Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI) Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A.,Ph.D. memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Rabu (17/03). Dalam kesempatan tersebut, Yudian mengangkat topik Mengelola Perbedaan dan Konflik Sosial Budaya dalam Perspektif Bhinneka Tunggal Ika.

“Bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang paling beruntung karena diberi keberagaman,” kata Yudian. Lebih lanjut Yudian menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kemajemukan yang beragam, yakni mulai dari agama, suku, budaya dan bahasa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2010 memiliki 1.331 suku bangsa. Sejalan dengan hal tersebut, data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2018 memiliki 652 bahasa daerah. “Ini merupakan kekayaan, ini potensi yang lebih positif kalau kita bisa mengelolanya,” kata Yudian.

Kemudian Yudian menyampaikan bahwa setiap masyarakat Indonesia sejajar di hadapan konstitusi. Bahkan dapat dikatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia, siapa pun itu, terlahir sebagai calon presiden Indonesia. Hal tersebut juga memperlihatkan bahwa kemajemukan yang diwadahi dalam Bhinneka Tunggal Ika didukung juga dalam konstitusi. Salah satu contoh jaminan konstitusi atas keragaman tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasa 32 Ayat 1 dan 2. Ayat 1 berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya” dan Ayat 2 berbunyi “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. “Tidak ada seragamisme,” ujar Yudian.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Bhinneka Tunggal Ika menghadapi tantangan menguatnya etnisitas dan identitas lokal. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pemekaran wilayah di Indonesia dari 24 provinsi menjadi 34 provinsi dan dari 340 kabupaten/kota menjadi 514 kabupaten/kota. Yudian berpendapat bahwa penguatan identitas berpotensi pada meningkatnya praktik intoleransi yang dapat meningkatkan potensi konflik. “Di satu sisi merupakan rahmat, tapi di sisi lain kalau kita tidak hati-hati bisa berbalik menjadi kesulitan bagi kita,” kata Yudian.

Oleh karena itu, Bhinneka Tunggal Ika harus selalu dijadikan prinsip yang mengarahkan modal sosial keragaman menjadi kekuatan bersama untuk mencapai tiga misi Indonesia, yakni misi statis (eksistensi NKRI), misi dinamis (pembangunan dan pencapaian kesejahteraan), serta misi etis (keadilan). “Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu prinsip untuk menata konflik,” tutur Yudian.

 


Kepala Staf Angkatan Udara periode tahun 2002-2005 Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim menyumbangkan sebanyak 30 eksemplar buku kepada Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI), Jumat (05/03). Buku-buku yang akan menjadi koleksi Perpustakaan Lemhannas RI tersebut sebagian besar merupakan buku Administrasi Negara dan Ilmu Kemiliteran, tetapi terdapat pula buku biografi dan psikologi. Penyerahan buku tersebut diterima langsung oleh Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

“Saya menyumbangkan buku-buku di Perpustakaan Lemhannas karena saya lulusan Lemhannas,” kata Chappy. Lebih lanjut Chappy menyampaikan keinginan untuk adanya momen dan kesempatan mengembangkan Pusat Studi Air Power Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai adalah adanya produk-produk pemikiran yang dapat disampaikan ke Lemhannas RI dan dapat juga dipelajari melalui Lemhannas RI.

Pada kesempatan tersebut, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim juga saling berukar pendapat dengan Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang didampingi oleh Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Kepala Biro Humas Lemhannas RI Brigjen TNI Agus Arif Fadila, dan Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Laksma TNI Sri Widodo.

“Kita mengikuti derap perkembangan lingkungan strategi,” kata Agus. Kemudian Agus menyampaikan bahwa saat ini Lemhannas RI sedang dalam proses mencoba untuk menggeser metodologi, yakni mentransformasikan dari konvensional top down menjadi lebih banyak melibatkan peserta dengan berpikir kritis. Dengan adanya transformasi tersebut, para peserta diharapkan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dan memiliki perbandingan pengetahuan, bukan hanya dari tenaga pengajar saja tapi dari sesama peserta.

Dalam bidang pengkajian strategik, Agus menyampaikan bahwa pengkajian di Lemhannas RI belakangan ini semakin dipertajam dari segi kualitas dan dalam segi kuantitas halaman agar tidak terlalu banyak. “Belakangan ini lebih dipertajam,” ujar Agus. Dalam proses penyusunan kajian, Lemhannas RI juga selalu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik praktisi, akademisi, maupun birokrasi. Hal tersebut bertujuan untuk memperkaya masukan yang diterima Lemhannas RI.

Mengakhiri pertemuan tersebut, Agus menyampaikan terima kasih serta memberikan Buku Kiprah Lemhannas RI kepada Chappy.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo memberikan pengarahan kepada 80 peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI, Selasa (09/03). “Para peserta mendapat kehormatan untuk mengikuti pendidikan di Lemhannas RI,” kata Agus. Hal tersebut dinyatakan Gubernur bukan tanpa sebab, pemilihan untuk mengikuti pendidikan di Lemhannas RI melalui proses penyaringan yang ketat hingga terpilihlah sejumlah peserta untuk mengikuti program pendidikan di Lemhannas RI.

