Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo didampingi sejumlah pejabat dan personel Lemhanas RI bertolak ke Medan, Sumatera Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu tahapan Lemhannas RI dalam menyusun Kajian Strategik Jangka Panjang Lemhannas RI Tahun 2021 dengan judul “Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi Indonesia”. Dilaksanakan selama dua hari, yakni Rabu dan Kamis, 17 dan 18 Maret 2021, kegiatan tersebut bermaksud untuk menggali dan mengumpulkan bahan kajian terkait politik identitas yang ada di Indonesia. Selama dua hari berada di Medan, rombongan Lemhannas RI menyelenggarakan empat Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pihak.

Pada FGD pertama, Lemhannas RI berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Selanjutnya, pada FGD kedua Lemhannas RI berdiskusi dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) yang dipimpin oleh Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Wakapolda Sumut) Brigjen Pol. Dr. Dadang Hartanto, S.H., S.I.K., M.Si. Kemudian FGD ketiga, Lemhannas RI berdiskusi dengan Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan yang dipimpin oleh Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapok Sahli) Pangdam I/Bukit Barisan Brigjen TNI John Sihombing, S.H., M.M. FGD keempat, Lemhannas RI berdiskusi dengan Universitas Sumatera Utara (USU) yang dipimpin oleh Wakil Rektor III USU Dr. Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan S.Si., M.Si., Apt.

“Kehidupan bangsa Indonesia menghadapi tantangan, salah satunya adalah merebaknya politik identitas” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat membuka FGD tersebut. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa politik identitas yang merebak adalah politik identitas yang mengedepankan identitas golongan atau simbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik. Agus juga mengatakan bahwa saat ini politik identitas tidak dapat dihindari di dalam demokrasi. Bahkan politik identitas merupakan sebuah fenomena politik yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia lainnya dengan pola dan karakteristik sesuai dengan konteks yang terjadi di negara tersebut.

Dalam demokrasi, politik identitas merupakan tindakan pengorganisasian identitas tertentu secara politis yang sering kali digunakan dalam rangka penyaluran aspirasi untuk memengaruhi baik kebijakan maupun tujuan kekuasaan. “Bila politik identitas digunakan secara berlebihan dan dimanipulasi dengan cara membenturkan identitas lain, tentunya akan menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat,” tutur Agus. Menurut Agus, politik identitas yang berlebihan akan bermuara pada konflik SARA, tidak saja berimplikasi pada kualitas demokrasi tapi juga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. “Hendaknya identitas yang dibawa ke dalam politik tersebut diperankan dalam koridor etika dan moral, sehingga tidak ada hak orang lain yang dilanggar serta tidak mengganggu ketertiban umum,” ujar Agus.

Agus juga berpendapat jika melihat kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya melek politik dan hukum, ditambah lagi derasnya arus informasi tanpa filter, maka dikhawatirkan merebak sikap emosional yang mudah tersulut sehingga berakibat timbul konflik vertikal maupun horizontal yang justru akan merugikan keutuhan bangsa Indonesia. “Kondisi Indonesia yang multi identitas jangan sampai menjadi sumber disintegrasi. Beragam identitas yang ada di Indonesia justru merupakan kekuatan utama bagi kemajuan bangsa,” tutur Agus.

Fenomena politik identitas yang merupakan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia harus dicari solusinya agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di Indonesia. Oleh karena itu, Kedeputian Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI memandang perlu dilakukan Kajian Strategik Jangka Panjang tentang Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia.


Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Marsekal Madya TNI Wieko Syofyan menerima audiensi dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), Rabu (17/03). Rombongan BSI dipimpin Group Head Digital Banking BSI Wijayanto Wongsodipuro hadir didampingi Kepala Departemen Founding and Hajj Umroh Group Lis Febrina, Kepala Cabang BSI Tanjung Priok Budi, dan Kepala Cabang BSI Sunter Alyonkha.

