Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B. Sukamdani, Koordinator Tim Pakar Satgas Covid-10 Prof. Wiku Adisasmito, dan Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti menjadi narasumber dalam diskusi panel Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Senin (26/04).

“Sebetulnya kalau dilihat dari sisi positifnya adalah latar belakang di dunia usaha ini akan dapat membantu untuk menciptakan program pembangunan yang lebih optimal,” kata Ketua Umum APINDO Hariyadi B. Sukamdani. Lebih lanjut Hariyadi menyampaikan bahwa peran pengusaha dalam kepemimpinan nasional memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah latar belakang pengalaman di dunia usaha dapat menciptakan program pembangunan ekonomi yang lebih optimal, memiliki orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, dan lebih bisa diterima oleh semua pihak dengan latar belakang politik yang berbeda. Namun hal tersebut juga diiringi oleh sisi negatif jika karakter pribadi sudah buruk, yang dapat terjadi adalah menggunakan politik uang untuk mencapai tujuan politiknya, dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadinya atau memperkaya diri, dan cenderung menerapkan politik dinasti untuk melanggengkan kekuasaaan.

“Goals yang diharapkan dari kepemimpinan nasional yang akan datang sebetulnya adalah yang paling penting kita berharap pemimpin nasional yang akan datang memang adalah pemimpin yang terpilih dari proses yang transparan yang memang teruji dan memili track record yang bisa menjadi panutan,” ujar Hariyadi.

“Tugas pemimpin haruslah bisa mengonversi sesuatu yang sulit menjadi mudah dikenalkan kepada masyarakat,” kata Koordinator Tim Pakar Satgas Covid-10 Prof. Wiku Adisasmito. Lebih lanjut Wiku menyampaikan bahwa karena pandemi Covid-19 terjadi secara global, maka penyelesaian di suatu negara tidak berarti menyelesaikan masalah secara keseluruhan. “Perlu solidaritas antarnegara, perlu strategi yang tepat, struktur yang benar, sistem yang berjalan dengan baik, skill yang ada, speed yang ada, dan target,” ujar Wiku.

Lebih lanjut Wiku menyampaikan bahwa di Indonesia penanganan Covid-19 dilaukan dengan pendekatan 5S1T, yakni strategi, struktur, sistem, skill, speed, dan target. Strategi yang dilakukan adalah mengedepankan preventif dan promotive untuk meningkatkan kesehatan. Struktur yang digunakan adalah kolaborasi pusat dan daerah dengan pendekatan pentahelix berbasis komunitas. Sistem yang dipakai adalah manajemen penanganan berbasis gotong royong. Skill yang dibutuhkan adalah kepakaran, seperti dalam bidang kesehatan masyarakat, bidang epidemiologi, bidang medis, bidang teknologi alat kesehatan, bidang ekonomi, bidang hukum, serta bidang sosial dan budaya. Speed dibangun melalui kedisiplinan, komitmen dan militansi, serta rantai komando dari pusat sampai ke tingkat RT sebagai kunci kecepatan penanganan. Target yang ingin dicapai adalah yang sehat tetap sehat, yang kurang sehat harus sembuh, dan yang sakit diobati sampai sembuh. Menurut Wiku, 5S1T (Strategi, Struktur, Sistem, Skill, Speed dan Target) yang dipakai dalam satgas penanggulangan Covid-19 memerlukan satu komando dan harus terkoordinasi dengan baik.

“Pendidikan Lemhannas RI ini menjadi penting karena ini menjadi modal betul-betul bisa baca data, bisa membuat data, bisa mengambil keputusan dengan cepat, terstruktur, tersistem, sehingga hasilnya yang terbaik,” tutur Wiku.

