Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Dra. Riza Sarasvita, M.Si, MHS, P.hD. mewakili Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M. memberikan ceramah pada Penataran Istri/Suami peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI, Kamis (26/8). Pada kesempatan tersebut Riza memberikan ceramah yang berjudul “Penanggulangan Narkoba di Masa Pandemi Menuju Indonesia Bersih Narkoba (Bersinar)”.

Pada awal paparannya, Riza menjelaskan tentang kejahatan narkotika yang merupakan salah satu jenis kejahatan luar biasa dan kejahatan terorganisir lintas negara/internasional sehingga dapat menjadi ancaman serius karena dapat merusak kehidupan suatu bangsa. “Kita perlu melakukan perlawanan terhadap salah satu kejahatan luar biasa yang menjadi tantangan negara-negara di dunia termasuk Indonesia,” kata Riza.

Riza juga mengatakan bahwa ancaman dari narkotika di Indonesia meliputi beberapa hal, salah satunya adalah daya rusak. Daya rusak akibat dari narkotika lebih serius dibanding korupsi dan terorisme karena dapat merusak otak dan tidak ada jaminan sembuh. Lebih lanjut, Riza menyampaikan bahwa hingga saat ini sudah ditemukan 83 jenis narkotika baru, salah satunya adalah New Psychoactive Substances (NPS).

Kemudian Riza memaparkan data jumlah penduduk pemakai narkoba tahun 2019 berdasarkan Penelitian BNN dan Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya. Sebanyak 4,5 juta jiwa penduduk Indonesia umur 15 sampai dengan 64 tahun pernah menggunakan narkotika. Dalam kasus tersebut laki-laki lebih cenderung terpapar narkotika dibanding perempuan.

Kondisi geografi di Indonesia yang terletak di antara dua benua dengan ±17.499 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000km mengakibatkan lemahnya pengawasan di wilayah laut, udara, dan perbatasan. Penyelundupan narkotika biasanya menggunakan modus disamarkan dalam kemasan makanan, melalui jasa pengiriman paket, hingga masuk melalui pelabuhan kecil dengan kapal laut.

Oleh karena itu, BNN bekerja sama dengan berbagai pihak terkait termasuk pihak luar negeri untuk semakin memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk ke Indonesia. BNN berharap kerja sama tersebut bisa menjadi salah satu cara untuk menekan peredaran narkoba di Indonesia yang akan memutus jalur penyelundupan narkotika.

BNN membuat kebijakan dan strategi dalam rangka melakukan penanggulangan kejahatan narkoba, salah satunya ialah Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang terdiri dari langkah Pencegahan, Pemberantasan, dan Rehabilitasi. Pertama, Pencegahan dengan membangun sistem pencegahan dan membangun kemampuan masyarakat dalam menjaga dan melindungi setiap individu dari kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kedua, Pemberantasan yakni memperkuat hubungan kerja sama baik pada tingkat nasional maupun internasional untuk mencegah masuknya narkoba dari luar negeri ke NKRI sehingga tidak beredar di masyarakat. Ketiga, Rehabilitasi yakni membangun sistem rehabilitasi penyalahguna dan pecandu narkoba yang komprehensif serta meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan rehabilitasi sebagai upaya pemulihan penyalahguna dan pecandu narkoba.


Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lenny N. Rosalin, S.E., M.Sc., M.Fin. mewakili Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si. memberikan ceramah dalam Penataran Istri/Suami peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI. Pada kesempatan tersebut Lenny mengangkat tema “Peranan Perempuan dalam Pembangunan Nasional”, Rabu (25/8).

Pada awalan paparannya, Lenny mengatakan bahwa 54% dari 131 juta penduduk perempuan di Indonesia berada di usia produktif dan harus diperhatikan agar bisa menjadi potensi bangsa yang positif serta bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara. Lenny menjelaskan bahwa peran perempuan harus ditingkatkan karena fakta di lapangan masih banyak terjadi diskriminasi gender. Diskriminasi gender kerap terjadi pada lingkungan individu, keluarga, dan masyarakat publik. Ada empat hal kategori yang kerap terjadi yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotype, dan beban ganda. “Kata-kata diskriminasi gender di sini tidak pernah terungkap dan tidak pernah dijelaskan secara publik tetapi kita bisa merasakannya,” ujar Lenny.

