dosen, Guru dan Widyaiswara diikuti sebanyak 400 peserta dalam empat gelombang dan dinyatakan lulus sebanyak 390 peserta.

Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual tersebut diisi dengan rangkaian kegiatan yang dikemas dalam bentuk ceramah, diskusi panel, diskusi kelompok, diskusi antarkelompok, pendalaman materi dan praktek mengajar secara virtual. Seluruh rangkaian tersebut bertujuan untuk memperkuat pemahaman nilai-nilai kebangsaan para peserta yang kini telah menjadi alumni.

“Perlu disadari bahwa sebagai bagian dari proses pembangunan karakter bangsa, Pemahaman Nilai-Nilai Kebangsaan yang bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa merupakan proses panjang dan perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

Gubernur Lemhannas RI meyakini bahwa walaupun dalam waktu yang relatif singkat, para alumni telah memahami dan menyadari arti penting nilai-nilai kebangsaan bagi terwujudnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan demokratis. Mengingat dampak negatif kehidupan berbangsa saat ini, Gubernur Lemhannas RI menekankan bahwa hal tersebut perlu disikapi dan diselesaikan dengan cara cerdas berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai kebangsaan yang bercirikan semangat gotong royong dan musyawarah untuk mencapai mufakat.

“Kebhinnekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seyogyanya mampu kita kelola menjadi faktor penguat tata nilai dan tata kehidupan yang lebih baik bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat,” ujar Gubernur Lemhannas RI. Oleh karena itu, diharapkan materi-materi yang telah diterima selama mengikuti kegiatan Pembinaan dan Pelaksanaan serta Pelatihan untuk Pelatih Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan mampu memotivasi alumni untuk menjalani peran dan tugas masing-masing dengan senantiasa menjunjung tinggi Empat Konsensus Dasar Bangsa.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI juga berpesan bahwa para alumni diharapkan dapat menerapkan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki pada metode proses belajar mengajar sebagai elemen masyarakat dan komponen bangsa dalam mengisi kemerdekaan dengan berbekal wawasan kebangsaan yang kuat. “Saya yakin para peserta dapat menjadi panutan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja masing-masing,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber dalam Accelerated Leadership Program Pelabuhan Indonesia (ALPI) bertempat di Museum Maritim Indonesia pada Selasa (23/11). Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan kepada seluruh peserta untuk fokus meningkatkan efektivitas kepemimpinan pasca merger Pelindo I sampai dengan Pelindo IV.

Menurut Gubernur Lemhannas RI, efektivitas kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja dalam rangka pembangunan kultur strategi yang bersifat output oriented untuk membangun daya saing dalam bersaing dengan perusahaan sejenis dari negara-negara lain di dunia. Kemudian Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa dalam organisasi terdapat anggota-anggota yang memiliki latar belakang berbeda. Keadaan tersebut harus disatukan dalam sebuah visi dan misi organisasi dan dapat dicapai melalui cara komunikasi yang tepat.

“Kalau bicara tentang kepemimpinan, maka pembangunan keadaan yang kondusif bagi sebuah proses perubahan tidak hanya bisa dituntutkan dari pengikut, tetapi juga untuk dibangun oleh pemimpin. Itu yang menyebabkan komunikasi itu lancar,” kata Gubernur Lemhannas RI. Oleh karena itu, Gubernur Lemhannas RI menekankan bahwa pemimpin harus bisa membangun kepercayaan dalam lingkup organisasi bahwa terbukanya pintu komunikasi.

Menurut Gubernur Lemhannas RI, setiap pemimpin juga harus bisa memperhatikan tempat, waktu, serta dengan siapa berkomunikasi. Hal tersebut dikarenakan setiap situasi membutuhkan cara komunikasi yang berbeda dan melalui komunikasi akan terbangun praktek kepemimpinan yang konkret. “Kita harus belajar mencari bentuk yang konkret, jangan hanya bicara pada tataran idealistis, pada tataran jargon, hanya pada tataran tagline,” ujar Gubernur Lemhannas RI.

