Press Release

Nomor  : PR/    8   /X/2021

Tanggal :   6 Oktober 2021

Jakarta – Pembenahan infrastruktur di Indonesia sampai saat ini masih dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam menyongsong Indonesia Maju 2045. Namun, perlu ada usaha dalam peningkatan SDM pada bidang pendidikan dan kesehatan. Meski demikian, Indonesia optimis menjadi negara maju pada 2045.

“Jika dibandingkan dengan negara-negara Korea, Jepang, China, bahkan juga Vietnam, kita masih jauh lebih baik, karena waktu mereka mulai melaukan pembangunan, kondisinya lebih berantakan dari kita,” kata Nugroho Dewanto saat menjadi narasumber pada Peluncuran Buku Indonesia Menuju 2045 di Lemhannas RI, (6/10).

Kondisi Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan kondisi ekonomi. Sebelumnya Indonesia sempat masuk ke level pendapatan menengah ke atas, namun karena pandemi Covid-19, turun level menjadi pendapatan menengah ke bawah.

Tidak hanya kondisi ekonomi yang mengalami penurunan, namun kesehatan generasi emas Indonesia juga masih perlu dibenahi. Sekitar 54% angkatan kerja di Indonesia terindikasi menderita stunting, yang tersebar di sektor kerja swasta, birokrasi sipil, kepolisian, dan kemiliteran.

Kondisi stunting ini sangat memprihatinkan dan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kualitas SDM di Indonesia, terutama pada usia produktif.

Oleh sebab itu, Nugroho menyampaikan ada tiga pondasi yang dimiliki negara maju untuk membenahi masalah tersebut, yaitu, investasi di bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan saat bersamaan membangun infrastruktur secara massive. Selain itu, juga melakukan investasi pada riset di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

Peluncuran buku Indonesia Menuju 2045 berlangsung pada  Rabu, 6 Oktober 2021,  pukul 15.00 s.d. 18.00 WIB dilaksanakan secara hybrid dengan menghadirkan narasumber terkemuka, di antaranya, Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan manusia dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P; Direktur Eksekutif CSIS, Phillips J. Vermonte; Penulis Buku Indonesia Menuju 2045, Nugroho Dewanto; serta  Direktur Komunikasi Kompas Group, Glory Ojong.  Hadir sebagai moderator Wakil Pemred Kompas, Tri Agung Kristanto.

Kegiatan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian dan juga tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Sehingga Indonesia mampu bersaing dengan negara lain untuk mewujudkan generasi emas Indonesia Maju.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/    6    /X/2021

Tanggal :   6 Oktober 2021

Jakarta – Indonesia digadang menjadi negara maju pada 2045. Akan tetapi berkaca pada pembangunan yang dibangun pada era pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia perlu memperhatikan pembangunan manusia sejak 1000 hari pertama kehidupan.

“Jokowi saat ini berada pada on the right track, jalur yang benar,” kata Menko PMK, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. pada peluncuran buku Menuju Indonesia 2045 di Lemhannas RI (6/10). Angka stunting Indonesia mencapai 27,6 persen. Kondisi stunting ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan produktivitas SDM Indonesia. Tiap 10 kelahiran terdapat 3 anak tumbuh stunting. Bahkan 50 persen usia produktif yang ada saat ini adalah akibat stunting di masa lampau. “Akibat stunting saat ini tidak bisa diintervensi apapun,” tegas Muhadjir.

Negara maju memiliki SDM berkualitas karena adanya perbaikan bidang kesehatan dan pendidikan. Pondasi kemajuan negara-negara Eropa Barat, Jepang, Korea, dan sekarang Cina adalah pembenahan besar-besaran di bidang kesehatan dan pendidikan.

“Negara-negara tersebut memastikan generasi muda  mendapat asupan gizi yang baik sejak berbentuk janin, mendapat perawatan kesehatan yang bagus dan memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk di masa pandemi Covid seperti sekarang,” kata Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. secara paralel dilakukan pula pembangunan infrastruktur fisik secara besar-besaran, termasuk infrastruktur teknologi. Berikutnya memperkuat penelitian dan pengembangan untuk inovasi teknologi.

Melalui metode serupa, Agus melanjutkan mestinya juga bisa melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berbudaya. “Dalam konteks itu barulah kita bisa menikmati apa yang disebut sebagai bonus demografi,” kata Agus. Sesungguhnya memang lebih tepat istilah asli dalam bahasa inggris yaitu demographic dividend atau diterjemahkan sebagai dividen demografi. dalam arti, hanya jika kita berinvestasi dengan baik kepada generasi muda, berupa kesehatan dan pendidikan, barulah kita bisa berharap mendapat keuntungan yang setimpal.

