Press Release

Nomor  : PR/ 25 /X/2021

Tanggal:  21 Oktober 2021

Jakarta – Antropolog dari Prancis Dr. Jean Couteau menilai ada ancaman pada masa depan yang disebabkan oleh transformasi. Beberapa transformasi berjangka panjang, terutama berhubungan dengan manusia dan alam, ketidakseimbangan demografis, pergeseran distribusi kekuatan ekonomi dunia antara kutub raksasa baru di China dan kutub kapitalistik dinamis baru yang berkembang di luar kekuasaan barat.

“Daripada fokus pada transformasi itu sendiri, saya memilij untuk menilai risiko masa depan yang disebabkan oleh transformasi dengan berfokus pada ketahanan wilayah geografis dan buday yang dipilih di dunia,” kata Dr. Jean Couteau saat menjadi narasumber pada the 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 yang mengangkat tema “Culture and Civilization: Humanity at the crossroad” secara daring, (21/10).

Menurut Jean, negara barat telah lama berhasil mempertahankan keadaan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi melalui tiga cara. Tiga cara itu adalah di inovasi teknologi, perluasan pasar yang konstan melalui ekspor modal, dan akses berkelanjutan ke tenaga kerja murah melalui imigrasi atau delokalisasi.

Kebijakan-kebijakan tersebut membawa negara-negara barat berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tepat, menjaga harga barang-barang konsumen tetap rendah, dan mempertahankan standar hidup yang tinggi. Namun, kontradiksi yang merusak kebijakan ini telah muncul, yaitu transformasi.

“Ekspor modal telah menciptakan pesaing ekonomi dan strategis yang secara drastis mengurangi daya tawar serikat pekerja,” kata Jean.

Secara budaya, sebagian negara-negara barat telah melepaskan sikap positivistik. Namun ketika kepercayaan akan kemajuan menurun, maka skeptisisme spiritual semakin luas sehingga harapan ideologis berjalan ke segala arah. Secara politis, hal ini mengkhawatirkan dan dapat menyebabkan krisis yang tidak terduga.

Menurut Jean, Perkembangan ini memiliki konsekuensi politik yang mendalam terhadap impor tenaga kerja asing dan melemahnya serikat pekerja, sehingga menghancurkan kekuatan politik kelas pekerja.

Di sisi lain, China berhasil dengan sistem ekonomi pasar yang dikelola dengan menciptakan sistem “masyarakat terkelola” yang lengkap, yakni penggabungan ideologi komunis dengan politik. Hal ini membutuhkan kendali yang ketat tas media modern dengan menggunakan kecerdasan buatan dan menekankan batasan kebebasan berekspresi.

Tingkat “otonomi orang” yang dicapai di bawah sistem Tiongkok dapat membebaskan China dari kontradiksi sosial dan gangguan politik yang menghantui negara-negara barat. Hal ini dikarenakan budaya Tiongkok selalu mengutamakan kebaikan bersama di atas individu. Komunisme yang bersandar pada analisis radikal barat tentang realitas ekonomi dan sosial, tidak akan berhasil tanpa latar belakang budaya tersebut.

Dalam jangka panjang, lanjut Jean, segalanya akan menjadi lebih sensitif. Tingkat otonomi orang yang disebabkan oleh pembangunan, dapat membuka kontradiksi masyarakat China yang mampu membawa gangguan dan pergolakan politik dengan konsekuensi internasional yang dramatis.

Dunia sedang menuju turbulensi dan krisis iklim sedang berlangsung. Di beberapa kalangan, kesadaran global sedang terbangun seputar isu ekologi dan pemanasan global. Dalam strata yang kurang berpendidikan, ketegangan tentang identitas nasional dan identitas agama mungki meningkat.

“Dengan demikian, dunia mungkin berada di persimpangan jalan antara pencerahan dan kegelapan,” kata Jean.

Oleh sebab itu, Indonesia harus tetap berada di luar pertikaian ekonomi dan budaya yang terjadi di Kawasan Asia yang lebih luas maupun yang sedang dilakukan. Di tingkat Indonesia, perlu mewaspadai perubahan demografis di wilayah multi agama.

“Untuk saat ini Indonesia belum keluar dari jalur,” kata Jean.

