Setelah dibuka pada 20 April 2021 lalu, Pelatihan Dasar CPNS Angkatan II Tahun 2021 bagi Pegawai di Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) resmi ditutup pada Rabu (15/9). Seluruh CPNS Lemhannas RI dinyatakan lulus, dengan 25 peserta meraih predikat memuaskan dan 17 peserta meraih predikat sangat memuaskan.

Pelatihan Dasar CPNS merupakan salah satu proses di dalam pentahapan untuk menjadi PNS. “Keikutsertaan saudara dalam latsar ini bukan sebuah tujuan tapi ini adalah sebuah awal dari upaya saudara untuk menjadi PNS yang profesional,” kata Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Bidang Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN Muhammad Aswad mewakili Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Lebih lanjut Aswad menyampaikan bahwa saat ini LAN berkomitmen untuk mengupayakan terwujudnya proses pengembangan kompetensi yang semakin profesional. Indikator ASN yang profesional adalah memiliki karakter yang baik sebagai ASN. Dengan demikian, dalam Pelatihan Dasar CPNS, karakter menjadi salah satu fokus yang sangat mendapat perhatian di dalam proses pembelajaran. “Harapannya adalah ingin mewujudkan generasi muda ASN untuk bisa semakin berkarakter di dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai Aparatur Sipil Negara di mana pun mereka berada,” kata Aswad.

Salah satu usaha guna mewujudkan hal tersebut adalah dalam rangka membangun generasi muda ASN dikembangkan model-model pembelajaran terbaik dan mengembangkan model-model pembelajaran sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karena itu, mulai tahun 2021 beberapa kebijakan yang berkaitan dengan Pelatihan Dasar CPNS telah diterbitkan dan menyesuaikan dengan kondisi kekinian sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan dalam pemerintahan saat ini.

Ke depannya LAN juga akan melakukan perubahan-perubahan dalam model pembelajaran di seluruh jenjang pelatihan bagi ASN, termasuk Diklat Kepemimpinan. “Kita selalu berupaya untuk mewujudkan upaya-upaya yang lebih menyesuaikan dengan kondisi dan tuntutan kekinian,” ujar Aswad. Aswad juga menjelaskan bahwa LAN mendesain model pembelajaran berbasis Corporate University dalam rangka pengembangan kompetensi ASN. “Tujuannya adalah agar kita mendapatkan ASN yang lebih profesional,” kata Aswad.

Kepala Biro Umum Lemhannas RI Brigjen Polisi Drs. Sukadji, M.M. yang hadir mewakili Sekretaris Utama Lemhannas RI menyampaikan bahwa Pelatihan Dasar CPNS merupakan pendidikan dan pelatihan dalam masa prajabatan yang dilakukan secara terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat, dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.

Sukadji juga menyampaikan bahwa melalui pelatihan yang telah terlaksana sejak April sampai dengan September, besar harapan para peserta pelatihan dasar dapat mengimplementasikan yang telah didapatkan selama pelatihan berlangsung. “Sehingga core value ASN Berakhlak, yaitu berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif tidak hanya sebagai semboyan semata, namun tertanam dalam pelaksanaan tugas nantinya,” kata Sukadji.

Dengan tegas Sukadji juga berpesan kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS bahwa selesainya Pelatihan Dasar CPNS bukan berarti selesainya tanggung jawab. Namun, masa setelahnya adalah proses awal untuk mengaktualisasikan dan meningkatkan sumber daya manusia maupun potensi diri sendiri, sehingga nantinya siap menjadi abdi masyarakat dan abdi negara yang profesional dalam melayani masyarakat serta menjalankan tugas dan tanggung jawab. “Saudara juga tidak hanya menjadi ASN yang berakhlak, namun juga ASN yang profesional, mampu menjadi pelaksana kebijakan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa,” ujar Sukadji. Tidak lupa Sukadji mengingatkan agar tema maupun isu yang diangkat dalam aktualisasi tetap dijalankan secara konsisten setelah kembali ke instansi masing-masing, sehingga dapat menjaga produktivitas dan sumbangsih kepada organisasi.