Terkait dengan daya saing yang sudah disebutkan sebelumnya, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa salah satu yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya saing adalah dengan melakukan intropeksi diri dan mempelajari potensi yang dimiliki. “Yang terpenting adalah kemampuan secara jujur untuk melakukan introspeksi,” kata Gubernur Lemhannas RI.

Gubernur Lemhannas RI menekankan bahwa melakukan introspeksi atas kekurangan yang dimiliki memang bukanlah hal yang nyaman untuk dilakukan. Namun, semakin adanya kejujuran dalam melakukan introspeksi dan menilai diri sendiri, maka semakin bisa memahami kekurangan yang dimiliki dan semakin besar peluang untuk melakukan lompatan untuk mengatasi kekurangan tersebut serta membangun daya saing. “Membangun daya saing, walaupun orientasinya itu adalah keluar bersaing dengan negara lain, langkah pertamanya adalah mengadakan inventarisasi strength, weakness, opportunity, dan threat diri sendiri,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.


Pengelolaan pengaduan pelayanan publik di setiap organisasi penyelenggara di Indonesia yang belum terkelola secara efektif dan terintegrasi melatarbelakangi pemerintah Republik Indonesia mengembangkan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!).

Dalam mendukung upaya pengelolaan yang efektif dan terintegrasi serta pengembangan SP4N-LAPOR !,  Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) melalui Biro Hubungan Masyarakat menyelenggarakan Sosialisasi Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Melalui SP4N-LAPOR !. Sosialisasi tersebut dilaksanakan secara virtual pada Rabu (24/11).

“Lemhannas RI sebagai salah satu instansi pemerintah, wajib mengelola SP4N- LAPOR! sebagai salah satu bentuk akuntabilitas pelaksanaan pelayanan publik,” kata Sekretaris Utama (Sestama) Lemhannas RI Komjen Pol. Drs. Purwadi Arianto, M.Si. Hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 36 dan 37 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Undang-undang tersebut diwajibkan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.

Selain itu, Pasal 20 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik juga mengatur bahwa penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan sarana pengaduan, mekanisme dan tata cara pengelolaan pengaduan, serta menetapkan pengelola pengaduan pelayanan publik.

Pada tanggal 27 Oktober 2020, SP4N-LAPOR! telah ditetapkan sebagai aplikasi umum bidang pengelolaan pengaduan pelayanan publik. Oleh karena itu, seluruh penyelenggara pelayanan publik di Indonesia wajib untuk terhubung dan mengelola pengaduan pelayanan publik melalui SP4N-LAPOR!.

Sebagai salah satu upaya peningkatan akuntabilitas dan keterbukaan informasi publik lembaga, Lemhannas RI turut mulai melakukan pembenahan pengelolaan SP4N- LAPOR!. Salah satu upaya pembenahan adalah penyusunan rencana aksi pengelolaan pengaduan melalui SP4N-Lapor! 2021-2024 yang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Selain itu, upaya lain pembenahan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan SP4N-Lapor! di lingkungan Lemhannas RI adalah upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman atas pentingnya pengelolaan pengaduan layanan publik pada personel Lemhannas RI. Oleh karena itu, diharapkan sosialisasi tersebut menjadi sarana peningkatan kesadaran dan pemahaman personel Lemhannas RI terhadap pentingnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik melalui SP4N- LAPOR! sehingga pengelolaan pengaduan layanan publik di lingkungan Lemhannas RI dapat berjalan berjenjang dan terintegrasi melalui SP4N- LAPOR!.

“Dengan pemahaman terhadap pengelolaan pengaduan pelayanan publik yang lebih baik, diharapkan adanya peningkatan kualitas pengelolaan pengaduan pelayanan publik di Lemhannas RI,” kata Sestama Lemhannas RI.

Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) Drs. Yanuar Ahmad, MPA dan Analis Pengaduan Masyarakat Kementerian PANRB Alfian Afan hadir menjadi narasumber dalam sosialisasi tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB menjelaskan bahwa SP4N-LAPOR! Memiliki prinsip ”no wrong door policy” yang berarti hak masyarakat agar pengaduan dari mana pun dan jenis apa pun disalurkan kepada penyelenggara pelayanan publik yang berwenang. Sampai saat ini SP4N-LAPOR! dikelola oleh lima pihak, yakni Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kantor Staf Presiden, dan Ombudsman Republik Indonesia. Regulasi yang memayungi SP4N-Lapor terdiri dari empat regulasi, yakni UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Perpres No. 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, dan Permenpan 46 Tahun 2020 tentang Roadmap SP4N-Lapor! Tahun 2020-2024.

“Pengelolaan pengaduan ditujukan untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik,” kata Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian  PANRB. Lebih lanjut, Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB menyampaikan bahwa pengaduan merupakan hanya salah satu bagian dari aspek-aspek pelayanan publik.

“Banyak yang menganggap bahwa pengaduan ini berada di ujung dari penyelenggaraan pelayanan publik. Namun, sebenarnya pengaduan ini merupakan bahan utama dari peningkatan kualitas pelayanan publik,” ujar Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB. Ada tiga hal yang dapat terlihat dengan adanya pengaduan dari masyarakat, yakni hak dari masyarakat, evaluasi, dan klarifikasi.

Hak dari masyarakat berarti masyarakat diberikan kesempatan publik yang berkualitas karena dipermudahnya akses mengajukan permohonan pengaduan maupun aspirasi melalui SP4N-LAPOR!. Evaluasi yang dimaksud berguna untuk perbaikan pelayanan publik ke depan, jika tidak ada evaluasi dan masukan atas pelayanan maka terkesan menganggap pelayanan publik sudah baik, padahal belum tentu. “Pengaduan merupakan satu feedback bagi pelayanan publik yang lebih baik,” ujar Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kemenpan RB. Karifikasi yang dimaksud adalah dengan adanya pengaduan yang lebih terintegrasi maka perlu adanya klarifikasi atas pengaduan yang disampaikan.

Saat ini SP4N-LAPOR! secara nasional tercatat menerima 400-600 laporan per hari dengan keterhubungan SP4N-LAPOR! telah dikelola oleh 657 instansi pemerintah. Hasil survei kepuasan pengguna pada tahun 2020 yang diikuti 1.329 responden aktif menyatakan bahwa tingkat kepuasan pengguna saat ini berada pada angka 75,7. Survei tersebut juga menghasilkan 3 indikator yang dinilai perlu ditingkatkan, yakni ketepatan admin dalam menentukan instansi pengelola, kecepatan respons dari instansi terkait, dan kecepatan penyelesaian pengaduan.

Performa pengelolaan pengaduan Lemhannas RI sendiri pada tahun 2021, setidaknya sampai saat ini, terdapat enam laporan. Topik laporan yang masuk terkait dengan permohonan informasi dan program magang di Lemhannas RI. Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB menyarankan untuk meningkatkan topik-topik laporan yang lebih terkait dengan substansi tugas dan tanggung jawab Lemhannas RI.

Analis Pengaduan Masyarakat Kementerian PANRB Alfian Afan yang juga menjadi narasumber dalam sosialisasi tersebut, menjelaskan mengenai rencana aksi pengelolaan pengaduan tingkat instansi. Analis Pengaduan Masyarakat Kementerian PANRB menekankan bahwa setiap instansi, sesuai dengan amanat peta jalan SP4N-LAPOR!, harus menyusun rencana aksi sesuai dengan cita-cita peta jalan untuk mewujudkan sistem pengelolaan pengaduan yang memiliki respons dan solusi cepat serta terpercaya.

