“Publikasi hasil penelitian Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah, terutama publikasi di media yang terindeks di peng-indeks internasional bereputasi, salah satu faktor penyebabnya adalah budaya menulis yang belum berkembang di masyarakat”, ujar Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. saat membuka kegiatan Parallel Session Jurnal Kajian Lemhannas RI. Hal tersebut juga yang menjadi dorongan utama bagi Lemhannas RI mengadakan kegiatan parallel session ini.

Kegiatan parallel session yang berlangsung pada hari Kamis (25/2) secara daring ini, diikuti oleh para peserta yang berasal dari institusi dan berbagai perguruan tinggi diantaranya adalah Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Pelita Harapan, dan Universitas Cenderawasih.

Pada kesempatan ini, Reni memberikan dorongan kepada para peserta untuk melakukan penelitian yang disertai dengan mendistribusikan hasil penelitiannya. “Dengan dipublikasikannya hasil penelitian pada jurnal ilmiah, peneliti akan mendapatkan banyak masukan dan sekaligus kesempatan untuk lebih mengembangkan penelitian pada masa-masa mendatang,” ujar Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. 

Menurut Reni, hasil-hasil penelitian tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, baik itu untuk kepentingan praktis maupun pengembangan teoritis. Rendahnya tingkat publikasi jurnal ilmiah Indonesia memang cukup menjadi sorotan. Menurut situs olahan pemeringkatan publikasi ilmiah SCImago Lab. (www.scimagojr.com) saat ini Indonesia berada di peringkat 47 dengan total 158.733 dokumen/jurnal terunggah. Posisi Indonesia masih tertinggal dengan negara ASEAN lain seperti Thailand, Malaysia dan Singapura, yang mana masing-masing berada pada peringkat 44,34 dan 33.

Dalam parallel session kali ini para peserta mendapatkan kesempatan untuk melakukan bimbingan atau berkonsultasi mengenai jurnal ilmiah yang akan atau sedang dibuat. Para pembimbing/reviewer yang turut serta hadir adalah Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada, Drs. Agus Wahyudi, M.Si., M.A., Ph.D., peneliti School of Strategic and Global Universitas Indonesia Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si., kemudian dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia UI Dr. Telisa Aulia Falianty, SE, ME., dan yang terakhir, Kasubdit Jian Pimnas Ditjian Ideologi dan Politik Debidjianstrat Lemhannas RI, Kolonel Laut (KH) Dr. Dwi Hartono, S.Pd, M.AP.

Jumlah paper atau naskah jurnal ilmiah yang terkumpul pada kegiatan kali ini berjumlah 24 buah. Diharapkan, dari riset-riset yang dibangun oleh para author ini menjadi sebuah upaya bagi perguruan tinggi, termasuk dalam hal ini Lemhannas RI untuk meningkatkan daya saing di forum internasional. Lebih jauh, Jurnal Kajian Lemhannas RI diharapkan bisa menjadi komponen penting dalam pilar ketahanan nasional baik dalam segi pembangunan ekonomi, politik dan sosial budaya.


“Berdasarkan hasil penelitian disebutkan setiap hari rata-rata orang menghabiskan waktu 135 menit untuk berselancar di berbagai media sosial seperti, Facebook, Youtube, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan lain sebagainya,” kata Deputi Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam sambutannya pada Diskusi Kelompok Terarah/Focus group discussion (FGD) Kajian Jangka Panjang tentang “Optimalisasi Peran Media Sosial Guna Mengembangkan Wawasan Kebangsaan”, pada Selasa (23/02).

Reni berpendapat bahwa media sosial saat ini bahkan sudah menjadi candu bagi masyarakat, hampir tidak ada warga perkotaan yang tidak mengakses media sosial. Karakteristik media sosial yang interaktif, menarik, cepat dan mudah diakses menjadikan media sosial mempunyai kekuatan besar dalam membentuk pola kehidupan masyarakat. Media sosial juga dianggap mampu menyebarkan pesan secara revolusioner. Efek yang ditimbulkan dari pesan tersebut dapat menjadi sedemikian luas sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku kolektif masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut, perkembangan wawasan kebangsaan diharapkan semakin pesat ketika dapat memanfaatkan segala sarana dan sumberdaya yang ada, termasuk media sosial. Nilai-nilai wawasan kebangsaan dapat diinformasikan secara luas kepada masyarakat dengan menggunakan media sosial, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mengantisipasi nilai-nilai yang merugikan bangsa dan mengadopsi sikap mental yang mendukung terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Namun kondisi yang kita hadapi saat ini media sosial belum banyak digunakan untuk mensosialisasikan materi wawasan kebangsaan. Proporsi konten yang berisi tema wawasan kebangsaan masih jauh lebih kecil dibandingkan konten-konten lain yang bersifat hiburan yang banyak diantaranya kurang bermanfaat bahkan dapat memberikan dampak negatif. “Media sosial memiliki peran strategis untuk menyampaikan informasi mengenai berbagai persoalan. Oleh karena itu, penggunaan media sosial untuk mensosialisasikan pengetahuan mengenai wawasan kebangsaan perlu diusahakan agar lebih optimal,” ujar Reni.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber dan pembahas guna mendapatkan masukan, konsep, dan pemikiran yang tepat. Narasumber yang hadir adalah Deputi Bidang Pengembangan Setjen Wantannas Marsda TNI Dr. Sungkono, M.Si, Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Dr. Wawan Purwanto, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkominfo RI Wiryanta Muljono, Ph.D., serta Pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Dr. Firman Kurniawan Sujono, M.Si.

