Press Release

Nomor  : PR/38/X/2021

Tanggal :  22 Oktober 2021

Jakarta- Indonesia menghadapi sebuah  ‘zaman bergerak, mulai dari kemunculan New Media, yang kemudian melahirkan New Economy, dan selanjutnya menghasilkan New Politics. Secara sosiologis lazimnya pergerakan sosial-ekonomi-politik melahirkan dampak ikutan.

Terlebih lagi jika ditambah dengan cengkraman pandemi Covid-19 dan berbagai dampak perubahan sosial yang terjadi. "Maka, respon masyarakat terhadap krisis dan tekanan perubahan dapat terbelah ke dalam dua kemungkinan: adaptasi, melahirkan sebuah kompromi atau konsensus, atau sebaliknya, keresahan, kesenjangan yang melahirkan ketegangan, bahkan konflik," kata Dimas Oky Nugroho, Ph.D., Cendekiawan sosial-politik dalam acara Jakarta Geopolitical Forum V / 2021 yang diselenggarakan Lemhannas, Jumat, (22/10) 

Dimas pada kesempatan ini ingin meneropong situasi Indonesia dalam menghadapi gegar budaya sebagai implikasi transformasi sosial-ekonomi-politik yang terjadi di era kekinian dalam acara JGF ke V ini. Menurut Dimas, Indonesia adalah negara kepulauan, majemuk secara sosio-historis, yang memiliki pengalaman transformasi yang tak mudah, dramatis, bahkan traumatik pada sejumlah fase ekonomi-politik yang menentukan. Sebagai negara besar, dengan sumber daya yang besar, demografi dan potensi pasar yang kuat, Indonesia juga memiliki problem, kerentanan dan tantangan yang tak kalah seriusnya. 

"Saya berpendapat bahwa faktor pandemi Covid-19 telah menjadi variabel tidak terduga by nature, namun by force telah membuka peluang sekaligus memaksa negara-bangsa Indonesia dengan segala problem sosio-historis-nya untuk melakukan kompromi, rekonsiliasi dan konsolidasi politik," kata Dimas.  Pada tataran suprastruktur negara, sekaligus melakukan pembenahan pada tataran infrastruktur pemerintahan dan pelayanan publik. 

Dalam perspektif politik, momen pandemi yang terjadi di tengah tekanan transformasi digital dan lanskap sosial ekonomi yang berubah ini telah pula menjadi kesempatan untuk Indonesia yang beragam  merumuskan ulang dan mereformulasikan strategi kebangsaannya. Ini untuk  mengantisipasi dan beradaptasi terhadap himpitan sekaligus peluang di era baru.

Narahubung: Endah (081316072186)

Caption Foto: Cendekiawan Sosial-Politik Dimas Oky Nugroho, Ph.D. saat menjadi narasumber pada Jakarta Geopolitical Forum V

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/ 36 /X/2021

Tanggal:  22 Oktober 2021

Jakarta – Ketua Dewan Penasihat School of Government and Public Policy (SGPP) Gita Wirjawan menyebutkan teknologi telah berkembang, khususnya inovasi teknologi yang meningkat cepat. Namun, inovasi teknologi dapat menciptakan batas kesalahan yang bisa mengancam peradaban manusia.

“Kemajuan teknologi masih memberikan kemungkinan terciptanya kesalahan-kesalahan lain yang mengancam kemanusiaan jika salah dalam penggunaannya,” kata Gita saat menjadi narasumber the 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 dengan tema “Culture dan Civilization: Humanity at the Crossroad” secara daring, (22/10).

Dari sudut pandang teknologi dan budaya, serta sudut pandang kemanusiaan, manusia telah berevolusi. Kemanusiaan dan budaya telah dipengaruhi oleh pengambilan keputusan atau penilaian yang bias dan juga gangguan dari pemikiran manusia.

Selain itu, teknologi juga telah menjadi ujung tombak bagi manusia dalam menyebarkan pemikiran dan ideologi.  Bagi para pemimpin yang mencari dukungan atau pengikut baru, teknologi menjadi keuntungan dengan cara mengaburkan antara fakta dan fiksi.

Di beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Eropa, teknologi yang sama telah digunakan, namun dengan ide-ide dan ideologi yang berbeda. Sehingga pada dasarnya mereka telah masuk ke dalam persaingan yang tidak perlu, bahkan mengakibatkan korban dalam konteks kemanusian. Persaingan tersebut tergantung pada determinasi terhadap teknologi itu sendiri.

“Hal ini lah yang kita lihat pada Perang Dunia ke 2, mereka memiliki ideologi yang berbeda untuk jenis determinisme teknologi yang berbeda, sampai-sampai mereka benar-benar menghasilkan sesuatu yang akan sangat tidak baik bagi umat manusia,” kata Gita.