Pada kesempatan tersebut, Sukadji juga mengucapkan terima kasih kepada BPKP serta Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP yang telah memberikan kesempatan kepada Lemhannas RI untuk mengikutsertakan 42 CPNS Lemhannas RI pada Pelatihan Dasar CPNS di Lingkungan BPKP.

“Dengan adanya pelatihan ini, CPNS diharapkan memiliki sikap bela negara, mengaktualisasikan nilai-nilai dasar PNS dalam pelaksanaan tugas jabatannya, mengaktualisasikan kedudukan dan peran PNS dalam kerangka NKRI dan menujukan penguasaan kompetensi teknis yang dibutuhkan sesuai dengan bidang tugasnya,” kata Kepala Biro SDM BPKP Sasono Adi yang mewakili Sekretaris Utama BPKP. Kemudian Sasono menegaskan bahwa Pelatihan Dasar CPNS bukan tujuan akhir, melainkan merupakan awal dari perjalanan panjang. Setelah Pelatihan Dasar, para CPNS diharapkan terus memberikan kontribusi yang lebih baik kepada instansi dan juga negara.

Sasono juga menyampaikan bahwa CPNS Lemhannas RI diharapkan untuk dapat mengaplikasikan nilai-nilai dasar atau core value ASN, yaitu Berakhlak. “Seorang ASN harus berorientasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, ASN bukan pejabat yang minta dilayani tapi harus mempunyai jiwa untuk melayani dan membantu masyarakat,” kata Sasono. Menurut Sasono, setiap insan ASN wajib memiliki nilai-nilai orientasi pelayanan dan mengimplementasikan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan. Selanjutnya nilai akuntabel berkaitan dengan adanya rasa tanggung jawab, yang dimaksud tanggung jawab adalah terkait dengan hasil kerja yang efektif dalam bekerja, karena ASN dibekali dengan sumber daya dari negara yang harus dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya adalah nilai kompeten yang menggambarkan kemampuan seorang ASN untuk melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang memadai. “ASN harus mampu membaca setiap tantangan dan perubahan zaman yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya,” ujar Sasono. Oleh karena itu, nilai kompetensi harus selalu melekat dalam rangkaian kegiatan dan penempatan seorang ASN dalam menjalankan tugasnya. Kemudian nilai harmonis, yakni nilai yang terkait dengan proses kemampuan dan kualitas berorganisasi dalam bekerja. Dengan adanya nilai harmonis, tujuan organisasi akan lebih mudah dicapai karena adanya kemampuan berorganisasi dan bekerja sama dengan baik guna mencapai tujuan organisasi.

Nilai berikutnya adalah loyal yang bermakna kesetiaan, setidaknya terhadap cita-cita organisasi dan lebihnya kepada NKRI. Nilai ini menjadi kerangka dalam setiap ASN untuk bekerja. Kemudian nilai adaptif, yaitu adanya kemampuan untuk selalu beradaptasi dengan cara kerja baru sehingga sumber daya yang dimiliki dapat bekerja secara efektif dan efisien. Terakhir adalah nilai kolaboratif, yang juga menjadi hal penting sebagai upaya dalam memecahkan permasalahan bangsa yang eloknya dilaksanakan secara kolaboratif antar ASN dan antarkementerian. “Tujuannya adalah agar pemecahan masalah menjadi lebih komprehensif,” tutur Sasono.

Pada penutupan tersebut, Calon Pranata Komputer Ahli Pertama Subbag Sispamjar Bag Jaringan Rotelematika Settama Lemhannas RI Dina Sulthoni, S.T. mewakili seluruh peserta Pelatihan Dasar CPNS Angkatan II Tahun 2021 Bagi Pegawai di Lingkungan BPKP dan Lemhannas RI memberikan kesan pesan selama mengikuti pelatihan dasar tersebut. Dina menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak penyelenggara dan widyaiswara yang telah membimbing selama masa pelatihan. Lebih lanjut Dina juga menyampaikan walaupun pelatihan dasar dilaksanakan secara daring, tetapi tidak mengurangi nilai esensi pembelajaran.