Audiensi tersebut bermaksud untuk memperkenalkan Bank Syariah Indonesia sebagaimana arahan dari Kementerian BUMN dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mensosialisasikan keberadaan Bank Syariah Indonesia yang resmi berdiri sejak 1 Februari 2021 dan merupakan gabungan dari 3 bank syariah milik negara. Setelah penggabungan 3 bank syariah tersebut, saat ini BSI menjadi bank nomor 7 terbesar di Indonesia. “Salah satu rencana besar dari pemerintah adalah membawa bangsa Indonesia secara global memiliki bank syariah nomor 10 besar di dunia,” kata Wijayanto. Pada kesempatan tersebut, Wijayanto menyampaikan bahwa dapat melayani berbagai macam kebutuhan keuangan dari ASN, TNI, maupun Polri.

Dengan bergabungnya 3 bank syariah milik BUMN tersebut, pemberian layanan menjadi lebih luas karena saat ini sudah tersedia di hampir semua kota. Wijayanto juga menyampaikan bahwa keberadaan BSI menjadi salah satu tulang punggung untuk melayani kebutuhan transaksi mengenai haji, karena pemerintah menugaskan bank syariah untuk melayani kegiatan haji.

 


Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Kamis (18/03). Dalam kesempatan tersebut, Yaqut menyampaikan materi “Meningkatkan Toleransi Masyarakat Dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era New Normal".

“Keragaman adalah kehendak Tuhan,” kata Yaqut. Lebih lanjut Yaqut menyampaikan bahwa Tuhan memang menghendaki manusia beragam dan tidak sama semua.

Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama. Berdasarkan fakta tersebut, Yaqut menegaskan bahwa semua pemeluk agama berhak memeluk agama yang dianutnya dan berpandangan bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang benar dan baik. Namun, di sisi lain setiap pemeluk agama juga harus menghargai hak pemeluk agama lain yang juga berpandangan bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang benar dan baik.

“Keyakinan kuat kita atas agama dan kepercayaan yang kita yakini itu dibatasi oleh keyakinan kuat yang dimiliki oleh umat beragama yang lain,” kata Yaqut. Hal tersebut harus dihadapi dengan toleransi dan saling menghargai.

Dalam konteks keragaman tersebut, sangat diperlukan cara beragama yang moderat. “Keragaman agama sejatinya tidak menjadi masalah yang terlalu perlu untuk dirisaukan,” kata Yaqut. Dengan terciptanya toleransi dan kerukunan, lanjut Yaqut, maka masing-masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, dan hidup bersama secara damai.

“Sikap dan pemahaman moderat dalam beragama sudah dicontohkan dengan baik oleh para pendiri bangsa kita,” tutur Yaqut. Para pendiri bangsa menyepakati adanya dasar negara Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika yang memandu kehidupan berbangsa dan bernegara. Para agamawan saat ini sepakat bahwa dasar negara tersebut harus dijaga sebaik-baiknya. Komitmen tersebut mungkin bukan yang terbaik, tetapi menjadi yang paling cocok untuk bangsa Indonesia yang sangat multikultural.

Pada kesempatan tersebut, Yaqut juga mengajak seluruh peserta PPRA 62 untuk bersama-sama mencegah munculnya kelompok-kelompok yang tidak menghargai komitmen kebangsaan serta merasa menjadi kelompok yang paling berjasa dan paling memiliki. “Tidak boleh ada komunitas yang anti terhadap komunitas yang lain,” kata Yaqut. Kebebasan beragama sebagaimana dijamin dalam komitmen kebangsaan tentu saja meniscayakan adanya sikap toleransi dan menghargai orang lain apa adanya.

Menurut Yaqut, gerakan untuk merajut toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan harus terus ditumbuhkembangkan dengan memunculkan dialog-dialog lintas agama serta solidaritas tanpa batas harus terus diupayakan melalui simbol-simbol kerukunan dan toleransi di berbagai daerah.

