Press Release

Nomor  : PR/ 6/VI/2021

Tanggal :   2 Juni 2021

Jakarta –  Pemuda adalah kekuatan yang penting dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila saat ini, sementara generasi tua harus menjadi pendorong bagi pemuda. Menurut Agus, pemuda adalah anak panah yang melesat ke depan. Sementara generas tua  akan “fade away” atau menghilang.

“Akan tetapi kami yang tua ini adalah busurnya. Harus ada kesesuaian antara busur dan anak panah,” Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo pada Webinar Gebyar Wawasan Kebangsaan di Jakarta, (2/6). Pancasila, menurut Agus perlu dibangun oleh para pendiri bangsa. Tantangannya adalah bagaimana menerjemahkan itu dalam perilaku yang konkret.

Untuk itulah, Lemhannas perlu berteman dengan kawan-kawan baru dari generasi milenial. "Lemhannas perlu ngobrol, bukan ceramah juga, bukan melakukan  indoktrinasi," Agus.

Atas hal tersebut, Indonesia menaruh harapan besar pada generasi milenial agar dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila. Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada era internet dengan pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi sebelumnya dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi.

Sherly Annavita Rahmy, sosok pemuda yang menjadi tamu dalam acara itu menekankan, pendidikan adalah kunci paling ampuh untuk mengubah banyak hal. Hal ini akan menjadi kemampuan pemuda dalam menyaring informasi apa saja yang mereka terima. Dia setuju juga berpikir kritis lebih diutamakan bagi pemuda dalam menyelesaikan tantangan yang dihadapi saat ini, misalnya isu toleransi. “Semua informasi yang diterima dari sosial media, harus disaring, difilter, mana yang logis dan tidak,” kata kreator konten asal Lhokseumawe Aceh ini.

Sherly juga mengatakan emuda harus memiliki kemampuan critical thinking. Selama ini anak muda sering terekspose intoleransi atau terpapar di hilir. "Artinya critical thinkingnya ga jalan, asalnya dari mana,” lanjut Sherly. Menurutnya ada dua pemicu intoleransi di pemuda, yaitu pertama dari provokator atau muncul dari akun anonim, yang kedua berasal dari latar belakang yang tidak jelas.

“Bicara tentang intoleransi, bicaranya radikalisme, ekstremismie lahir dari provokator, bisa jadi akun anonomi. Satu orang bisa punya 12 akun,” lanjut Sherly. Menurutnya solusi yang perlu dilakukan adalah membina dan sadarkan pelakunya. “Kalau ada sebab lain, otomatis temukan sebab itu dan selesaikan. Kita tidak bisa mengakui ada asap, tapi tidak mengakui ada api,” kata Sherly.

Lemhannas merasa terpanggil mendekatkan anak milenial dengan Pancasila. Caranya mengajak ngobrol dengan mereka melalui daring dan mempertemukan anak milenial dari seluruh Indonesia. Dalam sehari, generasi pemuda bisa mengakses internet 8 sampai 13 jam. Untuk itu penggunaan sosial media sebagai alat sosialisasi Pancasila yang efektif sudah mulai perlu dilakukan.

Karena anak milenial umumnya dekat dunia digital maka, pendekatannya pun melalui era digital. Lembaga ini ingin ngobrol langsung dengan anak-anak milenial ini, sebenarnya apa yang ada di benak mereka tentang Pancasila.   Acara yang dihelat pada  Rabu, 2 Juni 2021,  pukul 09.00 s.d. 12.00 WIB, tersebut menghadirkan  narasumber terkemuka, di antaranya, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo Gubernur Lemhannas RI,  sejarawan Dr. Anhar Gonggong, dan Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh.