Pada masa periode pemerinthan Presiden Soeharto, Indonesia terkenal dengan program SD Inpres. Ini merupakan pembangunan SDM Indonesia pada level periode tengah. Pada waktu itu, Indonesia mendapat penghargaan UNESCO dalam hal pemberantasan buta huruf. Saat itu SD Inpres menjadi program mengganti pendidikan non formal menjadi formal. “Dalam waktu 7 tahun ada 60 ribu sekolah berhasil dibangun.  Itu prestasi yang luar biasa,” lanjut Muhadjir.

Berkaca dari periode tersebut, Pemerintahan Jokowi membangun pada periode awal, yakni 1000 hari kehidupan manusia. “Program 1000 hari mencakup 9 bulan awal kandungan, dan 2  tahun kehidupan pertama,” tutur Muhadjir. Seribu hari kehidupan pertama berpengaruh pada etape paling strategis kehidupan yaitu usia 16 tahun sampai 65 tahun.

Stunting tidak dilihat sebagai penyakit tapi masalah keluarga, undang2 yang dilihat tentang perkembangan pendudukan. Yang menangani adalah BKKBN. Kita kalau membangun SDM 2045 harus memulai dari awal kehidupan. Angka stunting 27,6 persen. Kondisi stunting ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan produkfit. 50 persen usia produktif sekarang adalah akibat stunting. Akibatnya stunting tidak bisa diintervensi apapun.

Lauching buku ini berlangsung pada  Rabu, 6 Oktober 2021,  pukul 15.00 s.d. 18.00 WIB dilaksanakan secara hybrid dengan menghadirkan narasumber terkemuka, di antaranya, Gubernur Lemhannas RI , Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan manusia dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P; Direktur Eksekutif CSIS, Phillips J. Vermonte; serta  Direktur Komunikasi Kompas Group, Glory Ojong. Sebagai moderator adalah Tri Agung Kristanto, Wakil Pemred Kompas.

Kegiatan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian dan juga tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Sehingga Indonesia mampu bersaing dengan negara lain untuk mewujudkan generasi emas Indonesia Maju.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/   7  /X/2021

Tanggal :   6 Oktober 2021

Jakarta – Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan dalam membangun  industri Korean Pop (K-Pop) di negara tersebut. “Korsel saat ini dipuja-puja di seluruh dunia karena industrinya. K-Pop tumbuh karena ada inovasi dan teknolgi yang dikembangkan, bahkan saat ini produk Korsel seperti kosmetik lebih baik  dari produk Eropa dan Amerika Serikat,” kata Philips J Vermonte, Direktur Eksekutif CSIS pada launching buku Menuju Indonesia 2045, Rabu (10/6).

Korsel dan Jepang sebagai negara maju berinvestasi besar pada penelitian. Korea Selatan menginvestasikan 4.1 persen dari PDB, sementara Indonesia hanya 0.1 persen dari PDB.

Korsel dan Jepang, selain berinvestasi besar pada pengeluaran riset, rasio peneliti per penduduk juga besar. “Per satu juta penduduk Indonesia hanya ada 89 peneliti. Korsel per 1 juta penduduk terdapat 6800 peneliti, sementara Jepang 5300,” lanjut Philips. Negara tetangga Malaysia dan Singapura juga mendorong budaya riset di negara tersebut secara sungguh-sungguh. “Bila Indonesia mau berkompetisi dengan negara-negara maju, aspek penelitian dan investasi pada penelitian harus perhatikan, tidak hanya penelitian ekonomi, tapi juga sosial dan budaya untuk mencapai kebijakan yang lebih baik,” lanjut Philips.

Untuk melihat kondisi Indonesia pada tahun 2045, Indonesia harus mengukur relatif terhadap kondisi negara lain. Misalnya seperti Negara-negara Asia saat ini secara nyata sedang mengalami perubahan geo-ekonomi. “Seperti penelitian yang pernah dirilis oleh Bappenas pernah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu demografi Indonesia, kondisi penduduk di wilayah urban, adanya potensi kompetisi sengit, tidak hanya ekonomi, tapi juga geopolitik,” tutur Philips.

Indonesia juga menghadapi tantangan demografi. “Bayangkan pada 2045 Indonesia memiliki 320 juta penduduk. Jumlah lansia meningkat 2045,” kata Philips. Akan ada persoalan penduduk dengan usia tidak produkti pada tahun 2045 akan meningkat. Di Indonesia akan ada 70 persen yang duduk di perkotaan.

Untuk itu menjadi nagara yang unggul pada 2045, Indonesia perlu mengembangkan ekonomi berbasis inovasi. Ini yang dilakukan oleh negara-negara super power, mereka melahirkan inovasi dan teknologi. “Tapi juga jangan terjebak oleh long term conflict yang menghabiskan anggaran begitu besar, sebagaimana pada negara AS,”  kata Philips.

