Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Marsdya TNI Wieko Syofyan bersama sejumlah pejabat dan personel Kedeputian Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI bertolak ke Lokus Provinsi Kepulauan Riau, Rabu 7 April 2021 sampai Kamis 8 April 2021. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian pendalaman materi Kajian Jangka Panjang dengan judul “Optimalisasi Peran Media Sosial Guna Mengembangkan Wawasan Kebangsaan”.

Dipilihnya Provinsi Kepulauan Riau menjadi Lokus kajian karena Provinsi Kepulauan Riau memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Pulau Sumatera dan peringkat ke-4 nasional dengan skor 75.48. Indeks IPM yang tinggi akan menjadi sumbangan yang penting bagi pengumpulan data sebagai acuan bagi daerah-daerah lainnya dalam kaitan optimalisasi peran media sosial di daerah tersebut.

Selama dua hari berada di Provinsi Kepulauan Riau, rombongan Lemhannas RI menyelenggarakan empat Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pihak. Dari diskusi tersebut, Lemhannas RI diharapkan akan mendapat masukan suatu konsep pemikiran tentang bagaimana optimalisasi penggunaan media sosial untuk menyebarluaskan pemahaman wawasan kebangsaan secara lebih menarik dan informatif, sehingga masyarakat mendapatkan landasan yang kuat dalam berbangsa dan bernegara.

Pada FGD pertama, Lemhannas RI akan berdiskusi dengan pihak Universitas Maritim Raja Aji Haji (UMRAH). Hadir pada kesempatan tersebut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMRAH Dr. Oksep Adhayanto, S.H., M.H. dan Kepala Dinas Kominfo Kota Batam Azril Apriansyah, S.T., M.T. sebagai narasumber serta Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dr. H. Abdul Malik, M.Pd. dan Presiden BEM UMRAH Rindi Afriadi selaku penanggap. Selanjutnya pada FGD kedua, rombongan Lemhannas RI akan berdiskusi dengan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau yang Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kepulauan Riau Irjen Pol. Dr. Aris Budiman M.Si. Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Bidang Humas Polda Kepri Kombes Pol. Harry Goldenhardt S., S.IK., M.Si, Kabagops Binda Kepulauan Riau Kolonel Chb Komara Manurung, Kepala Bagian Kesbangpoldagri Kota Batam Riama Manurung S.H., M.H., dan Pemimpin Redaksi nukepri.or.id Sholihul Abidin.

Pada hari kedua, Lemhannas RI berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang diwakili oleh Asisten 2 Bidang Ekonomi Pembangunan Provinsi Kepri Syamsul Bahrum, Ph.D, Kepala Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Kepri Hj. Riawina SS sebagai narasumber serta Direktur Utama Batam Pos Online Candra Ibrahim, S.E. dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Putera Batam Dr. Razaki Persada, S.E., M.Si sebagai penanggap. Kemudian diskusi terakhir dilaksanakan dengan Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama/Dam I Bukit Barisan yang dihadiri Kepala Staf Korem (Kasrem 033/WP) Kolonel Inf Enoh Solehudin dan Ketua Umum Pengurus Cabang Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh (JQHNU) Kota Batam Ahmad Jamzuri Saud, S.Pd. selaku narasumber serta Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kepri yang juga merupakan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Internasional Muhammadiyah Batam H. Arifuddin Djalil, S.Ag., M.I.Kom dan Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Hang Nadim Batam Letkol Pnb. Iwan Setiawan, S.A.P. selaku penanggap.

“Media sosial saat ini bahkan sudah menjadi candu bagi masyarakat, hampir tidak ada warga perkotaan yang tidak mengakses media sosial,” kata Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan. Berdasarkan hasil penelitian, disebutkan setiap hari rata-rata orang menghabiskan waktu 135 menit untuk berselancar di berbagai media sosial seperti, Facebook, Youtube, Twitter, Instagram, Whatsapp dan lain sebagainya. Karakteristik media sosial yang interaktif, menarik, cepat dan mudah diakses menjadikan media sosial mempunyai kekuatan besar dalam membentuk pola kehidupan masyarakat. Bahkan saat ini media sosial dirasa mampu menyebarkan pesan secara revolusioner. Efek yang ditimbulkan dari pesan yang disebarkan dapat menjadi sedemikian luas sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku kolektif masyarakat.