“Kepemimpinan di masa pandemi ini membantu kita untuk merefleksikan aspek lain dalam kepemimpinan, yang terkait dengan konteks negara hukum, kebijakan publik, dan pengambilan kebijakan dengan orientasi kemanusiaan,” kata Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti. Dalam konteks negara hukum, pemimpin akan mampu membuat keputusan yang tidak hanya konstitusional, tetapi juga tetap dalam koridor pembatasan kekuasaan dan Hak Asasi Manusia. Kemudian dalam ukuran kebijakan publik modern, pemimpin nasional dituntut untuk membuat kebijakan yang responsif berdasarkan data, dalam koridor etik, dan dibuat dengan kerangka monitor dan evaluasi yang jelas. Bivitri juga menyampaikan bahwa pada masa pandemi saat ini, peserta PPRA 62 juga bisa belajar dari keberhasilan pemimpin-pemimpin dunia dalam menghadapi pandemi Covid-19 dimana harus memikirkan dampak suatu pengambilan keputusan bagi orang-orang yang terkena dampak. “Pemimpin justru diharapkan untuk membawa masyarakat untuk tetap bisa menghadapi kehidupannya dengan baik,” tutur Bivitri.


Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Marsdya TNI Wieko Syofyan menerima audiensi dari Pengurus Pusat Jaringan Pengusaha Nasional (PP Japnas), Jumat (23/4). Pada kesempatan tersebut PP Japnas hadir dipimpin langsung oleh Ketua Umum Japnas Bayu Priawan Djokosoetono yang didampingi oleh Ketua Harian Japnas Widiyanto Saputro dan jajaran Wakil Ketua Umum Japnas, diantaranya adalah Defrizal Djamaris, Ari Rui Hamzah, Syaikha Aulia dan Masbukhin Pradhana.

Ketua Umum Japnas Bayu Priawan Djokosoetono menyampaikan bahwa Japnas sudah berdiri sejak tahun 2015 dan saat ini memiliki jaringan yang tersebar di 20 provinsi di seluruh Indonesia. Japnas saat ini fokus membangun jejaring antarsesama pengusaha. Hal tersebut bertujuan agar pengusaha yang sudah ada saat ini dapat meningkatkan kapasitasnya dengan bersinergi antarsesama jejaring yang ada di Japnas. “Fokus kami adalah berapa banyak sinergi bisnis yang tercipta,” tutur Bayu.

Lebih lanjut, Bayu menyampaikan maksud dan tujuan audiensi PP Japnas dengan Lemhannas RI, yakni untuk bersilaturahmi dan merencanakan kerja sama. “Kami ingin bisa ada sinergi antara Japnas dengan Lemhannas RI,” kata Bayu. Salah satu sinergi yang diharapkan adalah dalam bentuk penyelenggaraan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan kepada pengurus dan anggota Japnas. “Kami merasa perlu Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi para pengurus dan para pengusaha yang ada di Indonesia yang bergabung dengan Japnas,” ujar Bayu.

Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan menyambut baik niat tersebut. Lebih lanjut Wieko menyampaikan bahwa Lemhannas RI menjalankan fungsinya melaksanakan Program Pendidikan, Pengkajian Strategis, dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. “Niat dari Japnas yang berharap bisa mengadakan kegiatan Taplai untuk para anggota pengurus Japnas, saya kira itu niatan yang baik,” kata Wieko. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI Laksma TNI Sri Widodo, S.T., CHRMP. dan Direktur Sosialiasi dan Media Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas RI Laksma TNI Ir. Christianto Purnawan.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber pada Sekolah Etik Indonesia yang diselenggarakan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Minggu (25/4).

“Kepemimpinan adalah untuk melaksanakan tugas bersama-sama mencapai satu tujuan dengan ada satu diantaranya yang mengoordinasikan, yang mengarahkan, itulah yang disebut sebagai pemimpin,” kata Agus. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa seorang pemimpin dalam menyelenggarakan kepemimpinannya harus membuat kebijakan dalam rangka mewujudkan visi, melaksanakan misi, dan menjalankan tugas pokok. Oleh karena itu, pemimpin harus memiliki pengikut dan pasti memiliki pengikut. “Pemimpin tidak bisa berfungsi sendirian,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa ada tiga elemen dalam proses kepemimpinan, yakni pengikut, pemimpin, dan situasi. Elemen pengikut terbagi menjadi 3, yaitu pengikut yang terdidik tentang pengetahuan, pengikut yang terlatih, dan pengikut yang bersifat tenaga kerja yang hanya dipersiapkan untuk suatu pekerjaan. “Ketiga golongan pengikut ini memerlukan komunikasi yang berbeda,” tutur Agus. Kemudian elemen pemimpin artinya pemimpin harus memahami diri sendiri, paham tentang karakter diri sendiri, wajib mempunyai moral dan etika, dan dapat menentukan gaya kepemimpinannya.