Selain 4 (empat) narasumber di atas, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh pembahas, yakni Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya dan Kepemimpinan Lemhannas RI Dr. Anhar Gongong, Peneliti Kompas Totok Suryaningtyas, Pemerhati Media Sosial, Guru Besar Akuntansi UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, Alumni PPSA 22 Lemhannas RI Prof. Dr. Amilin, S.E., M.Si.,Ak., CA., QIA, BKP, CRMP, Guru Besar STF Driyarkara, Rohaniawan dan Budayawan Prof. Dr. Fx. Mudji Sutrisno, S.J. dan Pimpinan Redaksi nu.or.id Ahmad Mukafi Niam.


“Sebagaimana kita cermati bersama, bahwa masalah Papua terus menjadi bahan yang hangat untuk dibicarakan dan menjadi pusat isu domestik maupun global,” kata Deputi Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam sambutannya pada Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) Kajian Jangka Panjang Bidang Pertahanan dan Keamanan tentang “Mencari Solusi Komprehensif bagi Penyelesaian Masalah Papua,” pada Rabu (24/02).

Terkait dengan hal tersebut, Lemhannas RI memiliki tugas memberikan masukan kepada Pemerintah berupa konsep rekomendasi kebijakan strategis yang disusun melalui program Kajian Jangka Panjang tahun 2021 tentang “Mencari Solusi Komprehensif bagi Penyelesaian Masalah Papua”. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini, diharapkan diperoleh ide-ide cerdas dan pemikiran strategis dari para narasumber, pembahas, dan seluruh peserta diskusi sekalian yang akan memperkaya substansi naskah yang sedang disusun oleh Tim Pengkaji  Lemhannas RI.

Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion yang dilaksanakan merupakan tahap awal dari proses penyusunan naskah kajian, untuk menggali informasi-informasi dan data-data yang terkait langsung  dengan  substansi  kajian, yaitu akar permasalahan dan tuntutan masyarakat Papua, faktor-faktor global yang berpengaruh terhadap kondusifitas Papua, strategi dan solusi yang optimal dalam membangun Papua dengan tetap mengedepankan hak-hak masyarakat Papua sebagai bangsa Indonesia, serta saran dan rekomendasi terhadap permasalahan Papua agar Papua tetap dalam bingkai NKRI.

Dalam kesempatan tersebut, hadir beberapa narasumber, yakni Staf khusus Kepala BIN/ Dubes RI untuk Australia dan Tiongkok 2010-2013 Prof. Dr. Imron Cotan, Ketua Bag. Hukum Internasional Fakultas Hukum Trisakti Dr. Aji Wibowo, S.H., M.H., Kepala Pusat Analisa Kebijakan dan Kinerja Bappenas Dr. Velix Vernando Wanggai, S.I.P., M.P.A. dan Direktur Imparsial Al Araf. Seluruh narasumber sepakat bahwa masalah Papua perlu ditindaklanjuti.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia kembali menyelenggarakan Intellectual Exercise, Senin, 22 Februari 2021. Intellectual Exercise merupakan kegiatan berseri yang secara reguler diadakan oleh Kedeputian Pengkajian Strategik dalam rangka penguatan pengetahuan dan penajaman kompetensi dengan mendalami dan menggali pemahaman secara lebih komprehensif tentang konsepsi ketahanan nasional dalam konteks kedinamikaan lingkungan strategik maupun dalam rangka pengayaan pengetahuan tentang ketahanan nasional sebagai sebuah multidisiplin ilmu.

Intellectual Exercise dengan tema yang terfokus pada ketahanan nasional, diadakan karena relevansi ketahanan nasional dalam kehidupan saat ini dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi begitu cepat bahkan lebih cepat dari yang diduga dan tidak dapat diprediksi dengan berbagai ragam tantangannya. Dengan demikian perlu adanya pemikiran dan pemahaman kembali tentang arti dan makna ketahanan nasional itu sendiri, baik secara konsepsional maupun kontekstual disesuaikan dengan warna kehidupan yang dilalui saat ini maupun yang akan dilalui kedepan.

