Direktorat Pengkajian Ekonomi Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas RI menyelenggarakan fokus grup diskusi (FGD) kajian jangka pendek, Kamis (16/5), membahas tentang “Penguatan Perekonomian (Sektor Riil) dalam rangka Menghadapi Dinamika Geo-ekonomi Global”. Penguatan sektor riil penting bagi pertumbuhan Indonesia untuk memacu industri dan menciptakan investasi di Indonesia. Salah satu sektor riil yang cukup menjanjikan dan mempunyai potensi untuk mengurangi pengangguran adalah sektor UMKM. Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi sektor UMKM selama 5 tahun meningkat sebesar 57,84% menjadi 60,34% dari total jumlah produk domestik bruto. Meskipun menunjukkan peningkatkan, data tahun 2016 menunjukkan kontribusi UMKM Indonesia terhadap ekspor hanya 16%, masih di bawah Filipina 20%, Thailand 26%, China dan India 40%.

 
Direktur Jenderal IKM dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih yang menjadi narasumber pada kegiatan diskusi ini mengungkapkan saat ini Kemenperin tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendukung perluasan kontribusi UMKM, terutama dalam menghadapi industri 4.0 dengan peningkatan kapasitas SDM dan digitalisasi yang berfokus pada industri menengah. Kebijakan Kemenperin untuk memfokuskan pada industri menengah dengan alasan jika industri menengah bergerak naik, akan otomatis mengangkat sektor industry mikro dan kecil. “Pelatihan untuk industri kecil tidak menghasilkan dampak pengait, tetapi jika industri menengahnya maju, mereka akan menarik industri kecil”, ungkapnya.

 
Gati menyatakan program pengembangan Kemenperin untuk UMKM saat ini berfokus pada 9 produk yang menyumbang devisa terbesar untuk diekspor antara lain furnitur, kerajinan, kosmetik, makanan dan minuman, logam, dan perhiasaan. “Kami bekerja sama memberikan pelatihan, dan sebagai fasilitator kami sambungkan dengan market place”, jelas Gati.

 
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) M. Ikhsan Ingratubun, S.E. selaku pelaku industri UMKM menyayangkan beberapa kebijakan digitalisasi yang justru melemahkan industri kecil, contohnya seperti penggunaan e-catalogue. Kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintahan yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah (LKPP). “Penggunaan e-catalouge sama saja menghancurkan industri kecil. Satu contoh, industri cacah rumput untuk pakan ternak di Sidoarjo sebelum adanya e-catalogue, laku laris di seluruh Indonesia. Bengkel cacah rumput satu, dipakai oleh beberapa pengusaha. Setelah diberlakukan e-catalogue, LKPP menyaratkan spefisikasi harus produk tertentu, bengkelnya harus satu”, jelas Ikhsan.

 
Menurutnya, yang sangat dibutuhkan oleh pelaku UMKM dari pemerintah adalah penyediaan pasar untuk produk mereka. Dengan adanya perjanjian perdagangan bebas, persaingan dengan produk impor akan membuat pelaku UMKM sulit mendapatkan pasar. “Produk UMKM tidak akan pernah bisa bersaing. Harga produk impor murah dengan biaya produksi yang sangat murah. Konsumen senangnya yang murah”,

 
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ir. Ganef Judawati, M.I.M. sebagai narasumber terakhir menjelaskan pihaknya telah mengusahakan ekspansi pasar untuk sektor riil Indonesia yang bisa diekspor Indonesia dengan program misi dagang dan keikutsertaan dalam expo perdagangan internasional. “Misi dagang ini orientasi kita adalah negara-negara non tradisional di wilayah Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah, di samping negara-negara utama yang juga harus dijaga. Kita juga akan mengikuti expo internasional di Dubai 2020 untuk meningkatkan ekspor”, kata Ganef.

 
Lebih lanjut, Ganef mengungkapkan tantangan ekspor Indonesia saat ini adalah melambatnya perekonomian dunia. Perkiraan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi dari IMF dan Bank Dunia, ada penurunan. Perang dagang dan proteksionisme menjadi sebab,”jelasnya.


Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mayjen TNI (Purn) Dr. Djoko Setiadi, M.Si, menyatakan jumlah serangan siber di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 232.447.974, sedangkan jumlah aduan siber ke kontak siber di BSSN mencapai 619 aduan. Dari tahun 2018 sampai dengan 3 Mei 2019, BSSN telah mendeteksi serangan siber sebanyak 27.700.668 dan serangan malware sebanyak 514.202. Hal tersebut diungkapkan Djoko ketika memberikan ceramah di hadapan para peserta PPSA 22 Lemhannas RI, Selasa (14/05), di Ruang Bhineka, Gedung Panca Gatra, Lantai 3, Lemhannas RI.


“Serangan-serangan tersebut perlu menjadi perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan Indonesia”, ungkap Djoko yang menyampaikan ceramah tentang Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Siber”.


Djoko juga menyampaikan prediksi ancaman siber pada tahun 2019-2020 yang diprediksi akan terus berkembang, baik dari segi teknik-teknik maupun prosedur yang digunakan beberapa ancaman siber. Yang pertama tren ancaman ransomware akan berkurang, namun tetap akan menebar ancaman. Yang kedua, crypto miner akan tetap berkembang dengan beberapa pengembangan tekniknya seperti Crypto Jacking. Yang ketiga, Spear Phishing akan terus berkembang dengan beberapa kombinasi phishing campaigns.


Selain itu, penggunaan Advanced Persistent Threat (APT) akan terus berkembang dengan memanfaatkan vulnerability yang ada pada perangkat target dengan teknik zero-day. Peningkatan kejahatan, spionase, dan sabotase yang disponsori oleh state-actor akan terus berkembang juga, dan cyberwarfare dimungkinkan tetap dapat terjadi dikarenakan belum adanya norma hukum internasional yang secara spesifik berkaitan tentang ruang siber.


Selain adanya tren serangan, beberapa kebijakan dan peningkatan teknologi defensif juga diprediksi berkembang seperti, adanya peraturan dan sentimen publik tentang perlindungan data privasi, pengembangan teknologi Advances Threat Protection (ATP) untuk mendeteksi penyebaran Advance Persistent Threat (APT), Multi-factor Authentication akan menjadi standar pada semua transaksi online, banyak organisasi yang membutuhkan SDM siber yang mahir di bidang keamanan siber, dan terakhir adanya agenda dari PBB tentang perjanjian keamanan siber (diplomasi siber).


Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman dan serangan siber tersebut. Dalam hal ini upaya kolaborasi, koordinasi,dan sinergi, serta information sharing merupakan langkah yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui hubungan BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber Indonesia dengan seluruh stakeholder yang ada di Indonesia.


Bertempat di Ruang Dwi Warna Gedung Panca Gatra Lantai I, Lemhannas RI mengadakan Bazar Ramadhan dalam rangka HUT ke-54. Bazar Ramadhan ini diselenggarakan selama dua hari yaitu mulai Selasa (14/05) hingga Rabu (15/05) dan berlangsung mulai pukul 07.00 sampai 14.00 WIB.


Bazar dibuka pada Selasa (14/05) dengan tari Bali Puspawresti. Kepala Biro Umum Lemhannas RI Brigjen Pol. Drs. Triyono Basuki Pujono, M.Si. dalam laporannya menyebutkan bahwa sebanyak 60 stand ikut berpartisipasi dalam kegiatan bazar kali ini. Stand-stand tersebut terdiri dari 16 stand UMKM, 17 stand Perista, 2 stand IKAL, 3 stand Koperasi, 2 stand Korpri, 2 stand PT. Sritex, 12 stand Staf Lemhannas, serta 6 stand Umum. Pada bazar kali ini stand yang berpartisipasi menyediakan berbagai macam keperluan seperti bahan sembako, makanan, dan pakaian.