Seiring dengan semakin terbukanya arus informasi, muncul berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut Wieko menyampaikan bahwa tantangan terberat adalah ketika Pancasila sebagai ideologi Negara dan falsafah bangsa tidak lagi menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Pancasila merupakan ideologi hidup di tengah masyarakat yang harus selalu dijaga,” ujar Wieko. Keutuhan Indonesia sebagai negara kesatuan tergantung dari bagaimana warga negara menjaga nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa.

Wieko menjelaskan bahwa salah satu cara menjaga nilai-nilai Pancasila adalah dengan memberikan pengetahuan wawasan kebangsaan yang lebih luas sehingga masyarakat mendapat pemahaman yang lebih mendalam mengenai visi besar dari sebuah negara, serta memiliki landasan yang kokoh agar tidak jatuh kepada nilai-nilai yang merugikan bangsa. “Perkembangan wawasan kebangsaan diharapkan semakin pesat ketika dapat memanfaatkan segala sarana dan sumber daya yang ada, termasuk media sosial yang saat ini sedang digemari masyarakat,” ujar Wieko. Media sosial dapat digunakan untuk menginformasikan nilai-nilai wawasan kebangsaan secara luas kepada masyarakat sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mengantisipasi nilai-nilai yang merugikan bangsa dan mengadopsi sikap mental yang mendukung terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Namun, kondisi yang ada saat ini adalah media sosial belum banyak digunakan untuk menyosialisasikan materi wawasan kebangsaan. Proporsi konten yang berisi tema wawasan kebangsaan masih lebih sedikit dibandingkan konten-konten lain yang bersifat hiburan yang banyak di antaranya kurang bermanfaat bahkan dapat memberikan dampak negatif. Padahal media sosial memiliki peran strategis untuk menyampaikan informasi mengenai berbagai persoalan. “Oleh karena itu penggunaan media sosial untuk menyosialisasikan pengetahuan mengenai wawasan kebangsaan perlu diusahakan agar lebih optimal,” kata Wieko.

 


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi salah satu narasumber dalam Webinar Nasional “Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Universitas 17 Agustus 1945, Kamis (8/4).

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa Lemhannas RI sendiri sudah pernah meluncurkan sebuah buku berjudul “Indonesia Menoedjoe 2045” yang berisikan rekomendasi, usulan, dan solusi yang dapat dikategorikan sebagai loncatan dan terobosan dalam mempersiapkan manusia Indonesia unggul yang setara dengan bangsa-bangsa termaju di dunia. Buku tersebut ditulis dengan asumsi mayoritas negara dan bangsa akan lebih maju di tahun 2045 dibanding sekarang, tapi Indonesia harus sanggup mencapai kemajuan luar biasa untuk berdiri di jajaran depan.

Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa tahun Indonesia Emas 2045 mencakup tantangan bonus demografi. Namun, sebelum memasuki tahun 2045 kini Indonesia dan mayoritas negara di dunia dihadapkan dengan pandemi Covid-19. “Pandemi tidak bisa kita pandang hanyalah sebuah keadaan sambil lalu, tapi meninggalkan implikasi yang bisa berjangka panjang untuk dipulihkan,” kata Agus.

Laporan dari Bank Dunia dan World Economic Forum, setelah pandemi Covid-19 tingkat kelaparan, malnutrisi, dan stunting semakin meningkat pada anak-anak usia PAUD dan usia SD. Dalam laporan tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari sepertiga rumah tangga di Indonesia makan lebih sedikit dibanding dengan masa sebelum pandemi Covid-19 dan seperempatnya menyatakan mereka kehabisan makanan. Kemudian dalam laporan tersebut juga dinyatakan banyak penduduk yang kembali masuk dalam jurang kemiskinan dengan adanya pandemi Covid-19. Sedangkan keadaan kesenjangan telah terjadi antara negara kaya, negara berkembang, dan negara miskin; antara keluarga mampu dan keluarga tidak mampu; dan antara tersedia dan tidak tersedianya konektivitas internet di wilayah-wilayah di masing-masing negara.