“Dunia pengetahuan itu seperti dunia demokrasi, tidak pernah ada hal yang final,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo. Lebih lanjut, Agus berpendapat bahwa dunia pengetahuan bisa berada pada tahap akhir hanya apabila tidak bisa ditemukan temuan-temuan baru, itu pun bersifat sementara sampai ada temuan baru. Oleh karena itu, Intellectual Exercise dinilai penting untuk dilakukan sebagai wadah penguatan pengetahuan dan penajaman kompetensi banyak pihak.

“Ketahanan nasional itu bukan merupakan sebuah disiplin ilmu tunggal,” kata Agus menjelaskan. Agus menegaskan bahwa ketahanan nasional adalah sebuah keadaan yang merupakan totalitas, akumulasi, atau agregat untuk mencapai tujuan nasional yang dalam perjalanannya akan selalu menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Ketahanan nasional dicapai melalui pendekatan Ketahanan Pancagatra, yakni Gatra Ideologi, Gatra Ekonomi, Gatra Politik, Gatra Sosial Budaya, dan Gatra Pertahanan Keamanan. Oleh karena itu, keadaan ketahanan nasional dapat dikatakan baik, jika ketahanan tiap-tiap gatra juga baik. Untuk menciptakan keadaan baik pada ketahanan tiap-tiap gatra, harus bersumber pada disiplin ilmu tiap-tiap gatra tersebut.

Kemudian, Agus menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini adalah mentransformasikan ketahanan gatra yang berasal dari disiplin ilmu menjadi suatu yang konkret, yang bisa bermanfaat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat. “Tantangannya adalah mentransformasikan dari ilmu menjadi kebijakan,” kata Agus. Segala sesuatu tidak bisa berhenti pada ilmunya saja, tetapi harus diwujudkan dalam kebijakan. Hal tersebut diperlukan guna menjawab persoalan-persoalan secara aktual.

Untuk bisa membangun ketahanan nasional, Agus berpandangan bahwa pengambil kebijakan harus berdasarkan pada pengetahuan dasar tentang lintas disipliner dan harus memiliki kompetensi untuk membangun kebijakan. Beriringan dengan hal tersebut, Agus menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi memang menghargai perbedaan, tetapi perbedaan tersebut harus berdasarkan konsensus dasar bangsa. Maka perbedaan yang berasal dari luar konsensus dasar bangsa dan bertujuan keluar konsensus dasar bangsa dapat dicurigai sebagai penyalahgunaan kebebasan berpendapat.

Pada kesempatan tersebut, Agus menjelaskan bahwa sebuah negara selalu memiliki kemungkinan untuk berhadapan dengan kerawanan-kerawanan potensial dengan segala risiko yang mengikutinya. Oleh karena itu, dibutuhkan ketahanan nasional sebagai kapasitas untuk merespons kerawanan-kerawanan potensial dan mengurangi kemungkinan-kemungkinan krisis serta memperkuat kapasitas terhadap ekonomi yang lebih luas.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan salah satu gatra lebih dalam, yaitu model ketahanan gatra ekonomi. Menurut Agus, ketahanan ekonomi harus mampu mengatasi kerentanan walaupun masing-masing kerentanan memiliki karakteristik yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Oleh karena itu, memerlukan respons spesifik karena tidak dapat diperkirakan kapan dan dalam entitas bagaimana kerentanan itu akan muncul. Agus juga mengajak seluruh peserta untuk bertukar pikiran apakah pernah terpikirkan bagaimana jika kerentanan ekonomi terjadi bukan berasal dari faktor ekonomi sendiri yang bisa dicegah, melainkan berasal dari gatra di luar ekonomi seperti pandemi COVID-19.

Agus juga menyampaikan kerangka kerja konseptual modal ekonomi. Rumus yang Agus berikan adalah negara memiliki kapasitas untuk menghadapi kerentanan yang mengandung risiko. Rumus pertama adalah bila kapasitas ketahanan ekonomi lebih besar daripada kerentanan yang muncul, maka risiko dapat dikatakan tidak ada dan kerentanan selalu bisa teratasi. Rumus kedua jika kapasitas ketahanan ekonomi lebih kecil daripada kerentanan yang muncul, maka risiko dapat menjadi besar bahkan tidak mampu teratasi. Hal tersebut bisa mengakibatkan resesi, depresi, stagflasi, atau bangkrut. Rumus ketiga adalah saat kapasitas ketahanan ekonomi sama besar dengan kerentanan, maka risiko persis pada angka 0. “Ini kira-kira gambaran dari sebuah model ekonomi dari segi ketahanan ekonomi,” kata Agus.

Kegiatan Intellectual Exercise dihadiri oleh pejabat struktural Lemhannas RI, para Tenaga Ahli Pengajar, Tenaga Ahli Pengkaji, dan Tenaga Profesional Lemhannas RI.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749