The 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 yang dilaksanakan secara hybrid pada Kamis dan Jumat, 21 dan 22 Oktober 2021, pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB juga menghadirkan sembilan narasumber terkemuka lain, di antaranya, Mr. Rudy Breighton, M. B. A., M. Sc. CEO and Chairman of BR Strategic di Seattle Amerika Serikat; Prof. Dr. Robert W. Hefner, Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston; Prof. Donald K. Emmerson Direktur Southeast Asia Forum (SEAF) di Shorenstein Asia-Pacific Research Center di Stanford University; Dr. Gita Wirjawan, Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy (SGPP) dari Indonesia; Dr. Robertus Robert, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia; dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS., Neurosains dari Indonesia; Baskara Tulus Wardaya, Ph.D., Sejarawan Indonesia; dan Dimas Oky Nugroho, Ph.D., Cendekiawan sosial-politik.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/24/X/2021

Tanggal :  21 Oktober 2021

Jakarta- Indonesia optimistis bisa memasuki masyarakat 5.0 seperti yang dialami Jepang saat ini.  Beberapa faktor menjadi alasan untuk mencapai ke arah tersebut.

"Ada lebih dari 1800 startup yang kita punya, beberapa di antaranya menjadi unicorn decacorn. Kita juga punya enterpreneur baru. Itu sebuah kesempatan," kata Bambang Brodjonegoro yang menjadi keynote speaker acara Jakarta Geopolitical Forum V / 2021 yang diselenggarakan Lemhannas, Kamis, (21/10). 

Saat ini Jepang  merupakan negara pertama yg memasuki masyarakat 5.0. Sementara Indonesia saat ini baru memasuki masyarakat 4.0. Menurut Bambang, Indonesia memiliki kesempatan menjadi masyarakat 5.0 karena mempunyai tiga sektor potensial yakni agrikultur, manufaktur dan ICT (information, communication and technologi). Meski begitu Indonesia juga memiliki tantangan lain yakni populasi yang besar, SDM, digital infrastructure, human resource, integrated data base (penta helix).  "Semoga Indonesia dapat mencapai masyarakat 5.0 seperti Jepang, dengan adanya beberapa teknologi sebagai penunjangnya," kata Bambang.

Untuk ke lima kalinya, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI akan menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum V / 2021 pada Kamis dan Jumat, 21 dan 22 Oktober 2021.  Tahun ini, Lemhannas mengangkat tema The 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 Culture And Civilization: Humanity at the Crossroads (Budaya dan Peradaban: Kemanusiaan di Simpang Jalan) secara hybrid. 

Ada sepuluh narasumber terkemuka diundang menjadi pemateri. Tiga nara sumber  berasal dari tiga negara yaitu Amerika Serikat, Perancis dan Indonesia dalam acara berskala internasional tersebut. Narasumber tersebut  yakni Mr. Rudy Breighton, M. B. A., M. Sc. CEO and Chairman of BR Strategic di Seattle Amerika Serikat; Prof. Dr. Robert W. Hefner, Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston; Prof. Donald K. Emmerson Direktur Southeast Asia Forum (SEAF) di Shorenstein Asia-Pacific Research Center di Stanford University;Dr. Jean Couteau, Antropolog dan Budayawan dari Prancis; Dr. Gita Wirjawan, Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy (SGPP) dari Indonesia; Dr. Robertus Robert, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia; dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS., Neurosains dari Indonesia; Baskara Tulus Wardaya, Ph.D., Sejarawan Indonesia; dan Dimas Oky Nugroho, Ph.D., Cendekiawan sosial-politik.

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo telah membuka acara JGF bertempat di studio Kompas TV pada Kamis, (21/10) pukul 08.00. Saat membuka acara ini, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan pemikiran post modernism telah terevolusi dan merevolusi pemikiran manusia. Ini membuat manusia menjadi berpikir secara lebih rasional dan pragmatis.   Realita palsu bisa juga dibuat atau dipancing oleh teknologi yang membantu orang lebih memiliki imajinasi yang lebih kuat dengan adanya penggunaan teknologi artificial. "Jadi, kemajuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi punya dampak yang besar terhadap peradaban manusia," katanya.