 


Persatuan Istri Anggota Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Perista Lemhannas RI) menggelar kegiatan “Understanding You: Makes More Confidence than Before” dengan narasumber Dodi Rustandi dari STIFIn pada Rabu (15/9). Dalam sambutannya, Plt. Ketua Perista Lemhannas RI Lisa Wieko Syofyan menyampaikan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan berkaitan dengan program kerja bidang pendidikan Perista Lemhannas RI. “Saya berharap apa yang disampaikan oleh Bapak Dodi Rustandi nantinya akan bermanfaat bagi kita semua,” kata Lisa.

STIFIn adalah akronim dari Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Insting yang merupakan sebuah konsep mesin kecerdasan manusia berdasarkan sistem operasi otak yang dominan dan dapat diketahui dengan memindai sidik jari. STIFIn mengelompokkan menjadi 5 mesin kecerdasan, yakni Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Insting.

“Setiap orang berhak untuk sukses,” kata Dodi Rustandi. Lebih lanjut Dodi menjelaskan mengenai teori FGL, yakni Fenotip, Genetik, dan Lingkungan. Teori tersebut menjelaskan bahwa 100 % Fenotip atau keadaan saat ini dibangun dari 20% Genetik yang bersifat tetap ditambah 80% pengaruh lingkungan yang sifatnya bisa berubah. Oleh karena itu, penting untuk mencari tahu mengenai genetik karena genetik merupakan hal yang tidak dapat diubah. “Ini sering terabaikan karena porsinya sedikit, padahal hal ini pokok. Hal ini juga yang menjadi kekuatan seorang ibu memahami anaknya,” kata Dodi.

“Otaklah yang memimpin, otaklah yang menjadi pengetahuan bagaimana karakter kita ini, perilaku kita ini secara given-nya itu seperti apa,” ujar Dodi. Dalam materi STIFIn dijelaskan bahwa bagian-bagian dalam otak bekerja secara bersamaan dan harmonis. Keharmonisan dan kebersamaan seluruh komponen otak dipimpin oleh salah satu bagian yang menjadi sistem operasi yang berperan secara aktif sebagai pemimpin. Setiap orang memiliki bagian otak yang sama, namun bagian yang berperan aktif berbeda-beda pada setiap orangnya.

Sebelum dimulainya sesi penjelasan, setiap peserta sudah terlebih dahulu melakukan pemindaian sidik jari dan mendapatkan hasil. Kemudian Dodi menjelaskan arti dari hasil pemindaian sidik jari peserta.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia menerima audiensi dari Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., pada Rabu (15/9). Pada kesempatan tersebut turut hadir Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Agus Surono, S.H., M.H., Ketua Wisuda XXIV Universitas Al Azhar Indonesia Guntur Ginanjar, A.Md, dan Wakil Ketua I Wisuda XXIV Universitas Al Azhar Indonesia Meldini Alivia, S.I.Kom.

“Kami atas nama seluruh pimpinan Universitas Al Azhar Indonesia dan civitas akademika sangat merasa berterima kasih banyak Pak Gubernur yang telah memberikan motivasi terakhir kepada para wisudawan,” kata Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., mengucapkan terima kasih atas kehadiran Gubernur Lemhannas RI Pada Wisuda XXIV Universitas Al Azhar Indonesia yang lalu. Lebih lanjut Asep menyampaikan bahwa walaupun Gubernur hadir secara virtual, namun kehadiran tersebut dan juga materi yang disampaikan menarik antusiasme para wisudawan dan sangat dibutuhkan para sarjana baru agar memahami ketahanan nasional.

Menyambut ucapan terima kasih tersebut, Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, juga mengucapkan terima kasih atas undangan yang diberikan. “Ketika dipaparkan tentang kegiatan Universitas Al Azhar Indonesia, saya impressed, sudah sangat jauh berkembangnya Universitas Al Azhar Indonesia,” kata Agus. Menurut Agus, Universitas Al Azhar Indonesia sudah berhasil mengepakkan sayapnya dengan banyaknya kegiatan-kegiatan untuk mahasiswa, bahkan sampai tingkat internasional.