“Cita-cita ini tentu secara kumulatif dari seluruh instansi yang mengolah SP4N-LAPOR!. Tidak merupakan tanggung jawab admin pusat atau 5 instansi saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama oleh seluruh instansi yang mengolah SP4N-LAPOR!, tidak terkecuali Lemhannas RI,” kata Analis Pengaduan Masyarakat Kemenpan RB.

Lebih lanjut, Analis Pengaduan Masyarakat Kemenpan RB menyampaikan bahwa tahapan penyusunan rencana aksi pengelolaan pengaduan tingkat instansi terdiri dari enam tahap. Tahapan tersebut adalah memahami peta jalan SP4N-LAPOR! Tahun 2020-2024; memahami framework sistem pengelolaan pengaduan pelayanan publik instansi; melakukan penilaian mandiri (self-asessment) terhadap kondisi pengelolaan pengaduan instansi; menyusun tujuan, sasaran, program, kegiatan, dan indikator pengelolaan pengaduan instansi; menyusun analisis dukungan kebijakan, kelembagaan, dan sumber daya; serta persetujuan dan pengesahan rencana aksi.

Kepala Biro Humas Lemhannas RI, Brigadir Jenderal TNI A. Yudi Hartono, S.Sos., M.M., M.Han. yang menutup sosialisasi tersebut menyampaikan bahwa Lemhannas RI sebagai penyelenggara pelayanan publik terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembenahan pengelolaan pengaduan pelayanan publik melalui SP4N-LAPOR!.

“Tentunya pengelolaan pengaduan pelayanan publik melalui SP4N-LAPOR! yang baik dapat diraih dengan dukungan dan komitmen dari pimpinan dan dari seluruh personel Lemhannas RI,” kata Kepala Biro Humas Lemhannas RI.

Dengan diselenggarakannya sosialisasi tersebut, diharapkan akan ada peningkatan kesadaran dan pemahaman personel Lemhannas RI secara signifikan mengenai pentingnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik melalui SP4N-LAPOR!, sehingga pengelolaan pengaduan layanan publik di lingkungan Lemhannas RI dapat berjalan terintegrasi SP4N-LAPOR!.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) melalui Biro Kerja Sama dan Hukum mengadakan Sosialisasi Pembinaan Kesadaran Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan tentang Teknik Penyusunan Peraturan di Lingkungan Kementerian dan Lembaga pada Selasa (23/11). Hadir dalam sosialisasi tersebut Adharinalti, S.H, M.H. Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Kemenkumham RI.

“Keberhasilan suatu kementerian dan/atau lembaga dalam menghasilkan suatu produk hukum atau peraturan dapat dilihat dari sejauh mana proses penyusunan produk hukum atau peraturan dilakukan melalui mekanisme yang benar sesuai dengan teknik pembentukan peraturan,” kata Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI Laksma TNI Sri Widodo, S.T., CHRMP membuka sosialisasi tersebut. Lebih lanjut, Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI menyampaikan bahwa dengan dilakukan melalui mekanisme yang benar sesuai ketentuan yang berlaku, diharapkan akan dihasilkan suatu produk hukum yang baik sehingga tujuan dari pembentukan produk hukum atau peraturan dapat tercapai.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI menekankan bahwa pembuatan peraturan perundang-undangan di lingkungan kementerian/lembaga harus memiliki kejelasan tujuan, yakni di antaranya untuk kepastian, keadilan, dan kebermanfaatan. Pejabat pembentuk juga harus sesuai dengan kewenangannya untuk membuat peraturan perundang-undangan. Jenis, hierarki, dan materi muatan menjadi tolok ukur yang sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih. “Peran stakeholder terkait dalam menyumbangkan aspirasi sebagai partisipasi publik dalam penyusunan dapat memperkaya muatan dan memperjelas rumusan norma sehingga menghasilkan peraturan yang berhasil guna dan berdaya guna,” ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI.

