Delegasi National Defence College (NDC) India melakukan kunjungan ke Lembaga Ketahanan Nasional RI, Senin (27/5). Kunjungan dipimpin oleh Mayor Jenderal Harkirat Singh didampingi oleh 14 delegasi lainnya. Delegasi diterima langsung oleh Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang didampingi oleh Wakil Gubernur Marsekal Madya Wieko Sofyan, Kepala Biro Kerja Sama Laksma TNI Budi Setiawan, S.T serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat Brigjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P.


Diawali dengan courtesy call Agus menyampaikan terima kasih atas kunjungan NDC India ke Lemhannas RI. Dalam kesempatan tersebut Mayjen Harkirat Singh menanyakan mengenai Pemilihan Umum yang telah berlangsung dengan sukses. Agus menjelaskan bahwa keadaan demokrasi Indonesia yang dapat menghasilkan pemilu yang sukses bukanlah perjalanan yang mudah.


Setidaknya ada 2 tantangan dalam demokrasi Indonesia, yang pertama adalah untuk menyamakan persepsi dari demokrasi yang sesungguhnya karena Indonesia masih mendambakan kepemimpinan yang kuat dan efektif, yang kedua adalah menjadikan masyarakat nyaman dan mengenal karakter berdemokrasi karena pada dasarnya demokrasi adalah proses yang akan berjalan terus menerus.


Setelah berbincang Gubernur, delegasi NDC India melakukan diskusi tentang sistem pemerintahan Indonesia dan lingkungan strategis regional dengan pemateri Tenaga Profesional Bidang SKA (Sumber Kekayaan Alam) dan Tannas Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. Dalam Diskusi ini dihadiri perwakilan peserta PPRA 22 dan PPSA 59 Lemhannas RI.Lawatan rombongan NDC ke Lemhannas ditutup dengan mendatangi Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) Lemhannas RI untuk melihat bagaimana sistem pengukuran ketahanan nasional.


Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu berkesempatan memberikan materi kepada peserta PPRA 59 pada Selasa, (21/05) di ruang NKRI, Gedung Panca Gatra Lantai 3, Lemhannas RI dengan topik “Kebijakan Strategi Pertahanan dan Keamanan Negara dalam Menghadapi Berbagai Tantangan Indonesia Saat Ini dan ke Depan yang Semakin Dinamis dan Kompleks”.

 
Dalam ceramahnya tersebut, Ryamizard berharap kuliah umum ini dapat membangkitkan pemikiran dan komitmen bersama dalam mewujudkan pertahanan negara yang tangguh melalui sistem pertahanan negara yang bersifat semesta yang memadukan komponen pertahanan yang berlandaskan jiwa dan harkat bangsa Indonesia yang didukung oleh kekuatan TNI serta alat utama sistem persenjataannya (alutsista).

 
Berkaitan dengan kebijakan alutsista, Menhan menyatakan tengah berfokus untuk membangun industri pertahanan agar tercipta kemandirian yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. “Penentuan kebutuhan alutsista pertahanan negara harus disesuaikan dengan strategi pertahanan negara saat ini. Artinya, harus ada kesesuaian antara hakekat dan potensi ancaman yang kita hadapi dengan kebutuhan alutsista yang akan diberi atau dipenuhi”, ungkap Ryamizard.

 
Dalam merumuskan strategi pertahanan harus mengacu pada perkembangan kondisi aktual potensi ancaman negara masa kini dan masa yang akan datang. Dari persepsi ancaman tersebut, Kemenhan akan merumuskan dan menetapkan kebijakaan pertahanan negara yang pelaksanaannya akan melibatkan semua komponen bangsa.

 
“Saat ini setidaknya ada tiga bentuk ancaman, pertama ancaman bentuk nyata dari terorisme & radikalisme, separatis & pemberontakan, bencana alam & lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan & pencurian sumber daya alam,wabah penyakit, perang siber & intelijen, dan narkoba. Kedua adalah ancaman bentuk belum nyata, yaitu konflik terbuka atau perang konvensional. Dan yang terakhir adalah ancaman mindset yang ingin mengubah ideologi Pancasila melalui brain washing”, jelas Ryamizard.