Dalam 150 tahun terakhir, terutama sejak Revolusi Industri pertama, teknologi telah diberdayakan untuk banyak tujuan. Meski tujuan dari pemanfaatan teknologi berbeda, namun penting bagi kita untuk memperhatikan betapa cepat kemajuannya agar bisa menjadi dasar umat manusia dalam menyikapi teknologi.

Di sisi lain, teknologi yang digunakan oleh umat manusia belum bergerak dengan cara yang ramah, contohnya banyaknya polarisasi pada percakapan di media sosial yang bisa menciptakan pertikaian. Bahkan negara-negara seperti Amerika dan China bisa terus bertikai dan dalam waktu dekat tidak akan akur. Padahal, seharusnya orang-orang ini bekerja sama dalam memajukan peradaban.

“Banyak tanggung jawab yang harus dipikul saat menggunakan platform digital,” kata Gita

The 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 yang dilaksanakan secara hybrid pada Kamis dan Jumat, 21 dan 22 Oktober 2021, pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB menghadirkan sepuluh narasumber terkemuka yang berasal dari tiga negara yaitu Amerika Serikat, Prancis dan Indonesia.

Sepuluh narasumber tersebut yakni Mr. Rudy Breighton, M. B. A., M. Sc., CEO and Chairman of BR Strategic di Seattle Amerika Serikat; Prof. Dr. Robert W. Hefner, Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston; Prof. Donald K. Emmerson Direktur Southeast Asia Forum (SEAF) di Shorenstein Asia-Pacific Research Center Stanford University; Dr. Jean Couteau, Antropolog dan Budayawan dari Prancis; Dr. Gita Wirjawan, Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy (SGPP) dari Indonesia; Dr. Robertus Robert, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia; dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS., Neurosains dari Indonesia; Baskara Tulus Wardaya, Ph.D., Sejarawan Indonesia; dan Dimas Oky Nugroho, Ph.D., Cendekiawan sosial-politik. 

Narahubung: Maulida (082229125536)

Caption Foto: Dewan Pelindung dan Pengarah School of Government and Public Policy (SGPP) Gita Wirjawan saat menjadi narasumber pada Jakarta Geopolitical Forum V 2021

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09


Press Release

Nomor  : PR/37/X/2021

Tanggal :  22 Oktober 2021

Jakarta – Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada semua pembicara, pembahas, serta moderator karena telah memberikan komitmen yang hebat sejak awal Jakarta Geopolitical Forum V 2021 dilaksanakan. Antusiasme yang sangat tinggi dari peserta forum ini akan memberikan dampak yang baik bagi peradaban manusia.

“Terima kasih banyak untuk pembicara dan moderator, semuanya memberikan sumbangan yang sangat berharga dan membuat forum ini berhasil,” kata Agus Widjojo saat memberikan sambutan penutup the 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 “Culture and Civilization: Humanity at the Crossroad”, (22/10).

Ada tiga poin Agus Widjojo yang dapat diambil dari forum ini. Pertama, manusia tidak harus berpikir tentang hal yang besar terkait peradaban, tapi sesuatu yang ada dalam keseharian kita.  Kedua, apakah teknologi merupakan hasil akhir atau alat untuk mencapai tujuan? Ketiga, identitas yang kita terima disebut identitas positif atau negatif?

Oleh sebab itu, manusia harus memilih poin yang akan diadopsi atau ditinggalkan. Pada akhirnya, manusia harus menerima konsekuensi dari pilihan yang diambil.

Tujuan dari forum ini adalah memfasilitasi pertukaran ide antara pakar dan ahli sains. Selain itu, lanjut Agus, hasil forum ini bukanlah hasil akhir, tetapi hanya untuk memicu diskusi lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran manusia.

“Semua ini bisa memberi pelajaran bagi kita semua dan kita semua sudah menyaksikan adanya interaksi yang sangat dinamis dalam dua hari forum ini,” kata Agus.

Sepakat dengan Agus Widjojo, Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. saat menyampaikan simpulan forum juga mengemukakan beberapa catatan. Pertama, saat ini manusia dihadapkan pada dua game changers yaitu kemajuan teknologi yang pesat dan pandemi Covid-19 yang telah mengacaukan dan menghancurkan dunia.

Pada bidang teknologi, saat ini manusia berada di era digital yang telah merubah tatanan kehidupan manusia. “Digitalisasi tidak hanya mempengaruhi cara manusia bekerja, namun juga mempengaruhi cara berpikir manusia,” kata Dadan.

Teknologi seperti pedang bermata dua karena membuka ketidakpastian di masa depan dan tidak dapat dikendalikan persebarannya secara virtual. Ada potensi risiko bahwa manusia akan kehilangan identitas dan semakin bergantung pada jaringan global.

Perubahan besar kedua, adanya pandemi Covid-19. Covid-19 telah menghapuskan ketergantungan lintas negara dan memunculkan rantai pasokan ekonomi global. Bahkan ultranasionalisme terbatas, meningkat lintas negara dan menyebabkan kecurigaan satu sama lain.