Pada kesempatan tersebut, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., menyerahkan plakat sebagai tanda terima kasih kehadiran Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Turut mendampingi Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, pada kesempatan tersebut, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Lemhannas RI, Brigjen TNI Agus Arif Fadila, S.I.P., serta Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI Laksma TNI Sri Widodo, S.T., CHRMP.


Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Lemhannas RI kembali mengadakan Focus Group Disussion (FGD) Road to Seminar Nasional PPSA 23 Lemhannas RI Tahun 2021 pada Selasa, (14/9). FGD 2 tersebut mengangkat topik “Alternatif Arah Kebijakan Sistem Pendidikan untuk Menghasilkan SDM Unggul Pada Masa Indonesia Emas 2045” dan menghadirkan dua narasumber, yakni Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A serta Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro.

Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P. dalam sambutannya saat membuka FGD menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki sebuah peta jalan yang akan memandu sektor pendidikan dalam mencapai tujuan pada tahun 2035. Dalam penyusunan peta jalan tersebut, terdapat beberapa sasaran utama yang menjadi pokok perhatian, di antaranya adalah perbaikan atas perbandingan atau tolok ukur terkait penerapan sistem pendidikan dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) pada peserta didik. “Kriteria SDM yang ingin dibangun, yakni berkarakter, berakhlak mulia, dan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia serta Pancasila,” kata Sugeng.

Pokok perhatian yang juga menjadi sasaran utama dalam penyusunan peta jalan tersebut adalah penyusunan target-target yang terukur, terutama terkait target angka partisipasi untuk pendidikan dasar, menengah, serta pendidikan tinggi dan hasil belajar yang berkualitas, baik itu perbaikan kualitas guru, perbaikan kurikulum maupun infrastruktur sekolah, dan mewujudkan distribusi pendidikan yang inklusif dan merata serta mendorong reformasi pendidikan. Sugeng juga menyampaikan bahwa salah satu program unggulan dalam kerangka kerja 2020-2035 tersebut adalah program merdeka belajar.

Lebih lanjut Sugeng menyampaikan bahwa Pandemi Covid-19 yang terjadi hampir dua tahun telah memaksa banyak sektor untuk beradaptasi dan berubah, salah satu sektor terdampak paling berat adalah pendidikan. Pada tahun 2020, pandemi telah memaksa sekitar 45 juta siswa Indonesia untuk menjalani pembelajaran jarak jauh. Namun, pembelajaran jarak jauh yang diharapkan sebagai penganti pendidikan tatap muka masih banyak memiliki kendala.

Survei yang dilakukan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyebut bahwa 60% guru di Indonesia memiliki kemampuan yang sangat buruk dalam penggunaan teknologi. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 2020 kepemilikan komputer hanya sebesar 18,78%. Selain itu, Satgas Ikatan Psikologi Klinis Indonesia juga menemukan bahwa terdapat peningkatan keluhan gangguan psikologis dan belajar yang sangat signifikan, yakni lebih dari 15.000 klien dalam lima bulan pertama pandemi akibat pembelajaran jarak jauh. Sugeng juga menyampaikan data yang dirilis oleh Bank Dunia memperkirakan capaian belajar jarak jauh di Indonesia yang hanya sebesar 33% apabila dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka biasa. Sejalan dengan data tersebut, Programme For International Student Assesment (PISA) memprediksi adanya penurunan skor kemampuan membaca pelajar Indonesia yang akan berakibat signifikan ketika pelajar tersebut memasuki usia kerja.

“Penurunan tersebut selain berakibat sistemik pada prestasi pendidikan anak, juga akan sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan di Indonesia. Selain itu, capaian yang telah dicanangkan dalam peta jalan pendidikan pasti akan mengalami berbagai hambatan,” kata Sugeng. Oleh karena itu, sejalan dengan judul seminar, Sugeng berpendapat perlunya dilakukan evaluasi dan pembaharuan terhadap perencanaan sistem pendidikan di Indonesia.