Lebih lanjut Agus Widjojo mengatakan perkembangan atau kemajuan teknologi, pandemi, politik, kesenjangan sosial, kekurangan sumber daya, akan mempengaruhi masa depan manusia dan kemanusiaan.  Hal ini juga menimbulkan adanya dominasi agama terhadap teknologi dan juga adanya perkembangan ide-ide keagamaan.   "Kita telah mencapai titik dimana kita harus menentukan masa depan kita apakah akan lebih bersatu atau lebih terpecah-pecah dan pilihan2 yang ada di hadapan kita akan terkait dengan pencapaian tujuan universal melalui harmonisasi dua sudut pandang yang saling bertentangan.   Untuk mengaitkan dua sudut pandang ini, kata Agus Widjojo, harus ada analisis dan bukti bahwa kemanusiaan harus tetap menjadi prioritas di setiap kejadian. "Toleransi harus menjadi konsep utama karena subyek dan obyek akan terus berinteraksi," kata Agus.

Pada saat manusia bereaksi terhadap perubahan politik, kultural, dan teknologi, maka menurut Agus Widjojo   akan membawa disrupsi. "Disrupsi harus menjadi katalisator untuk pencerahan demi masa depan yang lebih baik bagi manusia," katanya.  Karena itu, teknologi tidak seharusnya dipandang sebagai sebuah peradaban itu sendiri, tapi seharusnya menjadi alat untuk kemajuan manusia dan kemanusiaan.

Hidup manusia akan terbantu oleh kemajuan teknolog dan kecepatan pengembangan teknologi. Ini telah membawa banyak konsekuensi positif maupun negatif. "Kalau tidak kita kelola dengan baik hal ini bisa membahayakan peradaban," katanya.

Serupa dengan itu, dogma-dogma agama juga bisa menghambat atau membahayakan peradaban.  Pemikiran mainstream dapat berujung pada musnahnya peradaban.  Karena itu kita memerlukan adanya pengelolaan yang baik terhadap budaya bangsa dan menjadi paradoks bahwa suatu bangsa memiliki budaya yang kaya di masa lalu tetapi kemudian peradaban bisa hancur karena adanya budaya-budaya atau nilai-nilai yang dibawa oleh budaya atau peradaban lain. "Karena itu kita harus membangun dan mempertahanakan, memelihara nilai-nilai budaya dari setiap peradaban dan seharusnya perkembangan peradaban manusia tidak menghancurkan budaya dari peradaban atau bangsa mana pun," kata Agus.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/ 30 /X/2021

Tanggal:  21 Oktober 2021

Jakarta – Saat ini kekuatan pemrosesan computer terbukti melebihi kecepatan kekuatan pemrosesan otak manusia. Komputer tercepat saat ini yang bernama Fugaku dari Jepang memiliki 7,6 juta cores atau inti dan kecepatan pemrosesan data 442 peta flops dan 87 miliar transistor. Hal ini diungkapkan oleh Rudy Breighton, CEO and Chairman of BR Strategic di Seattle Amerika Serikat pada Jakarta Geopolitical Forum V secara daring pada Kamis, (21/10).

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan pesat berdampak perkembangan budaya secara global.  Breighton menuturkan bahwa kecepatan pemrosesan pada kecerdasan buatan lebih baik dari otak manusia. Di sisi lain, pernyataan yang menyebutkan bahwa kemampuan kecerdasan buatan dapat sepenuhnya menggantikan otak manusia masih menjadi perdebatan karena GIGO atau garbage in garbage out.

Breighton menyatakan bahwa saat ini sudah terdapat human exoskeleton. Human exoskeleton ini digunakan oleh militer Amerika Serikat. Breighton menjelaskan bahwa seorang prajurit diperkirakan dapat membawa 22 kg beban. Namun pada kenyataannya, mereka membawa sekitar 63 kg beban. Sementara human exoskeleton yang disebut juga dengan HULC (Human Unversal Load Carrier) dapat mengangkat beban hingga 90 kg, membantu prajurit untuk berlari dengan kecepatan 11 km/jam hingga 16 km/ jam dengan durasi lama. 

Dapatkah kecerdasan buatan dapat bekerja dengan efisien dibandingkan dengan otak manusia?

Breighton menyebutkan bahwa sebuah hal yang tidak mustahil bagi kecerdasan buatan untuk bekerja dengan se-efisien otak manusia walaupun tidak dapat bekerja secepat otak manusia. Kecerdasan buatan memiliki kecepatan pemrosesan yang sepuluh kali lebih cepat dari otak manusia.

Terkait teknologi, Breighton menyarankan bangsa Indonesia harus menciptakan teknologi secara jangka panjang, tidak terpengaruh politik. “Tidak hanya lima atau 10 tahun. Kita harus menciptakan kebijakan jangka panjang yang tidak dipengaruhi oleh partai politik yang sedang menjabat,” saran Breighton.