“Merebaknya Covid-19 mempengaruhi kehidupan manusia di seluruh dunia selama hampir dua tahun dan masih berlangsung,” kata Dadan.

Ilmu pengetahuan menjadi senjata utama kemanusiaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bahkan saat peradaban berubah. Indonesia merupakan negara yang menakjubkan dengan berbagai macam perbedaan, sehingga berkontribusi secara signifikan dalam sinergi peradaban.

Dadan menegaskan bahwa kita harus mencoba menciptakan keseimbangan baru dan berkompromi antara sikap mudah beradaptasi terhadap perubahan dan bertahan untuk tidak berubah.

“Kita harus sadar akan banyaknya pemikiran-pemikiran yang hebat dari para pakar yang tidak kita sadari. Saya berharap, hal ini akan menjadi bagian dari tugas kita yang harus kita amati. Roda harus terus berputar dan hidup harus terus bermakna. Sebagai seorang manusia, mari kita bangun masyarakat yang beradab,” kata Dadan.

Narahubung: Maulida (082229125536)

Caption Foto: Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo saat menyampaikan sambutan penutup Jakarta Geopolitical Forum V 2021

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/ 35 /X/2021

Tanggal:  22 Oktober 2021

Jakarta – Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Prof. Komarudin Hidayat sebutkan pada tahun 2024 adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi dan tata ulang demokrasi reformasi Indonesia. Evaluasi yang penting jadi perhatian adalah neodinasti. Isu ini diangkat oleh Prof. Komarudin dalam Jakarta Geopolitical Forum V (21/10). 

Untuk bicara neo dinasti perlu ditinjau kembali bagaimana kondisi para pejabat dan tokoh public masa pra-kemerdekaan.  “Ternyata reformasi ini telah melahirkan neodinasti dan sumber korupsi karena biaya politik yang mahal,” kata Prof. Komaruddin. 

“Mengapa sejak dari pusat sampai daerah muncul neo dinasti dari suaminya menjadi bupati, ganti istrinya, ganti anaknya,” lanjut mantan rector UII tersebut. Akibat neo dinasti dan ongkos politik terlalu mahal, bahkan pelaku korupsi adalah kerabat para tokoh public itu sendiri. “Bahkan kemudian yang korupsi ayahnya, anaknya, Karena ongkos politik terlalu mahal,” tutur Komarudin. 

Permasalahan neo dinasti bila tidak diselesaikan akan berdampak pada konstitusi dan partai politik, bahkan hingga ke penggunaan dukungan massa untuk kepentingan politik. “Modal massa ini salah satu instrumennya adalah symbol-simbol emosi agama,” kata Komaruddin.  Penggunaan simbol agama ini berdampak pada pendangkalan dan pembusukan pada proses demokratisasi di indonesia.  

Tantangan selanjutnya bagi demokrasi di masa depan adalah belum adanya sosok membanggakan bagi karakter milenial saat ini. Milenial saat ini tak lagi terikat kuat pada tradisinya contohnya bahasa. “Generasi saat ini  tidak bisa bahasa daerah, tapi mereka juga sayangnya belum menemukan bangunan rumah Indonesia secara kokoh dan membanggakan,” kata Komarudin. 

Bagi Komarudin pemuda saat ini sulit mencari tokoh yang menginspirasi.  “Kita sulit mencari tokoh-tokoh yang menginspirasi dan kalau kita bicara Indonesia. Sekali-kali kita perlu membaca Indonesia dari pinggiran, dari papua, dari perbatasan, maka wajah Indonesia akan lahir,” lanjut Komaruddin.   

Menjadi bangsa Indonesia adalah hasil imajinasi ulang. “Jadi yang namanya Indonesia itu satu imajinasi tidak ada peristiwa physical to be Indonesia sebagaimana orang datang ke Amerika,” kata Prof. Komaruddin.  Selain itu millennial saat ini adalah hasil perkawinan silang yang melahirkan generasi baru.  

Prof. Komarudin Hidayat menjadi narasumber dalam Jakarta Geopolitical Forum V yang mengangkat tema Culture and Civilization: Humanity at the Crossroads. JGF adalah forum yang diinisiasi oleh Lemhannas RI merupakan sharing session bagi para pakar geopolitik dunia dalam menelaahn situasi kawasan di dunia. JGF 2021 mengundang narasumber budaya dan geopolitik terkemuka dunia untuk membahas budaya dan peradaban manusia.  Harapannya forum strategis dapat dimanfaatkan bagi pembicara (speaker) maupun peserta untuk mendiskusikan isu geopolitik di tingkat dunia. 

Narahubung: Endah (081316072186)

Caption Foto:  Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat berfoto bersama dengan para narasumber JGF V

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749