Peluncuran buku Indonesia Menuju 2045 melibatkan tiga instansi, yaitu Lemhannas RI, CSIS, dan Kompas. Ini sebagai gambaran bahwa menuju Indonesia unggul pada 2045 bukan semata-mata beban pemreintah, tapi juga melibatkan swasta dan media. Kolaborasi ini untuk mengembangkan kebijakan ini tidak inklusif, tidak hanya lembaga negara tapi juga swasta dan media. Di korsel pihak yang berperan dalam melakukan investasi adalah pihak swasta. “Ini pelajaran, keterlibatan pihak non negara dalam pengembangan inovasi dan teknologi. Negara tidak mengurusi semua. Perlu kotribusi pihak dari luar negara,” kata Philips.

Lauching buku ini berlangsung pada  Rabu, 6 Oktober 2021,  pukul 15.00 s.d. 18.00 WIB dilaksanakan secara hybrid dengan menghadirkan narasumber terkemuka, di antaranya, Gubernur Lemhannas RI , Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan manusia dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P; Direktur Eksekutif CSIS, Phillips J. Vermonte; serta  Direktur Komunikasi Kompas Group, Glory Ojong. Sebagai moderator adalah Tri Agung Kristanto, Wakil Pemred Kompas.

Kegiatan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian dan juga tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Sehingga Indonesia mampu bersaing dengan negara lain untuk mewujudkan generasi emas Indonesia Maju.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/  5  /X/2021

Tanggal :   6 Oktober 2021

Jakarta-UNESCO berupaya untuk mendukung pencapaian target pendidikan global pada SDGs 4. Target SDGs 4 mencakup berbagai aspek pendidikan termasuk partisipasi, kualitas dan hasil pembelajaran, infrastruktur sekolah, kualitas guru, dan juga keselamatan dan kebersihan di sekolah.

“Harapannya negara anggota PBB dapat memastikan semua anak perempuan dan laki-laki mampu menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah setara dan berkualitas,” kata Duta Besar RI untuk Perancis dan Unesco Arrmananta C. Nasir pada Seminar PPSA 23 Lemhannas RI secara daring, (6/10).

Dalam konteks SDGs 4, penting untuk menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan guna mendukung negara anggota PBB mencapai SDGs. Selain menyelesaikan pendidikan secara setara dan berkualitas, UNESCO memastikan baik perempuan maupun laki-laki mendapatkan akses yang sama untuk bekerja. Akses yang dimaksud termasuk keterampilan teknik dan kejuruan pada pekerjaan yang layak serta kewirausahaan.

Salah satu program UNESCO, Malala Fund for Girls Education bertujuan mendukung kesetaraan gender dalam akes pendidikan khususnya terkait dengan target 4.1, 4.2, dan 4.3 dalam SDGs 4. Selain itu, terdapat program Adult Learning and Education dari UNESCO Institute for Lifelong Learning yang bertujuan agar pemuda dan orang dewasa memiliki keterampilan yang relevan untuk bekerja.

UNESCO Literacy program mendukung negara anggota PBB mencapai target 4.5 SDGs 4 yang terkait dengan Equity Education. Kemudian UNESCO juga membentuk Teacher Task Force, tujuannya agar negara-negara anggota PBB dapat memiliki guru-guru yang berkualitas.

“Indonesia secara konsisten mengirimkan tenaga perbantuan dalam bentuk secondment pada teachers task force UNESCO, NESCO juga sering menjadikan Indonesia sebagai contoh benchmark dalam digital education,” kata Arrmananta.

Program e-learning yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan suatu langkah positif yang membuat Indonesia tidak hanya terlihat sebagai negara berkembang tetapi sebagai leading sector digital learning. Oleh karena itu, Indonesia harus menjadikan SDGs 4 sebagai roadmap dalam mewujudkan SDM Indonesia yang unggul.

Seminar PPSA 23 Lemhannas RI mengangkat tema “Roadmap Sistem Pendidikan Alternatif dalam Pusaran Pandemi dan Perkembangan Teknologi untuk Menyambut Indonesia Emas 2045” secara hybrid. Sebelumnya, peserta PPSA 23 telah mengadakan Focus Group Disussion (FGD) Road to Seminar Nasional PPSA 23 Lemhannas RI Tahun 2021 sebanyak dua kali. FGD pertama dilaksankan pada Kamis, 2 September 2021 lalu dengan topik “Perubahan Sistem Pendidikan di Era Perkembangan Teknologi Digital” dan FGD kedua telah terlaksana pada Selasa (14/9). FGD 2 tersebut mengangkat topik “Alternatif Arah Kebijakan Sistem Pendidikan untuk Menghasilkan SDM Unggul Pada Masa Indonesia Emas 2045”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749