Kegiatan ini juga diharapkan mampu membangkitkan semangat generasi milenial untuk terus berkarya demi masa depan Indonesia. Sehingga generasi milenial mampu memperkokoh NKRI dalam menghadapi segala bentuk tantangan, ancaman, hambatan, gangguan persaingan global untuk ketahanan nasional.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI

 


Press Release

Nomor  : PR/ 4/VI/2021

Tanggal :   2 Juni 2021

Jakarta – Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo sampaikan Pancasila di tengah arus globalisasi harus membumi. “Pancasila di tengah arus globalisasi ini harus ‘menginjak bumi’ agar maknanya lebih mendalam,” lanjut Agus di depan 900 pemuda peserta Seminar Gebyar Wawasan Kebangsaan #GueCintaPancasila secara daring di Jakarta, Rabu (2/6).

“Membumikan Pancasila adalah tantangan ke depan menghadapi generasi milenial ke bawah yang lebih mengenal gadget ketimbang pada era-era sebelumnya,” kata Agus di sela-sela diskusi. Pemuda saat ini dihadapkan dengan kondisi bahwa korupsi di negeri kita masih di urutan terakhir. “Era dulu di mana semua siswa wajib menghafal Pancasila, UUD 1945, menyanyikan lagu kebangsaan, era di mana nilai-nilai kebangsaan yang dulu sudah digaungkan. Kenyataannya, Indonesia sampai di usia 75 tahun ini masih belum beranjak menjadi negara maju,” kata purnawirawan perwira tinggi  Angkatan Darat tersebut.

Lemhannas melihat bahwa masyarakat Indonesia kian jauh memaknai Pancasila secara utuh utamanya di era digital teknologi. “Bahkan yang paling mendasar, menghafal lima sila Pancasila pun banyak yang kesulitan. Kalau mereka saja tidak tahu isi Pancasila, bagaimana memaknainya dalam kehidupan sehari-hari?” kata Agus.

Derasnya arus globalisasi rentan merusak jati diri bangsa, jika tidak disaring melalui literasi media. Informasi yang tidak valid, tentu  mudah merasuk sendi-sendi kehidupan.  Akibatnya, informasi yang tidak benar atau disebut hoax, akan mencemari  kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini jika kita menelan mentah-mentah informasi media sosial atau internet, tanpa menyaringnya dengan bijaksana.

Nilai-nilai Pancasila sebagai penyaring dan penjaga kepribadian bangsa harusnya bisa membendung arus globalisasi itu. Untuk itulah perlu kembali menggaungkan di semua lini pemerintahan. Terlebih lagi, pengguna digital saat ini didominasi generasi milenial, yang kelak menjadi penerus bangsa. Tentu, filter-filter bernama nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan untuk generasi penerus bangsa ini.

Untuk mendekatkan Pancasila dengan generasi milenial, Lemhannas RI membuat acara Gebyar Wawasan Kebangsaan. Acara dilaksanakan untuk memperingati hari Lahir Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Juni. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Lemhannas RI sabagai sosialisasi dan diseminasi nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial dan masyarakat secara luas.

Lemhannas mengajak sekitar 900 peserta orang anak-anak milenial yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka diajak berbincang dengan Gubernur Lemhannas dan nara sumber lain untuk mengetahui lebih dekat keinginan generasi milenial terhadap Pancasila. Peserta yang kebanyakan pemuda dan perwakilan komunitas masyarakat dari seluruh Indonesia diharapkan menjadi agen-agen penggerak perubahan bagi para generasi millennial. Tujuannya meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik agar berkarya bagi Indonesia.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI

 


Jakarta – Kreator Konten kelahiran Lhokseumawe Aceh, Sherly Annavita Rahmi menyebutkan, pemuda saat ini dapat membuktikan dirinya dengan karya dalam menerapkan Pancasila. Menurutnya pemuda hari ini menyukai Pancasila yang bisa dimaknai lebih dinamis, terbuka, dan membumi.

Sikap-sikap yang ada dalam Pancasila bisa diterapkan berasal dari hal kecil dan diri sendiri. "Kita mulai berkarya lewat hal yang paling kecil dari yang kita bisa. Kemudian mulai dari diri kita sendiri. Sehingga tidak hanya berupa jargon. Tidak doktrin belaka. Apalagi generasi muda sekarang tidak suka digurui,” kata Sherly saat Gebyar Wawasan Kebangsaan di Jakarta, Rabu(2/6).