Lebih lanjut, Lenny juga mengatakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat diukur dari tiga variabel pembentuk utama. Variabel tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga variabel tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur variabel kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya, untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur variabel hidup layak digunakan indikator Gross National Income (GNI) per kapita.

Lenny juga memaparkan mengenai Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) yang digunakan untuk mengukur persamaan peranan antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. Saat ini telah banyak perempuan yang menduduki jabatan strategis yang memungkinkan perempuan dapat berperan sebagai pengambil keputusan, namun dari aspek kualitas, masih terdapat banyak hal yang perlu ditingkatkan terkait dengan kompetensi yang dimiliki.

Lenny berharap seluruh pihak untuk memotivasi diri menjadi teladan dan agen perubahan bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar.


Kisah kehidupan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dituangkan dalam buku berjudul “Tentara Kok Mikir? Inspirasi Out of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo” karya Bernada Rurit yang diluncurkan di Lemhannas RI pada Rabu, 25 Agustus 2021. Dalam buku tersebut diceritakan kehidupan Agus Widjojo mulai dari masa kecil, kepribadian dan pertemanannya, pemikiran-pemikirannya, kiprahnya dalam dunia militer, dan persentuhannya dengan masyarakat sipil dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Buku ini juga memberikan ruang sisi humanis, keluarga, serta aktivitas organisasi dari seorang Agus Widjojo.

Judul “Tentara Kok Mikir? Inspirasi Out of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo” pasti menarik bagi banyak pihak. Pemilihan judul tersebut datang dari Agus sendiri, hal tersebut dilatarbelakangi pengalaman Agus yang dianggap terlalu banyak berpikir. “Tidak usah banyak berpikir Gus. Sudah ada semuanya, tinggal laksanakan,” kata Agus mengingat kata-kata yang pernah ditujukan padanya. Agus menegaskan bahwa hal tersebut ditujukan kepada Agus, bukan kepada rekan-rekan tentara lainnya.

“Selama berkarier di kemiliteran, Pak Agus WIdjojo memperlihatkan kecakapan dalam memimpin pasukan,” kata Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan. Hal tersebut dapat dilihat dari dipercayanya Agus menjadi Komandan Kompi, Komandan Batalyon, dan Komandan Brigade di Kesatuan Elite Kostrad serta kerap dipercaya mendapat tugas baik dalam dan luar negeri.

Wieko juga mengatakan bahwa pengetahuan dan pergaulan luas membuat Agus menjadi seorang tentara yang berpikiran terbuka dan berpandangan jauh ke depan. “Beliau dikenal sebagai jenderal pemikir,” tutur Wieko. Pada kesempatan tersebut, Wieko mewakili personel Lemhannas RI menyampaikan rasa bangga bahwa Agus pernah memimpin Lemhannas RI dengan visi jauh ke depan dan intelektualitas yang mumpuni. “Dipimpin Pak Agus Widjojo, kami belajar cara berkomunikasi dengan generasi milenial dan para aktivis media sosial yang punya pengaruh di jagat maya,” ujar Wieko.

“Agus yang saya kenal ini bukanlah tentara yang biasa, menurut saya,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Luhut, Agus adalah seorang jenderal yang melampaui zamannya. Akibatnya, seorang yang cerdas dan berpikir seperti Agus harus berbenturan dengan banyak orang karena memiliki gagasan-gagasan yang melampaui zamannya.

“Agus Widjojo seorang pemikir yang sulit dicari tandingannya,” lanjut Luhut. Judul buku “Tentara Kok Mikir? Inspirasi Out of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo” menggelitik ingatan Luhut ketika masih memanggul ransel dulu dan muncul anggapan hingga saat ini bahwa sejatinya seorang prajurit cukup ikuti perintah dan tidak perlu berpikir. Ada tiga kunci keteladanan yang harus dipenuhi oleh prajurit, yaitu Tanggap, Tanggon, dan Trengginas. Tanggap artinya cerdas, Tanggon artinya mental dan karakter kuat, dan Trengginas yang berarri kesehatan. Luhut melihat ketiga kunci keteladanan tersebut seluruhnya ada pada diri Agus Widjojo.