Teknologi, masa depan budaya, dan geopolitik sangat berkaitan. Penting bagi berbagai negara mempersiapkan sumber daya manusia. “Hal paling penting yaitu infrastruktur untuk mendukung kebijakan tersebut,” kata Breighton

Alasan dari dibutuhkannya infrastruktur tersebut adalah karena kita membutuhkan sistem data yang baik. Jika kita tidak memiliki sistem data yang baik, kita akan menghasilkan data yang tidak layak. Garbage in garbage out. Kita harus berinvestasi pada infrastruktur dan pengelolaan sumber daya manusia,” jelas Breighton. Pendidikan dalam bidang teknologi, teknik, dan  matematika dan ilmu komputer, lanjutnya, sangatlah penting karena jika tidak memiliki orang-orang yang pandai, maka kita tidak akan memiliki orang yang mahir dalam memprogram komputer.

“Investasi dalam bidang infrastruktur dapat menghasilkan sistem data yang baik. Sistem data yang baik tersebut akan diolah oleh sumber daya manusia yang baik untuk mengolah data tersebut yang kemudian dapat mendorong terciptanya alat yang dapat membantu kerja manusia” pungkas breighton.

Breighton adalah satu dari sepuluh pembicara yang diundang oleh Lemhannas RI dalam event tahunan Jakarta Geopolitical Forum V tahun 2021 ini. Forum yang kedua kalinya diangkat secara daring ini mengangkat tema Culture And Civilization: Humanity at the Crossroads.  Jakarta Geopolitical Forum (JGF) merupakan session sharing bagi para pakar geopolitik dunia dalam menelaah situasi kawasan di dunia. Harapannya,  forum strategis ini dapat dimanfaatkan oleh  pembicara (speaker) maupun peserta untuk mendiskusikan isu geopolitik di tingkat dunia. Geopolitik yang dimaknai sebagai ruang hidup menjadi isu sentral bagi seluruh negara di dunia.

 

Narahubung : Endah (081316072186)

Caption Foto : Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo bersama Prof. Dadan Umar Daihani saat diskusi Jakarta Geopolitical Forum V

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release Pre Event

Nomor  : PR/ 22  /X/2021/Pre Event

Tanggal :   19 Oktober 2021

Jakarta – Sepuluh ahli budaya dan peradaban dunia akan menjadi narasumber The 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021  Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI yang akan diselenggarakan pada  21-22 Oktober 2021. Tema JGF tahun ini mengambil tema  Culture And Civilization: Humanity at the Crossroads (Budaya dan Peradaban: Kemanusiaan di Simpang Jalan) secara daring.

Sepuluh ahli yang dihadirkan  sebagai berikut:

Rudy Breighton, M.B.A., M.Sc CEO and Chairman of BR Strategic di Seattle, Amerika Serikat akan membahas mengenai tantangan kehidupan manusia versus otomatisasi robot yang dikombinasikan dengan Artificial Intelligence (A.I.). Salah satu tantangan bagi manusia saat ini bagaimana mengintegrasikan dunia baru otomatisasi tanpa mengganggu kehidupan sehari-hari.

 

Robert Hefner dari Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston Amerika Serikat mengangkat mengenai budaya dan peradaban dunia sedang memasuki fase baru, dimana para intelektual tidak ragu-ragu untuk mengembangkan visi tentang apa yang akan menghancurkan nilai kemanusiaan.

 

Jean Couteau, antropolog dan budayawan Perancis yang akan mengangkat tema Kebebasan, dan rasionalitas sebagai indikasi inklusivitas manusia dalam membangun peradaban telah mengkaji struktur yang lazim hadir dalam realitas sosial-kelembagaan manusia secara umum.

 

Donald K. Emmerson Direktur Southeast Asia Forum (SEAF) di Shorenstein Asia-Pacific Research Center di Stanford University Amerika Serikat yang mengangkat topik mengenai geopolitik masa depan akan mengesampingkan ideologi sebagai konsekuensi logis dari modernitas manusia dan ilmiah progresif yang terdengar-kapitalistik.

 

Gita Wirjawan pengusaha Indonesia, banker, dan filantropist Indonesia, Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy (SGPP) yang akan mengangkat mengenai bagaimana lanskap masa depan peradaban manusia. Bagaimana manusia telah mempengaruhi peradaban yang membuat homo sapiens dapat mengatasi tantangan-tantangan di depan. Saat ini manusia tidak tahu bagaimana di masa depan peradaban manusia pasti akan terus berlanjut.