Pemuda juga membutuhkan sosok-sosok pemimpin yang berintegritas. “Apa yg kami lihat dari orang tua kami, bahwa media lebih senang mengamplify isu-isu korupsi kolusi dan nepotisme, daripada isu-isu pemimpin berintegritas,” lanjutnya.

Sherly juga menilai Pancasila yang disosialisasikan kepada para pemuda sebaiknya diskusi yang berlangsung dua arah menggunakan sosial media. “Sosialisasi Nilai-nilai kebangsaan di Pancasila kepada generasi muda secara khusus sebaiknya berlangsung dua arah. Anak muda juga perlu proaktif mendekati dunia yang digandrungi sekarang, seperti internet dan media sosial,” kata Sherly.

Penggunaan sosial media perlu menjadi perhatian pemerintah saat ini. Sebab hampir sekitar 8 sampai 12 jam  waktu yang digunakan oleh pemuda saat ini adalah beserselancar di internet. “Saya pikir teman-teman generasi Z yang pada akhirnya lebih banyak waktunya habis di internet. Inilah yang akan masuk dalam mindset pikiran dan akan membuka sisi-sisi awarness mereka,” kata lulusan Universitas Paramadina dan Swinburne University ini.

Penerapan Pancasila: Perlu Sistem Penghargaan dan Kritik bagi Pemuda

Penerapan nilai-nilai Pancasila menurut Sherly sudah tidak bisa lagi menggunakan jargon dan bersifat satu arah, tapi bersifat proaktif melibatkan pemuda dengan sistem reward and punishment (penghargaan dan penghukuman). “Penerapan Pancasila bukan hanya tentang tools-nya, tapi juga tentang pelibatan anak mudanya,” kata Sherly.

Dalam hal reward and punishment adalah dengan memberikan penghargaan dan kritik bila salah dalam memahami dan menerapkan Pancasila. “Ayo kita jadikan itu sebagai sebuah cara. Punishment berupa kritik kepada pemuda dengan memberikan pemahaman bahwa ini salah dan membangun kesadaran diri,” lanjut Sherly.

Di sisi lain, mungkin banyak pemuda yang telah membuktikan dengan karya nyata atau dalam perbuatan kecil, tapi mereka belum menyadari bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan Pancasila. “Atau terbalik, jangan-jangan sebenarnya kita sudah kerjakan tapi kita tidak tahu bahwa ini tindakan Pancasila. Mulai dari hal-hal kecil dan remeh temeh mungkin dianggap sepele,” kata Sherly.

Mengaplikasipan Pancasila pada kehidupan sehari-hari dengan tindakan yang terkecil adalah panggilan untuk semua pihak. Melihat kondisi saat ini, pemuda bisa menerapkannya dalam berselancar di dunia maya, dengan tidak diam saja melihat konten hoaks dan menyimpang.  “Jangan-jangan banyaknya konten hoaks atau konten-konten yang menyimpang bukan karena memang secara logikal masuk akal atau secara kualitas bisa diterima, tapi karena orang baiknya diam aja,” kata Sherly.

Sudah saatnya semua komponan bangsa perlu menarik garis tegas implementasi Pancasila melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yakni, nilai mana yang perlu diimplementasikan dan nilai apa yang bertentangan dengan Pancasila. Teori-teori yang selama ini sudah khatam menjadi pegangan masyarakat, sudah saatnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Teori tanpa praktik tak akan berarti apa-apa,” kata Agus.

Berkaca pada negara-negara maju, kata Agus, mereka menjalankan nilai-nilai yang mereka pegang dari  teori yang ada, setelah itu menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. “Contohnya, Jepang yang terkenal kedisiplinannya dalam membuang sampah, dan budaya antre. Juga negara Skandinavia memiliki minat literasi tertinggi di dunia. Negara ini sejahtera dan merasakan keadilan. Ada juga Finlandia yang sistem pendidikannya terbaik di dunia,” kata Agus Widjojo. Semua negara maju sadar, teori tanpa implementasi tak akan berarti apa-apa.