“Pak Agus sangat open minded,” kata Alissa Wahid. Hal tersebut disampaikan Alissa karena sikap Agus yang mau melihat suatu hal dengan mendalam, dari kedua sisi, dan memahami adanya spektrum bahwa tidak bisa melihat secara hitam putih. Alissa juga merasa bahwa Agus adalah seorang pemimpin principle centered leader. Seorang principle centered leader akan menggunakan prinsip-prinsip untuk memandang segala yang terjadi. Oleh karena itu, Alissa berharap Agus akan mereproduksi diri Agus agar ada lebih banyak pemimpin seperti Agus Widjojo.

“Pak Agus adalah man of ideas dan juga menjadi perwira yang kritis,” kata Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. SBY menilai Agus adalah seorang yang mengritisi masalah dan perbaikan sejak masih perwira muda, perwira menengah, hingga menjadi jenderal.

Pada kesempatan tersebut SBY menyampaikan harapannya pada Agus Widjojo. Pertama, SBY berharap Agus terus berkontribusi untuk negeri. “Pengabdian itu tidak pernah mengenal batas akhir. Old soldiers never die, they just fade away. Mari kita camkan itu sesama veteran, sesama purnawirawan TNI,” kata SBY. Kedua, SBY berharap Agus terus menjadi man of ideas, teruslah menjadi diri Agus Widjojo. Karena Agus memiliki nilai, mempunyai etos kerja, dan karakter yang tidak perlu berubah. “Pemimpin akan tahu bahwa self principle harus seperti batu karang. Tetapi ketika berkomunikasi, menyelesaikan masalah, dan membangun konsensus kita harus lentur seperti air, samudra,” kata SBY.

Hadir dalam peluncuran buku tersebut, antara lain Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Mantan Menteri Luar Negeri RI, Dr. Hassan Wirajuda, dan Mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Strategis TNI-AD Mayjen TNI (Purn) Tulus Sihombing. Adapun Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Dokter Ryu Hassan, Alissa Wahid, dan J. Kristiadi hadir secara virtual. Peluncuran buku tersebut dimoderatori oleh Glory Ojong dengan menghadirkan narasumber aktivis Dimas Oky Nugroho dan Wapemred Harian Kompas Tri Agung Kristanto.

 


Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia telah menimbulkan dampak yang sangat besar di berbagai bidang, kesehatan, sosial, keuangan dan ekonomi. Pembatasan interaksi antar manusia untuk menekan laju penularan Covid-19 ini telah membuat banyak aktivitas manusia terhenti atau menjadi sangat terbatas yang berdampak terhadap merosotnya aktivitas perekonomian. Melihat hal tersebut, Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI melihat perlu ada upaya yang harus dilakukan dengan memanfaatkan modal sosial.

Peserta PPRA 62 Lemhannas RI menyelenggarakan Seminar Nasional dengan judul Modal Sosial dan Budaya Menjadi Kekuatan Nasional dalam Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19, Rabu, 25 Agustus 2021. Acara ini diusung untuk memajukan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. Ketua Seminar Nasional PPRA 62 Kolonel Pnb. Aldrin P. Mongan, S.T., M.Hum., M.Han. dalam laporannya menyampaikan bahwa sebelum terselenggaranya Seminar Nasional tersebut, telah dilaksanakan empat kali Focus Group Discussion (FGD). “Tujuan seminar adalah didapatnya hasil seminar yang optimal yang dapat dijadikan bahan masukan kepada pemerintah dan pimpinan untuk mengambil keputusan lebih lanjut,” kata Aldrin.

Kegiatan Seminar Nasional PPRA 62 Lemhannas RI menjadi salah satu indikator dari kemampuan para peserta dalam menyerap dan memahami berbagai materi selama mengikuti pendidikan di Lemhannas RI. Melalui seminar ini, para peserta dapat menuangkan ilmu pengetahuannya untuk menyusun hasil seminar yang strategis dengan menggunakan kemampuan berpikir secara komprehensif, integral, holistik, dan sistemik.