 

Robertus Robert Sosiolog Universitas Negeri Jakarta yang akan membahas mengenai bagaimana perilaku manusia dapat disesuaikan dengan paradigma keilmuan dalam kerangka peradaban. Dalam kesempatan ini ambiguitas dalam konsep-konsep 'sains' dan 'peradaban' yang seringkali memberikan jawaban atas pertanyaan tentang hubungan manusia.

 

Dr. Komaruddin Hidayat Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia; Akan memahas mengenai beberapa tantangan ke depan yang akan datang manusia harus menerima realitas dunia modern oleh Islam, juga ekstremisme agama yang saat ini adalah musuh bersama bagi semua orang.

 

Roslan Yusni Hasan, Sp.BS ahli Neurosains dari Indonesia yang akan mengangkat mengenai peradaban global yang pada hakikatnya adalah kemanusiaan. Tatanan kehidupan manusia mengambil nilai universal sebagai garis datar sementara dinamika sosial budaya akan menjadi tantangan kita untuk menolak nilai kemanusiaan kita menjadi benteng.

 

Baskara Tulus Wardaya, Ph.D Sejarawan Indonesia akan mengangkat mengani Filsafat moral dalam konteks sosial budaya mendefinisikan perilaku dan pengetahuan manusia. Juga Isu hari ini yang muncul dengan dilema dalam perilaku budaya dan peradaban yang bias.

 

Dimas Oky Nugroho, Ph.D Cendekiawan sosial-politik yang akan mengangkat soal Sosial budaya yang merupakan sistem logis dari perilaku manusia yang menentukan pembagian antara manusia sebagai entitas sosial dalam paternalistik-komunitarian dan manusia sebagai objek individualisme.

 

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo akan membuka acara JGF bertempat di studio Kompas TV pada Kamis, (21/10) pukul 08.00. Keynote address acara JGF kali ini adalah Profesor Bambang Brodjonegoro.

Pengelolaan budaya nasional merupakan prasyarat untuk mendukung identitas nasional. Namun, globalisasi dan teknologi yang membentuk jalan alternatif peradaban, memberi tantangan untuk mencari pilihan. “Tanpa identitas nasional, suatu bangsa tidak dapat mengendalikan kekuatan untuk mencegah ancaman-ancaman lain yang dapat melemahkan wibawa peradaban asli bangsa tersebut,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo di Lemhannas RI, (19/10).

 

Perkembangan teknologi yang pesat berdampak pada terbukanya beragam budaya-budaya bangsa secara global. Di sisi lain, generasi masa depan bangsa Indonesia juga bergantung pada budaya dan peradabannya. Sehingga, apabila tidak diatur dengan baik, maka masa depan akan ternoda oleh peradaban global.

Peradaban di Indonesia memiliki sejarah yang hebat, sehingga akan menjadi suatu ironi, apabila peradaban Indonesia hancur akibat peradaban dunia modern. Meskipun sampai saat ini  belum ditemukan cara untuk mempertahankan masyarakat yang maju, adil secara sosial, dan kompatibel dengan ekosistem yang berkembang. Ini bukan berarti Indonesia tidak mampu  melakukannya. Terlebih, Indonesia adalah negara yang kaya akan ragam budaya, suku, dan etnis, sehingga mampu melestarikan nilai-nilai budaya bangsa untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan Jakarta Geopolitik Forum V/2021 adalah untuk memahami bentuk peradaban masa depan, khususnya struktur sosial budaya manusia dunia, dan untuk mengetahui sejauh mana budaya dan peradaban suatu bangsa dipertahankan di tengah perubahan pola pikir untuk beradaptasi dengan lingkungan peradaban baru, sekaligus mengetahui sejauh mana korelasi antara pengaruh dan perubahan peradaban yang disampaikan pada seminar hasil penelitian, review, dan sharing session yang dilakukan oleh pakar geopolitik dunia dari berbagai negara.

 

Acara ini dapat diikuti secara daring dengan mendaftarkan diri melalui bit.ly/RegistrasiJGF_Day1 dan bit.ly/RegistrasiJGF_Day2. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi narahubung Maulida (0822-2912-5536) dan Endah (0813-1607-2186).

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749