 Diskusi di atas mengemuka pada Gebyar Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI sebagai acara berbagi pendapat tentang Pancasila dengan generasi milenial dan masyarakat secara luas. Kegiatan ini diharapkan dapat  menanamkan nilai-nilai Pancasila, sehingga gaungnya mampu menerobos sendi-sendi kehidupan pada setiap anak bangsa yang mendengarnya.

Kegiatan ini diikuti oleh 900 pemuda yang berasal perwakilan komunitas masyarakat dari seluruh Indonesia. Mereka diharapkan dapat menjadi agen-agen penggerak perubahan bagi para generasi millenial dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik. Kegiatan ini diharapkan mampu membangkitkan semangat generasi milenial untuk terus berkarya demi masa depan Indonesia.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI

 


Press Release

Nomor  : PR/ 3  /VI/2021

Tanggal :   2 Juni 2021

Jakarta –  Sila ke lima Pancasila dinilai Gubernur Lemhannas RI  merosot  di tengah pandemi yang berlanjut hingga sekarang.  Buktinya, sepanjang tahun 2019 hingga 2020 terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin.

“Ini membuktikan bahwa nilai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia belum merata,” kata Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat membuka acara Gebyar Wawasan Kebangsaan secara daring yang disiarkan langsung di Jakarta, Rabu (2/6). Agus menyampaikan ini di hadapan 900 pemuda yang mewakili organisasi kemasyarakan seluruh Indonesia tersebut.

Lemhannas merujuk  data Badan Pusat Statistik, September 2020 yang menyebutkan jumlah penduduk miskin mencapai 27.55 juta jiwa atau 10.19 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini meningkat 0.41 persen dari Maret 2020 yang berjumlah 26.42 juta jiwa.

Selain kemiskinan, terorisme juga menjadi tantangan yang mengancam eksistensi Pancasila.  Berdasarkan data Global Terrorism Index tahun 2019, Indonesia berada di urutan ke-35 dari 138 negara yang terdampak terorisme. Belum lagi konflik yang masih sering terjadi di Indonesia semakin menambah tantangan terhadap program sosialisasi dan penanaman nilai-nilai Pancasila. “Kemiskinan juga berpengaruh terhadap meningkatnya konflik horizontal,” kata Gubernur.

Atas hal tersebut, Indonesia menaruh harapan besar pada generasi milenial agar dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila. “Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada era internet dengan pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi sebelumnya dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi,” kata Agus. Untuk itulah Lemhannas merasa perlu mengkaderisasi nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus ini.

Lemhannas merasa terpanggil mendekatkan anak milenial dengan Pancasila. Caranya mengajak ngobrol dengan mereka melalui daring dan mempertemukan anak milenial dari seluruh Indonesia. Karena anak milenial umumnya dekat dunia digital maka, pendekatannya pun melalui era digital. Lembaga ini ingin ngobrol langsung dengan anak-anak milenial ini, sebenarnya apa yang ada di benak mereka tentang Pancasila. Samakah dengan generasi lanjut usia? Jika berbeda bagaimana menjembataninya? 

Salah satu strategi menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui “Gebyar Wawasan Kebangsaan“ #GueCintaPancasila yang digelar Lemhannas RI secara daring.

Acara yang dihelat pada  Rabu, 2 Juni 2021,  pukul 09.00 s.d. 12.00 WIB, tersebut menghadirkan  narasumber terkemuka, di antaranya, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo Gubernur Lemhannas RI,  sejarawan Dr. Anhar Gonggong, dan Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh.

Acara ini digelar bersamaan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni. Dengan kegiatan bersifat gebyar dan besar, Lemhannas ingin gaungnya mampu menerobos sendi-sendi kehidupan setiap anak bangsa yang mendengarnya.

Kegiatan ini juga diharapkan mampu membangkitkan semangat generasi milenial untuk terus berkarya demi masa depan Indonesia. Sehingga generasi milenial mampu memperkokoh NKRI dalam menghadapi segala bentuk tantangan, ancaman, hambatan, gangguan persaingan global untuk ketahanan nasional.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749