“Sosial budaya itu bukan sesuatu yang abstrak kalau memang kita bisa untuk mencari bentuk-bentuk konkretnya itu,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat memberikan sambutan pembukaan. Dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini, perlu adanya upaya pemulihan ekonomi nasional dengan mendayagunakan kekuatan modal sosial dan budaya yang telah berkembang di masyarakat dan perlu digali dan ditransformasikan ke dalam pengembangan institusional, ekonomi dan modal manusia.

Menurut Agus, kekuatan modal sosial dan budaya pada dasarnya telah ada sejak lama dan menjadi sebuah kekuatan bagi masyarakat di berbagai daerah untuk bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19. Modal sosial yang terdiri dari etika sosial, lembaga sosial dan etika lingkungan termasuk kearifan lokal dan etos sosial atau karakter, sikap, sifat, dan watak sosial yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat, akan mampu menjadi kekuatan kolektif untuk membantu memulihkan aktivitas ekonomi dan sosial secara optimal dengan memanfaatkan kesadaran masyarakat.

Pada kesempatan tersebut, Agus mengingatkan bahwa kultur cara berpikir dalam merumuskan sebuah gagasan dan tantangan, bukan hanya untuk mencapai temuan yang sekedar normatif atau mengulangi kondisi yang berlaku sekarang. Akan tetapi, bagaimana penulisan dari pemikiran tersebut dapat sampai pada temuan yang konkret, menemukan gagasan baru dan dapat diimplementasikan. “Apabila seminar ini dapat menghasilkan temuan ilmiah yang aplikatif, maka seminar ini telah memberi sumbangan yang berarti bagi pemecahan masalah dalam masyarakat,” kata Agus.

“Pandemi Covid-19 merupakan ujian bagi satu negara,” kata Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. Dalam kesempatan tersebut, Luhut menyampaikan bahwa terdapat 3 hal yang diuji dalam pandemi Covid-19, yaitu kapasitas sistem kesehatan, modal sosial masyarakat, dan kualitas tata laksana pemerintahan. “Mekanisme kerja itu menjadi kemudian tersendat manakala keadaan krisis seperti ini,” kata Luhut. Pada awal pandemi, Indonesia masih sangat rentan dalam kapasitas sistem kesehatan karena hampir 90% obat-obatan masih diimpor. Oleh karena itu, pemerintah melakukan perbaikan besar-besaran dan diharapkan dalam 1 sampai 2 tahun kedepan akan terjadi perubahan dalam sistem kesehatan.

Menurut Luhut, dalam modal sosial menjadi kekuatan Indonesia, partisipasi sipil berperang penting dalam penanganan pandemi Covid-19. Luhut menyampaikan bahwa modal sosial Indonesia termasuk tinggi di dunia, masyarakat saling membantu selama pandemi Covid-19. Studi kasus di Amerika Serikat menunjukan bahwa daerah dengan modal sosial tinggi akan memiliki jumlah kasus yang rendah.

“Pemulihan ekonomi sangat bergantung pada penanganan pengendalian Covid-19,” tutur Luhut. Lebih lanjut Luhut menyampaikan meski perubahan pandemi Covid 19 di Indonesia, Jawa, Bali memberikan perbaikan yang signifikan tapi harus tetap perlu berhati-hati. Oleh karena itu, pembukaan dilakukan secara bertahap, bertingkat, dan berlanjut. Butuh langkah intervensi kebijakan yang lebih agresif untuk memitigasi peningkatan mobilitas melalui strategi pengendalian pandemi, yakni peningkatan kepatuhan menggunakan masker, penguatan 3T, dan akselerasi vaksinasi.