Oleh karena itu, moderasi beragama menjadi sangat penting karena kecenderungan pengamalan ajaran agama yang berlebihan atau melampaui batas seringkali menyisakan klaim kebenaran secara sepihak dan menganggap dirinya paling benar sementara yang lain salah. Mengamalkan moderasi beragama pada hakikatnya juga menjaga keharmonisan intern antarumat beragama sehingga kondisi kehidupan bangsa tetap damai dan kehidupan berjalan harmonis. “Saya ingin mengajak seluruh peserta untuk ikut serta dalam mengarusutamakan moderasi beragama demi Indonesia maju dan bermartabat,” kata Yaqut.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan vaksinasi Covid-19 di Lemhannas RI, Rabu (17/03). Penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 tersebut bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes), Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Ditjen Yankes Kemenkes), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Ditjen P2P Kemenkes), Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Pusdatin Kemenkes), Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan (BPPSDM Kemenkes), Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan sejumlah fasilitator yang berasal dari Puskesmas Gambir, Poliklinik Badan Intelijen Negara, Puskesmas Sawah Besar, dan RS Medistra.

“Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19,” kata Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan. Tahap pertama periode vaksinasi di Indonesia dimulai pada Januari sampai dengan April 2021 yang diprioritaskan bagi 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas pelayan publik. Sejalan dengan hal tersebut, sebanyak 925 peserta telah terdaftar pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Lemhannas RI, yang terdiri dari seluruh pegawai di lingkungan Lemhannas RI, termasuk para Tenaga Ahli Pengajar, Tenaga Ahli Pengkaji, dan Tenaga Profesional yang masuk dalam kelompok usia rentan.

“Pelaksanaan vaksinasi bukan berarti untuk membuat seseorang kebal dan terbebas dari Covid-19 dan menggantikan implementasi protokol kesehatan,” kata Wieko. Wieko menegaskan bahwa vaksinasi diharapkan dapat mengurangi penularan Covid-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat covid-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat atau herd immunity dan melindungi masyarakat dari Covid-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. “Saya mengimbau saudara sekalian bahwa pelaksanaan vaksinasi wajib diikuti dengan tetap menerapkan protokol kesehatan melalui gerakan 5 M,” tutur Wieko.

Wieko menegaskan bahwa seluruh personel wajib menerapkan 5M, yakni Memakai masker, Mencuci tangan memakai sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, serta Membatasi mobilisasi dan interaksi. Hal tersebut merupakan langkah disiplin untuk menjaga diri untuk mencegah penularan Covid-19. “Jangan sampai kehadiran vaksin Covid-19 mengakibatkan kita lengah,” ujar Wieko.

Mengakhiri sambutannya, Wieko mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerja dalam tahapan vaksinasi Covid-19 mulai dari persiapan, distribusi sampai pelayanan vaksinasi Covid-19. Wieko berharap vaksinasi Covid-19 yang sudah diupayakan dengan dukungan, komitmen, dan kerja sama mampu mengendalikan laju pandemi Covid-19. “Mari bersama sukseskan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Lemhannas RI untuk melindungi diri dan memulihkan negeri,” kata Wieko.

Kepala Balitbangkes Kemkes dr. Slamet, MHP turut hadir untuk melakukan peninjauan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Lemhannas RI. “Kita menyadari betul bahwa untuk memberantas pandemi Covid-19 ini setidaknya ada 3 pilar,” kata dr. Slamet. Pilar pertama adalah secara bersama-sama melaksanakan 3M dan 3T. Pilar kedua adalah meningkatkan stamina, mulai dari olahraga, makan bergizi, mengatur pola hidup, dan termasuk juga melaksanakan vaksinasi. Pilar ketiga adalah perawatan terhadap orang yang terpapar Covid-19. “Tetapi untuk vaksinasi ini, tentu tidak akan bisa bermanfaat dengan baik manakala 3M dan 3T tidak dilakukan. Jadi walaupun kita sudah melakukan vaksinasi, 3M dan 3T wajib dilakukan,” tegas dr. Slamet.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749