“Lemhannas adalah sentuhan akhir bagi pimpinan nasional tingkat strategis yang intinya adalah memoles para pimpinan nasional itu dengan nilai-nilai kebangsaan,” ujar Agus. Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa Lemhannas RI membekali para peserta dengan nilai-nilai kebangsaan sehingga diharapkan nantinya ketika menduduki jabatan pimpinan pada tingkat strategis seluruh peserta sudah mempunyai pemikiran paradigma yang sama ketika merumuskan kebijakan publik.

Diharapkan pendidikan di Lemhannas RI membentuk kader pimpinan tingkat nasional yang dapat mentransformasikan gagasan, doktrin, dan pemikiran menuju pada hal yang konkret, yakni kebijakan publik. “Kebijakan yang nantinya akan dioperasionalkan dan bisa dirasakan oleh masyarakat,” tegas Agus.

 “Lemhannas tidak mencetak pemimpin, para peserta sudah menjadi pemimpin,” tutur Agus. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa tujuan pendidikan Lemhannas RI memantapkan dengan memberikan pembekalan tentang nilai-nilai kebangsaan sehingga kader pimpinan tingkat nasional memiliki karakter negarawan. Karakter negarawan yang diharapkan adalah yang berpikir segala sesuatu untuk kepentingan negara dan bangsa tanpa memberikan batas-batas yang bisa bersifat sektoral. Batas-batas sektoral yang dimaksud adalah yang membedakan antara satu dengan lainnya yang bisa menjurus untuk penumbuhan adanya arogansi sektoral dan sektoral yang tidak diselaraskan dengan komprehensif.

Untuk membentuk kader pimpinan tingkat nasional yang berkarakter negarawan, materi yang disampaikan Lemhannas RI dalam seluruh kurikulum selama penyelenggaraan pendidikan adalah materi mengenai wawasan kebangsaan serta berpikir strategis dan terampil dalam memecahkan masalah pada lingkup nasional, global, dan regional.

Setelah menjalani tahap off campus selama 4 minggu, saat ini PPRA 62 kembali menjalani tahap on campus secara virtual.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menerima kunjungan Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) Muhammad Fahmi Idris yang didampingi oleh Bendahara Umum PP KAMMI Mangaraja Harahap pada Kamis (04/03). Pada audiensi tersebut, Gubernur didampingi oleh Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P., Kepala Biro Humas Lemhannas RI Brigjen TNI Agus Arif Fadila, S.I.P., dan Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Laksma TNI Sri Widodo, S.T., CHRMP.

Mangaraja menjelaskan bahwa KAMMI melakukan transformasi ideologi dan transformasi gerakan. Pada awalnya, KAMMI hanya melakukan banyak diskusi terkait masalah keagamaan, tidak dengan masalah sosial. Tetapi, pada tahun 1998 KAMMI mencoba membawa mahasiswa muslimin untuk bicara masalah kebangsaan. Hingga pada tahun 2019 tercipta semboyan “Bangun Daulat” yang merupakan bagian dari transformasi ideologi KAMMI.

“Transformasi artinya kita memang menyadari dari posisi KAMMI ini berada di Indonesia,” ujar Mangaraja. Lebih lanjut Mangaraja menyampaikan adanya kesadaran untuk mensyukuri keberadaan Indonesia dengan anugerah yang berlimpah. Mangaraja juga berpendapat bahwa sangat disayangkan jika anak muda di Indonesia tidak mempunyai kontribusi. Oleh karena itu, agenda-agenda KAMMI sudah hampir 10 tahun ke belakang merupakan bicara tentang masalah Kedaulatan Bangsa dan Persatuan Negara Republik Indonesia.

Mangaraja juga menyampaikan bahwa pada 10-13 Maret KAMMI akan melakukan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) guna menguatkan agenda internal, yakni penguatan kaderisasi. KAMMI juga pada 15-17 Maret merencanakan agenda terkait masalah Sekolah Kepemimpinan Strategik dengan tema “Bahaya Radikalisme dan Menjaga Kedaulatan Bangsa”. Terkait kegiatan tersebut, KAMMI mengharapkan kesediaan Gubernur Lemhannas RI untuk memberikan materi agar rasa kecintaan anak muda terhadap tanah air terus bertumbuh.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menyampaikan apresiasi atas niat KAMMI sebagai organisasi generasi muda. Terkait transformasi KAMMI, Agus menyampaikan bahwa kesadaran untuk bertransformasi tersebut sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan yang sangat besar. “Saya apresiasi bahwa ini adalah atas dasar aspirasi yang ada di dalam KAMMI,” kata Agus.

Selanjutnya Agus menyampaikan bahwa saat ini bangsa Indonesia berada pada masa transisi, menghadapi krisis yang terutama disebabkan oleh pandemi Covid-19, dan menghadapi masa-masa krisis yang belum terlihat pada hari ini yang akan dihadapi pada hari-hari mendatang. Agus berpendapat bahwa dalam mengatasi hal tersebut diperlukan upaya dari anak bangsa untuk bersatu memfokuskan perhatiannya pada hal-hal tersebut yang sifatnya lebih banyak pada pembangunan yang menyejahterakan masyarakat. “Mari kita pusatkan perhatian kita untuk membangun bangsa, mempersiapkan bangsa menghadapi tantangan-tantangan dan ancaman-ancaman yang memang betul-betul secara konkret akan dihadapi oleh bangsa ini,” kata Agus.

 



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749