Sugeng juga mengatakan bahwa sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, sebenarnya sudah terdapat dasar hukum penanaman pendidikan karakter. Namun, dalam kurikulum pendidikan pada semua jenjang pendidikan masih belum terimplementasikan sebagaimana mestinya. Hal tersebut juga dapat tercermin dalam kurikulum nasional pada semua jenjang pendidikan, sehingga hal ini ditengarai berpengaruh pada kualitas para lulusan tersebut dan integritas para lulusan di semua jenjang pendidikan. “Oleh karenanya, sangat pentingnya pendidikan karakter menjadi prasyarat menghasilkan SDM yang unggul, khususnya menghadapi Indonesia Emas 2045,” kata Sugeng.

Sugeng juga menyampaikan harapannya kepada seluruh Peserta PPSA 23 Lemhannas RI untuk aktif dan berpikir kreatif agar dapat memberikan sebuah gagasan reflektif atas kondisi terkini dan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin pemikiran dan gagasan untuk menemukan solusi dalam memperbaiki dan mengantisipasi loss generation akibat pandemi Covid-19.

Pada FGD tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A mengawali paparannya dengan mengutip pandangan filsuf Inggris yang mengatakan “education has its own object for character formation". “Pendidikan itu tujuan utamanya membentuk karakter,” kata Agus. Lebih lanjut Agus menegaskan bahwa pendidikan bukan membentuk seseorang sekedar pintar ilmu seperti matematika, fisika, atau kimia. “Tidak ada artinya orang itu cerdik, pandai, gelar panjang, tetapi kalau tidak berkarakter,” tegas Agus.

Agus juga berpesan bahwa karakter yang ingin dibangun dan diwujudkan pada manusia Indonesia adalah harus menjaga integritas. “Hidup akan meaningless kalau mengobarkan karakter integritas diri,” kata Agus. Dengan tegas Agus mengatakan tidak bisa berharap ada etos kerja dan ada gotong royong, kalau tidak ada integritas diri. Dalam hal tersebut, penentuan yang bertanggung jawab dalam membangun karakter dapat dikembalikan ke dalam pengertian pendidikan, di mana ada pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. “Rumah tangga harus menjadi induk dari semua sekolah. Jangan pernah berharap semua diserahkan di sekolah, kalau rumah tangga tidak menanamkan sejak awal tentang pembentukan karakter,” kata Agus.

Salah satu rekomendasi yang disampaikan Agus adalah program yang sudah dilakukan di Kemenko PMK, yakni pendidikan pra nikah yang memberikan pemahaman bagaimana untuk menjadi orang tua yang paham menanamkan karakter sejak dini. “Ayah dan ibu harus menjadi guru utama dalam pendidikan putra putrinya,” kata Agus. Kemudian Agus membahas mengenai pendidikan formal dan nonformal dan mengajak setiap peserta FGD untuk menjadi guru dan panutan baik bagi diri sendiri, maupun lingkungan terkecil. Agus berpendapat jika setiap orang dapat menjadi panutan dalam setiap lingkungan terkecil, maka akan mendukung pendidikan karakter. “Setiap kita harus menjadi role model,” kata Agus.

Selanjutnya Agus menyampaikan jika bicara tentang pendidikan, maka instrumen paling penting adalah guru. “Bangunan, infrastruktur bisa dibangun dengan mudah. Kurikulum, bisa kita susun yang bagus. Pendanaan, bisa kita cari. Tetapi the man who inspiring our children is the most important one,” kata Agus. Terutama jika bicara 2045, Agus menegaskan peran guru di sekolah adalah yang akan mengorkestrasi mimpi anak-anak. Oleh karena itu, Agus mengajak setiap individu untuk menjadi guru, mengambil peran dalam pendidikan.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan potret besar luaran pendidikan dan alternatif solusi. Agus menjelaskan bahwa setiap tahun ada 3,7 juta lulusan pendidikan menengah (SMA, SMK, dan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama) dan dari jumlah tersebut 1,9 juta dapat melanjutkan kuliah, sedangkan 1,8 juta lainnya tidak tertampung di perguruan tinggi dan masuk ke pasar kerja. Sejalan dengan hal tersebut, setiap tahunnya Perguruan Tinggi menghasilkan 1,65 juta lulusan Perguruan Tinggi. “Pemerintah, mau tidak mau, harus juga memperluas industrialisasi, undang investasi, yang tidak mudah saat ini,” kata Agus saat menyampaikan data tersebut.