“Pemimpin juga harus memahami situasi lingkungannya,” tutur Agus. Menurut Agus, seorang pemimpin harus mengerti organisasi yang dipimpin, sifat misi yang diemban, dan memahami latar belakang situasi agar bisa menempatkan diri secara tepat. “Semuanya ditujukan untuk mendukung keputusan dan kebijakan dalam rangka pelaksanaan visi dan misi,” kata Agus.

Pada akhir paparannya, Agus mengingatkan bahwa pemimpin harus bisa melakukan motivasi untuk meningkatkan kompetensi, pelatihan, dan konsultasi kepada bawahannya. “Semua itu harus berawal, bermula dari pemimpin dan berakhir pada pemimpin. Dalam artian pemimpin akan selalu menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas organisasi, atas pelaksanaan tugas,” kata Agus.


Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Jumat (23/4). Pada kesempatan tersebut Emil memberikan ceramah tentang Kepemimpinan Nasional dan Tantangan Masa Depan.

“Memimpin sebuah daerah, memimpin sebuah institusi pemerintahan daerah, harus punya KPI yang jelas. Kita harus punya strategi yang jelas untuk mencapai KPI atau Key Performance Indicator tersebut,” ujar Emil membuka ceramah.

Kemudian Emil memaparkan tantangan dalam pembangunan daerah yang dimulai dengan kualitas SDM yang memerlukan peningkatan kapasitas. “Kualitas SDM di Indonesia juga masih punya tantangan besar dari sisi inovasi, kompetensi atau daya saing,” ujar Emil. Peningkatan kapasitas SDM akan menciptakan SDM yang berkualitas baik yang dapat membangun koordinasi yang semakin baik antara seluruh stakeholders. Dengan adanya koordinasi yang baik, lanjut Emil, akan menciptakan pemanfaatan sumber daya secara berkualitas serta menciptakan sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas sehingga terciptanya dunia usaha yang kondusif. Emil berpendapat bahwa seluruh hal tersebut akan mengurangi ketimpangan, semakin memberdayakan masyarakat, mengentaskan kemiskinan, menambah lapangan kerja, dan juga menjaga kelestarian Sumber Daya Alam.

Lebih lanjut Emil menyampaikan bahwa pandemi yang saat ini dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia merupakan enforced digital disruption. Pada masa sebelum pandemi, kegiatan terbiasa dilakukan dengan tatap muka yang biasanya membutuhkan infrastruktur fisik. Sedangkan saat masa pandemi, banyak hal menjadi serba digital, efisien dan cepat, serta banyak kegiatan yang tidak harus tatap muka. “Digital disruption menjadi juga sangat penting karena akhirnya muncul istilah post truth, yaitu kebenaran yang dicekoki oleh manipulasi media,” ujar Emil. Menurut Emil, post truth adalah kebenaran yang merupakan interpretasi dari eksistensi media, bahkan eksistensi digital, bukan dari kebenaran substantif sebuah peristiwa. Hal tersebut merupakan salah satu tantangan yang dihadapi saat ini.

Pada kesempatan tersebut, Emil juga menyampaikan bahwa dunia terus berubah sehingga tuntutan kepada organisasi juga semakin luar biasa. Saat ini organisasi berhadapan dengan lingkungan yang membutuhkan fleksibilitas dari organisasi, padahal selama ini organisasi masih berdasarkan hierarki. Oleh karena itu, Emil mengajak seluruh peserta PPRA 62 sebagai calon pimpinan tingkat nasional untuk merefleksikan hal tersebut agar dapat menghadapi dinamika ke depannya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749