“Modal sosial masyarakat dan kualitas tata laksana pemerintahan berperan besar dalam keberhasilan pengendalian pandemi,” tutur Luhut. Keberhasilan penanganan pandemi tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri, tetapi dengan melibatkan berbagai elemen bangsa. Kemudian meski sudah baik, tetapi pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa masih ada kekurangan dalam hal modal sosial dan kualitas tata laksanakan pemerintah. Dihadapkan pada tantangan yang lebih besar ke depan, harus ada perbaikan pada modal sosial dan kualitas tata laksanakan pemerintahan menuju Indonesia yang lebih baik lagi. “Lemhannas memiliki peran penting untuk menyiapkan kader bangsa yang profesional, berkarakter, dan memiliki wawasan kebangsaan. Lemhannas harus mainkan peran ini,” tegas Luhut.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A. pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa jika bicara kolaborasi untuk keluar dari krisis sebetulnya modal budayanya adalah gotong royong. “Gotong royong ada dalam setiap tarikan nafas bangsa Indonesia,” kata Sandi. Di tengah kondisi pandemi yang sangat memprihatinkan, Sandi melihat bagaimana cara agar bisa melihat sisi-sisi terbaik kemanusiaan dengan bergotong royong. Oleh karena itu, Sandi menegaskan bahwa gotong royong perlu terus ditingkatkan sebagai roh kolaborasi.

Mengenai inovasi, Sandi menyampaikan bahwa inovasi adalah keahlian dari masyarakat Indonesia. Setiap akar rumput sosial budaya Indonesia dimana pun penuh dengan kearifan lokal yang dapat menjadi inovasi. Inovasi dapat terlihat dalam bagaimana bangsa Indonesia bisa selama ini menggunakan tenun kebangsaan untuk terus berinovasi dan mencari formula untuk mengatasi pandemi dan ini terus ditingkatkan. “Melalui inovasi adalah keahlian dari masyarakat indonesia yang ada di setiap akar rumput sosial budaya Indonesia. Ini terlihat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, penuh dengan local wisdom,” ujar Sandi.

Kemudian Sandi juga menyampaikan konsep adaptasi, yakni konsep bekerja sama untuk membantu rekan-rekan sebangsa dan ternyata ada satu perpaduan yang luar biasa, yaitu kearifan lokal. “Adaptasi dipadu dengan local wisdom aspek digitalisasi, yaitu teknologi dan virtualisasi membantu mengadopsi prokes yang disiplin,” tutur Sandi. Digitalisasi, yaitu teknologi dan virtualisasi yang membantu mengadopsi protokol kesehatan yang tepat dan disiplin dalam langkah Indonesia untuk kembali sehat dan memulihkan ekonomi.

Laksma TNI Didong Rio Duta Purwokuntjoro., S.T., M.A.P. menyampaikan kesimpulan dari Seminar Nasional tersebut. Pemulihan ekonomi sangat bergantung pada penanganan pandemi Covid-19. Dalam hal tersebut, modal sosial masyarakat dan kualitas tata laksana pemerintahan berperan besar dalam keberhasilan pengendalian pandemi. Kunci utama modal sosial adalah dibangunnya kepercayaan untuk menumbuhkan sikap saling mempercayai di masyarakat agar bersatu. “Gotong royong yang merupakan roh dari kolaborasi adalah salah satu bentuk modal sosial budaya Indonesia,” kata Didong.

Seminar Nasional tersebut dibuka oleh Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, juga menghadirkan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. sebagai keynote speaker. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A. dan Ketua Komisi X DPR RI H. Syariful Huda turut hadir sebagai narasumber. Guru Besar Ekonomi SDA dan Lingkungan IPB Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc., Ketua HIPPI Dr. Suryani Motik, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Belanda H.E. Mayerfas, dan Head of Tani Academy TANIHub Group Deen Sanyoto hadir sebagai pembahas.  Selain itu, Unit Head Herbal Marthaa Tilaar Group Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, M.M., CSCA, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc., Rektor AMIKOM Yogyakarta Prof. Dr. M. Suyanto, M.M hadir sebagai penanggap.

Hadir pula pejabat Lemhannas RI dalam Seminar Nasional tersebut, yakni Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P., serta perwakilan pejabat struktural Lemhannas RI dan undangan dari kementerian/lembaga secara virtual.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749