Wakil Gubernur RI Marsekal Madya TNI Wieko yang membuka kegiatan ini dalam amanatnya menyatakan, “Bazar yang diselenggarakan dalam suasana ramadhan pada dasarnya merupakan wujud kepedulian lembaga untuk meringankan beban keluarga besar Lemhannas dan masyarakat pada umumnya dalam memenuhi sebagian kebutuhan pokok dengan harga yang relatif terjangkau”. Tidak lupa Wieko yang mewakili Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Bazar Ramadhan ini.


Dalam pembukaan bazar tersebut hadir pula para Deputi, Tenaga Ahli Pengajar, Tenaga Ahli Pengkaji, Tenaga Profesional, Sekjen dan Pengurus IKAL, serta Wakil Ketua dan Pengurus Perista.


Memahami ancaman keamanan maritim Indonesia dan membangun profesionalitas TNI diperlukan untuk pembangunan kekuatan pertahanan dalam konteks poros maritim dunia. Indonesia yang luas wilayahnya didominasi oleh laut, membutuhkan kekuatan pertahanan yang handal. Pada kegiatan diskusi yang bertajuk Round Table Discussion Kajian Jangka Panjang “Pengembangan Kekuatan Pertahanan Negara Dalam Konteks Poros Maritim Dunia Guna Kepentingan Nasional”, Selasa (14/5), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan tantangan pembangunan kemaritiman Indonesia adalah untuk memahami ancaman yang ada, salah satunya adalah tantangan luar negeri. Di tengah situasi geopolitik kawasan yang sedang bergejolak, Indonesia harus mampu menempatkan diri dan menjembatani sesuai dengan prinsip bebas aktif.
 

“Bebas-Aktif mengharuskan Indonesia untuk berpikir dan bertindak strategis sesuai postur ekonomi politik dan kepentingan nasional. Indonesia harus bisa memposisikan diri dan memainkan peran sebagai middle power”, ungkap Luhut.


Luhut juga menegaskan perlunya profesionalitas TNI untuk memenuhi kekuatan esesnsial, terutama angkatan laut dalam menghadapi berbagai kemungkinan ancaman di laut. “Pemenuhan kekuatan esensial minimum angkatan laut harus betul-betul dipenuhi seperti pembangunan kapal sendiri dan membangun TNI yang profesional”, kata Luhut.


Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Analisa Strategi (Diranstra) Ditjen Strahan Kemhan RI Marsma TNI Adityawarman, S.E., M.M., yang menyatakan pembangunan postur pertahanan maritim diperlukan untuk menghadapi segala ancaman maritim. “Postur pertahanan maritim diperlukan untuk menghadapi segala ancaman, termasuk menjaga kedaulatan dan kekayaan alam, menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim di wilayah yurisdiksi nasional; serta memelihara situasi damai di wilayah samudera Hindia dan Pasifik”, jelasnya.


Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Siwi Sukma Adji yang juga hadir sebagai narasumber pada diskusi ini mengungkapkan untuk membangun postur pertahanan maritim tersebut penting untuk menciptakan menciptakan TNI AL yang profesional dan modern. “Profesional artinya adalah TNI AL dilatih, dididik, dilengkapi, dan diperhatikan kesejahteraannya. Sedangkan modern artinya dilengkapi dengan alutsista yang mampu menghadapi ancaman terkini dan memiliki 4 karakter kekuatan angkatan laut (ready, flexible, mobile, sustained)”, kata Siwi.

 
Sementara itu, dalam diskusi ini juga dibahas tentang pengelolaan sektor kelautan dalam upaya mendukung Indonesia menjadi poros maritime dunia. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Ir. Nilanto Perbobo, M.Sc yang mewakili Kementerian Kelautan dan Perikanan menyoroti tentang keekonomian penyelenggaraan pengelolaan hasil laut yang belum optimal. “Inefisiensi biaya logistik dengan tingginya biaya angkut dari kawasan Indonesia Timur ke kawasan Indonesia Barat dan masih rendahnya sarana prasarana pasca panen menjadi tantangan dalam pengelolaan hasil ikan di Indonesia”, jelas Nilanto.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749