Lemhannas RI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada langsung di bawah Presiden dan dapat dikatakan merupakan salah satu lembaga unik di antara kementerian/lembaga lainnya. Keunikan tersebut dikarenakan Lemhannas RI diawaki oleh berbagai unsur pegawai negeri, yaitu dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Dengan susunan komposisi dari berbagai unsur, secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi bagaimana Lemhannas RI dalam membentuk peraturan perundang-undangan internal lembaga.

Sampai dengan saat ini, Lemhannas RI sudah banyak menghasilkan produk hukum atau peraturan berupa peraturan gubernur yang sifatnya mengatur internal lembaga. Namun, terkait dengan kualitas produk hukum atau peraturan tersebut, masih diperlukan proses pembelajaran yang lebih komprehensif dan mendalam terutama dalam proses atau teknik pembentukan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut, dilaksanakan Sosialisasi Pembinaan Kesadaran Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan tentang Teknik Penyusunan Peraturan di Lingkungan Kementerian dan Lembaga. “Diharapkan para personel Lemhannas RI mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang bisa dijadikan rujukan dalam menyusun rancangan peraturan perundang-undangan di lingkungan Lemhannas RI,” ucap Kepala Biro Kerja Sama Lemhannas RI.

“Pegangan selama melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan, baik ditingkat perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengumuman, bahkan sampai di pemantauan dan peninjauan semua berpengangnya pada konstitusi UUD NKRI 1945,” kata Adharinalti, S.H, M.H. Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Kemenkumham RI.

Selanjutnya Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Kemenkumham RI menjelaskan tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan, yakni penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) baik yang diusulkan Presiden maupun DPR. Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011, kekuasaan membentuk Undang-undang berada di DPR, tetapi Presiden berhak untuk mengajukan RUU ke DPR. Dijelaskan juga bahwa dalam menyusun satu RUU harus mengikuti Lampiran II UU 12 Tahun 2011 yang mengatur cara melakukan pembentukan Rancangan Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.

Dalam pelaksanaan pengajuan RUU dari Presiden, setelah diusulkan suatu RUU maka draft RUU tersebut disiapkan oleh kementerian/lembaga yang sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Setelah disiapkan maka dibentuk panitia guna proses pembahasan suatu RUU. Pada akhirnya nanti pihak kementerian/lembaga yang terlibat akan diminta paraf persetujuan terhadap substansi di dalam suatu RUU. Setelah sudah didapatkan paraf pihak kementerian/lembaga maka akan dilanjutkan tahap harmonisasi.

Pada tahap harmonisasi dipastikan bahwa RUU tersebut bertentangan secara vertikal terhadap Konstitusi dan tidak bertentangan secara horizontal dengan UU lainnya. Setelah harmonisasi RUU tersebut akan disampaikan ke presiden dan presiden akan mengeluarkan Surat Presiden yang berisi penyampaian RUU yang menjadi inisiasi presiden kepada DPR sekaligus menunjuk menteri yang mewakili dalam proses pembahasan.

Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Kemenkumham RI juga menjelaskan bahwa dalam menyusun Rancangan Undang-undang dapat dipastikan ada delegasi diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam pembentukannya, presiden yang memiliki hak mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) memerintahkan kepada bawahannya untuk menyiapkan substansi yang dibutuhkan. Substansi tersebut terkait dengan tugas dan fungsi yang dimiliki kementerian/lembaga terkait. Setelah itu dalam waktu persidangan berikutnya Perppu harus segera diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Dalam tahap ini pemerintah menyiapkan RUU mengenai Penetapan Perppu tersebut. Ketika nanti disetujui oleh DPR maka RUU Penetapan Perppu menjadi UU, tetapi jika ditolak maka Perppu tersebut harus dicabut dan harus disiapkan RUU Pencabutan Perppu.

“Berbicara tentang Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah maka di sini bicara tentang dasar hukum yang ada di konstitusi. Maka ini menjadi tugas dari pemerintah untuk menjalankan UU yang sudah didelegasikan menjadi Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah,” ujar Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Kemenkumham RI.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749