Agus mengatakan bahwa industri saat ini sedang bertransformasi akibat dari pandemi, semakin memanfaatkan digital. Hal tersebut membuat banyak lapangan usaha yang hilang, tapi juga banyak lapangan usaha baru yang muncul. Agus juga mengatakan rekrutmen di level industri semakin sedikit sementara lulusan semakin banyak.

Pandemi Covid-19, memaksa banyak hal berubah menjadi daring. Oleh karena itu, dalam pembangunan manusia juga menyesuaikan menjadi pembangunan SDM digital. Hal tersebut dapat dilakukan melakukan beberapa hal. Pertama, memperluas akses internet Data menunjukkan bahwa masih ada 46.000 dari 260.000 satuan pendidikan yang tidak memiliki akses internet. Agus menegaskan harus ada percepatan agar jurang pemisah antara yang memiliki dan tidak memiliki bisa semakin kecil. Kedua, kapasitas tenaga pendidik juga harus semakin ditingkatkan. Ketiga, kapasitas pendidikan tinggi ditingkatkan supaya semakin banyak yang bisa kuliah dengan kompetensi. “Pastikan mahasiswa punya worthy of knowledge,” kata Agus.

“Ke depan, yang dibutuhkan adalah kemampuan berpikir kritis untuk dapat menyelesaikan persoalan yang kompleks, bukan sekedar menghafal,” kata Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro. Oleh karena itu, Satryo menegaskan jika sekolah hanya mengajari menghafal maka tidak ada kemampuan berpikir kritis.

Lebih lanjut Satryo, menyampaikan bahwa Indonesia perlu keluar dari jebakan pendapatan menengah. “Indonesia perlu mengembangkan industri bernilai tambah tinggi, inovatif,” kata Satryo. Kemudian Satryo menyampaikan pengalaman di Eropa, yang sejarah investasinya di bidang inovasi dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sampai sepuluh kali lipat dalam waktu 25 tahun. Untuk mencapai target peningkatan PDB tersebut di Indonesia, diperlukan modal manusia yang mampu mengatasi tantangan revolusi industri 4.0 dan tantangan global menuju 2045.

“Berdasarkan hasil kajian Bank Dunia tahun 2019, Indonesia masih terkendala dengan rendahnya human capital,” kata Satryo. Dalam Human Capital Index (HCI) yang diterbitkan oleh Bank Dunia pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat 87 dari 157 negara. Indeks tersebut menilai negara berdasarkan hasil pendidikan dan kesehatan serta dampaknya terhadap produktivitas. Satryo berpendapat bahwa meningkatkan modal manusia Indonesia, merupakan agenda yang kompleks dan perlu pelaksanaan dalam jangka waktu yang panjang, yang harus menjadi inti dari strategi pembangunan pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan sistem pendidikan di seluruh jenjang, dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi serta kesempatan belajar seumur hidup.

Satryo juga menyampaikan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 yang menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 4,2 juta orang Indonesia lulus dari sistem pendidikan. Survei tersebut juga menunjukkan rata-rata siswa lulus pada usia 16 tahun dengan lama pendidikan 10,94 tahun. Tetapi banyak dari lulusan pendidikan menengah tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja dan akhirnya menerima pekerjaan bergaji rendah. Satryo juga menyampaikan bahwa Lebih dari 55% siswa tidak mencapai kompetensi minimum dalam literasi dan matematika. “Dua itu yang harus kita kuasai, literasi dan matematika,” tegas Satryo. Selain itu, karena siswa berada dalam sistem pendidikan vokasi dan pendidikan tinggi, kurikulum yang diajarkan cenderung tidak selaras dengan kebutuhan pasar saat ini, atau yang disyaratkan industri 4.0.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749