Dampak terhadap dunia pendidikan adalah sekolah harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Dalam mengatasi hal tersebut, teknologi menjadi salah satu alat penting untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Namun, dalam mewujudkan pembelajaran jarak jauh juga diperlukan dukungan prasyarat seperti listrik, internet, alat komunikasi, isi materi yang disesuaikan dengan pembelajaran jarak jauh, dan kemampuan guru yang terbiasa mengajar tatap muka menjadi jarak jauh. “Oleh karena itu, kita perlu untuk membekali pengalaman bagi para guru dan kemampuan untuk mengajar jarak jauh,” ujar Agus.

Kemudian Agus menyampaikan keadaan Indonesia berdasarkan Human Development Report 2020 yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menunjukkan bahwa Human Development Indeks (HDI) Indonesia berada di angka 0.718 sedangkan rata-rata dunia berada di angka 0.737. Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi 107 dari 189 negara dan Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Laporan tersebut juga menyebutkan Usia Harapan Hidup Indonesia yang berada di angka 71.7 tahun, masih di bawah rata-rata dunia yang berada di angka 72.8 tahun dan membuat Indonesia berada di posisi 119 dari 189 negara.

Dalam aspek kesehatan, ketersediaan dokter per 1000 penduduk Indonesia hanya berada di rata-rata angka 0,4 sedangkan rata-rata dunia 1,6. Sehingga Indonesia berada di posisi 154 dari 200 negara. Pada data tingkat kematian bayi, data yang mengukur kematian bayi sebelum umur satu tahun yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi, Indonesia memiliki data rata-rata sebesar 21,1 dan data rata-rata dunia sebesar 28.4 yang membuat Indonesia berada pada posisi 115 dari 189 negara.

Masih dari laporan yang sama, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia dinyatakan pada angka USD 11,459 dan masih di bawah rata-rata dunia pada USD 16,734 dan menempatkan Indonesia di posisi 103 dari 189 negara. Sejalan dengan hal tersebut, nilai Programme for Internasional Student Assessment (PISA) siswa Indonesia berada di angka 382, di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. PISA adalah penelitian dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dilakukan di 78 negara pada siswa berumur sekitar 15 tahun pada kemampuan membaca, matematika, sains, dan domain inovatif serta kesejahteraan siswa. Domain inovatif pada tahun 2018 adalah kompetensi global, sedangkan domain inovatif pada tahun 2022 adalah berpikir kreatif.

Dari hal tersebut, Agus kemudian menyampaikan 4 pilar utama yang menjadi kerangka pembangunan menuju 2045. Pilar pertama, menggenjot secara serius pembangunan SDM yang mengarah pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Selain itu, harus ada peningkatan peran kebudayaan dalam pembangunan, derajat kesehatan dan kualitas hidup rakyat terus meningkat, serta reformasi ketenagakerjaan,” kata Agus. Kemudian pilar kedua, yakni pembangunan ekonomi berkelanjutan menekankan peningkatan investasi dan perdagangan luar negeri. Menurut agus, harus ada percepatan di dunia industri dan pariwisata, pembangunan ekonomi maritim, dan pemantapan keahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, pemantapan ketahanan energi dan air, serta komitmen terhadap lingkungan hidup.

Selanjutnya pilar ketiga, tingkat kemiskinan harus ditekan dengan usaha dan pendapatan secara merata. Pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dan merata juga tidak boleh kendor. Terakhir pilar keempat, memantapkan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan berlandaskan demokrasi substantif. Agus menegaskan harus adanya reformasi kelembagaan dan birokrasi, penguatan sistem hukum nasional dan antikorupsi, politik luar negeri bebas aktif, serta penguatan ketahanan dan keamanan adalah keharusan.