Lemhannas RI mengadakan peringatan Nuzulul Quran 1440 H, pada Rabu (22/05), di Auditorium Gadjah Mada, Gedung Panca Gatra, Lemhannas RI. Peringatan Nuzulul Quran kali ini mengangkat tema “Dengan Hikmah Nuzulul Quran Kita Tingkatkan Sikap Toleransi Guna Memperkokoh NKRI”, yang disampaikan oleh K.H. Ahmad Muwafiq yang juga dikenal sebagai Gus Muwafiq, dan dihadiri oleh seluruh jajaran Lemhannas RI.

 
Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo ketika membuka kegiatan ini menyampaikan bahwa, dalam membangun kehidupan bermasyarakat kita harus menjunjung tinggi sikap toleransi did kemajemukan, suku, agama, ras, dan golongan sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang diajarkan oleh Al-Quran. “Jika ada perbedaan-perbedaan sikap dan pendapat, maka perbedaan itu harus kita terima dan kelola dengan baik. Kita harus dapat menunjukan citra Islam yang ramah dan toleran serta menjauhi segala bentuk fitnah yang dapat merugikan harkat dan martabat manusia” kata Agus.

 
Sementara itu, Gus Muwafiq dalam ceramahnya menjelaskan hidup manusia tidak bisa berdiri sendiri, maka manusia harus punya landasan kedudukan bahwa manusia di dunia mempunyai kedudukan yang sama untuk mendapat rahmatnya Allah. "Ini landasan dasar bagaimana orang memahami bahwa Allah berada pada titik Ar-Rahman yang punya belas kasihan didunia dan akhirat. Kalau  ini tidak terjadi, tidak bisa dipahami, maka apa yang disebut toleransi itu engga nyambung, makannya Islam ini indah, perangkatnya luar biasa”, sambung Gus Muwafiq.

 
Gus Muwafiq menyampaikan bahwa Indonesia itu paling beragam. "Kita ini bagian dari bangsa Indonesia, dengan puluhan, ratusan, bahkan ribuan perbedaan, bangsa paling banyak, dan suku paling banyak itu ada di Indonesia. Jadi kalau ada prestasi besar bangsa ini, itu (negara lain) dunia tidak akan bisa mengulang prestasi besar Indonesia. Kita ini puluhan bangsa mampu bersatu dalam satu Negara yaitu, Indonesia”, ungkapnya.

 
Gus Muwafiq juga menjelaskan bahwa Nuzulul Quran itu sesungguhnya untuk mengubah peradaban besar. Masalahnya adalah banyak penghafal Al-Quran sekarang tapi peradabannya mundur. “Engga mungkin salah Al-Qurannya tapi salah manusianya dan ini menjadi refleksi kita bareng-bareng”, tegasnya.


Kebebasan dalam berdemokrasi, tanpa ada batasan tanggung jawab menjadi salah satu sebab tantangan dalam memajukan bangsa Indonesia. Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyebutkan, gagal paham tentang demokrasi tersebut perlu diwaspadai.


“Gagal paham dalam demokrasi, ketika melihat demokrasi hanya tentang kebebasan, padahal dalam kebebasan ada tanggung jawab yang diemban, ini dapat menghambat bisa menghambat kemajuan bangsa”, ungkap Agus ketika menjadi pembicara utama pada Forum Diskusi: Positive People With Positive Power di Balai Sudirman, Selasa (21/5), yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PB HMI) Periode 2018-2020.


Agus menambahkan, hal lain yang dapat menghambat kemajuan bangsa ini adalah gagal paham mengenai konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan. “Gagal paham terhadap konsep dasar ilmu pengetahuan disebabkan karena lemahnya pendidikan. Tantangan bangsa ini adalah bagaimana membentuk manusia yang berpikir komprehensif, mampu berpikir kreatif dan berani berkompetisi sebagai warga negara yang baik yang mengerti mengenai hak dan kewajibannya”, jelas Agusnya.


Agus kemudian menyoroti peluang bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Keadaan demografi Indonesia memiliki jumlah usia produktif yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif sehingga perlu dikelola dengan baik kualitas SDM-nya. “Penduduk usia produktif harus dibekali dengan pendidikan yang mumpuni agar terampil dan berpengetahuan, jangan sampai bonus demografi tersebut malah merugikan”, tegas Agus dalam ceramahnya.  

 



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749