Kepala Pusat Laboratorium (Kapuslab) Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Marsma TNI Suroto, S.T., M.A.P. didampingi sejumlah personel Lemhannas RI berangkat ke Palu, Sulawesi Tengah, pada Kamis (8/4). Keberangkatan tersebut guna melaksanakan kegiatan Diseminasi Pengukuran Ketahanan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Diseminasi Pengukuran Ketahanan Nasional dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan belum diketahui dan dipahaminya kemanfaatan hasil pengukuran Ketahanan Nasional bagi perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional di daerah. Hal tersebut telah berdampak terhadap kerja sama pengukuran indeks ketahanan di daerah yang belum sesuai dengan yang diharapkan, terutama dalam memasukan data Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional (Siskurtannas). Hal yang menjadi pokok bahasan pada kegiatan diseminasi tersebut adalah Hasil Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020, Data Statistik Provinsi Sulawesi Tengah, serta Kondisi Ketahanan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 dan Pemanfaatan Sirkurtannas.

“Ketahanan nasional memiliki nilai yang sangat strategis bagi terjaminnya kelangsungan hidup kita bangsa Indonesia,” kata Kapuslab Lemhannas RI Marsma TNI Suroto, S.T., M.A.P. Saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, mulai dari persoalan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, separatisme, terorisme dan radikalisme, intoleransi, sampai dengan pandemi Covid-19. “Apabila kita tidak memiliki ketahanan atau daya survive yang sangat tangguh, tidak menutup kemungkinan itu semua akan berpotensi membahayakan negara,” ujar Suroto.

Oleh karena itu, Suroto menegaskan bahwa kondisi ketahanan nasional Republik Indonesia harus senantiasa dapat dipantau untuk mewaspadai dan menjaga agar kondisi ketahanan nasional Republik Indonesia senantiasa berada pada kondisi yang sangat aman, walaupun ketika ke depannya harus dihadapkan dengan berbagai kemungkinan ancaman yang akan terjadi. Suroto berpendapat bahwa dengan mengetahui kondisi ketahanan nasional tersebut, Indonesia dapat mengambil langkah, upaya, dan antisipasi strategis dengan melakukan penguatan-penguatan pada aspek-aspek tertentu yang dinilai masih lemah melalui program-progam pembangunan nasional baik pada tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Suroto juga menyampaikan bahwa pembinaan ketahanan nasional di Provinsi Sulawesi Tengah telah diakomodasi dengan nota kesepahaman antara Lemhannas RI dengan Provinsi Sulawesi Tengah, Nomor: NK / 03 / III / 2016 atau Nomor: 301 / 05 / 18KHPD / 2016 Tentang Kerjasama Peningkatan dan Pengembangan Ketahanan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah. Tidak hanya karena nota kesepahaman tersebut, kegiatan diseminasi juga dilaksanakan dalam rangka merespons surat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI Nomor: 4802 / DT.7.5 / 04 / 2019 tanggal 26 April 2019 Tentang Laporan Hasil Monitoring Indeks Ketahanan Nasional yang merekomendasikan kepada Lemhannas RI agar secara aktif melakukan diseminasi dan Focus Group Discussion pengukuran indeks ketahanan nasional di daerah.

“Kegiatan diseminasi hari ini merupakan tahapan awal dari rangkaian kegiatan kerjasama pengukuran ketahanan nasional Provinsi Sulawesi Tengah oleh Pusat Laboratorium Lemhannas RI yang berkelanjutan ke depannya,” kata Suroto. Pada kegiatan diseminasi tersebut, Lemhannas RI juga menyosialisasikan aplikasi Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional yang sudah dimiliki oleh Lemhannas RI yang akan bermanfaat bagi Lemhannas RI dan Provinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan tersebut diharapkan akan mempermudah dan memperlancar kegiatan uji coba dan integrasi data pengukuran ketahanan nasional Provinsi Sulawesi Tengah dengan basis data Kabupaten/Kota yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2022.

Kegiatan tersebut mengundang Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulteng, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulteng, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Sulteng, Sekretaris Sekretariat DPRD Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Peindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Sulteng, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng, dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng.

 


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi salah satu pembicara dalam Webinar Kebangsaan dengan tema “Urgensi Penyusunan Kurikulum Bela Negara di Tingkat Perguruan Tinggi”. Webinar tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Studi Kajian dan Riset Bela Negara pada Rabu (7/4). Agus memulai paparannya dengan mengutip definisi bela negara yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang berbunyi “Bela negara memiliki spektrum yang sangat luas di berbagai bidang kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, sosial dan budaya. bela negara bisa dilakukan oleh setiap warga negara yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai peran dan profesinya,”.

Lebih lanjut Agus menekankan bahwa bela negara bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, bisa dilakukan setiap warga negara, bukan hanya anggota TNI saja dan setiap warga negara tidak dimaksudkan untuk dijadikan menjadi anggota TNI, serta diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan peran dan profesinya. “Ada kesan bahwa bela negara itu sangat erat hubungannya dengan dan kadang-kadang dikaitkan dengan kehidupan kemiliteran,” kata Agus.

Kemudian Agus menyampaikan mengenai nilai-nilai dasar dalam bela negara yang disampaikan Menteri Pertahanan Periode 2014-2019 Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu yang terdiri dari cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin pada pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, dan memiliki kemampuan awal bela negara. Agus berpendapat bahwa dari hanya 1 dari 5 nilai yang nantinya akan bermuara pada keanggotaan TNI, yakni memiliki kemampuan awal bela negara. Sisanya bukan berada pada aspek pertahanan, melainkan berada pada aspek kewarganegaraan, wawasan kebangsaan, serta pengetahuan berbangsa dan bernegara yang bukan bagian dari Kementerian Pertahanan. Oleh karena itu, harus dicari siapa pelaksana utama dari empat nilai lainnya.

Pada kesempatan tersebut, Agus menjelaskan bahwa sebelum menyusun kurikulum Perguruan Tinggi tentang bela negara, perlu ada kesepahaman dalam penafsiran definisi. Menurut Agus fungsi penataan sistem bela negara belum memberikan makna yang dapat dilaksanakan secara konkret, komprehensif, dan final. “Nyatanya banyak multitafsir tentang bela negara,” ujar Agus. Selanjutnya Agus juga menyampaikan bahwa 4 dari 5 nilai dasar dalam bela negara berada pada domain pendidikan dan sosial. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memberi keseimbangan pada efektivitas seluruh lembaga agar mampu melaksanakan dan membangun kesadaran bela negara terutama pendidikan formal dan non formal.

Menurut Agus bela negara hakikatnya adalah cinta tanah air dan menjadi warga negara yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu sarana pendukungnya adalah melalui pelajaran kewarganegaraan dan pelajaran sejarah kebangsaan. “Jika kita tidak mengenal sejarah kebangsaan kita sendiri, kita tidak bisa menghargai bangsa kita sendiri,” kata Agus. Agus menekankan bahwa tidak bisa menanamkan cinta tanah air secara instan jika tidak memahami dan mengenali bangsa sendiri.

Menurut Agus yang harus dibekalkan pada kurikulum tingkat perguruan tinggi adalah cinta tanah air dan menjadi warga negara yang baik. Kurikulum tersebut yang merupakan bagian dari pengetahuan tidak bisa terpisahkan dari batang tubuh ilmu pengetahuan secara utuh yang diajarkan melalui sejarah kebangsaan, sejarah dan konten konstitusi, wawasan kebangsaan dan pengetahuan lainnya. “Pengetahuan itu diintegrasikan dengan batang tubuh ilmu pengetahuan lainnya secara komprehensif,” kata Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa bela negara merupakan gagasan yang berlingkup nasional dan bermuara pada cinta tanah air. Bela negara tidak hanya dalam lingkup senjata, tapi termasuk juga pikiran cerdas di semua sektor dan lini dalam rangka menjaga kedaulatan, martabat, dan harga diri bangsa. “Bela negara bukan hanya tugas tentara, melainkan tugas seluruh warga negara,” tutur Agus.

Tantangan saat ini adalah bagaimana pendidikan dapat membentuk manusia Indonesia yang mengerti bela negara dengan membawa peradaban baru, kreatif, berani bersaing, dan patuh kewajiban sebagai warga negara yang mematuhi semua regulasi, Undang-Undang, dan konstitusi. Oleh karena itu, menjadi tugas bersama untuk menunjukan bahwa bela negara melalui pendekatan dalam gagasan utuh menyeluruh dalam sinergi seluruh sistem kemasyarakatan dan fungsi pemerintahan.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749