Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Dr. Ir. Pramono Anung Wibowo, M.M. memberikan ceramah kepada peserta Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (Taplai IA ITB), Senin (15/02). Pramono Anung memulai ceramahnya dengan menyampaikan keadaan Indonesia yang saat ini menghadapi tragedi kemanusiaan yang sudah berlangsung setahun, yang kini menjadi prioritas utama pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

“Sejak kita pertama kali mendapatkan kasus Covid-19 sampai hari ini, hampir 1 tahun penuh dan dari waktu ke waktu tembus 1 juta kasus. Permasalahannya juga begitu kompleks,” kata Pramono Anung. Lebih lanjut Pramono Anung menyampaikan data dari 215 negara yang mengalami pandemi Covid-19, tidak ada satu negara pun yang memiliki rumus baku untuk menyelesaikan pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 menjadi persoalan yang serius yang dihadapi oleh dunia, bukan saja bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Presiden, Wakil Presiden, dan seluruh tim bekerja dengan sungguh-sungguh dalam mengatasi pandemi Covid-19.

“Energi bangsa ini selama satu tahun terus terang saja betul-betul tercurah untuk mengatasi 2 hal, yaitu persoalan kesehatan dan persoalan ekonomi,” tutur Pramono Anung. Menurut Pramono Anung, tidak mungkin hanya menyelesaikan salah satunya, seperti persoalan kesehatan tanpa mempertimbangkan persoalan ekonomi. Sehingga berulang kali pemerintah, dalam hal ini terkhusus Presiden, menyampaikan untuk melakukan kebijakan dengan “gas dan rem” agar persoalan kesehatan bisa teratasi dan juga persoalan ekonomi bisa diatasi dengan baik. “Presiden berulang kali menyampaikan bahwa jangan biarkan krisis ini membuahkan kemunduran, krisis ini harus kita manfaatkan sebagai momentum untuk melakukan lompatan besar,” kata Pramono Anung mengutip Presiden.

Lebih lanjut Pramono Anung menegaskan bahwa dalam kondisi di tengah pandemi Covid-19, setiap orang harus tetap optimis bahwa bisa keluar dari krisis ini dan harus terbiasa melihat persoalan dalam perspektif besar. “Saya yakin bangsa ini segera akan menjadi bangsa yang lebih kuat bahkan potensi menjadi bangsa pemenang itu menjadi lebih besar,” ujar Pramono Anung.

Pramono Anung juga menyampaikan bahwa menyongsong tahun 2045, pemerintah tidak hanya memprioritaskan pembangunan infrastruktur fisik tetapi pemerintah juga memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia. “Pembangunan manusia menjadi sangat penting,” kata Pramono Anung. Beberapa di antaranya adalah persoalan stunting yang harus diatasi, persoalan pendidikan yang paling mendasar harus diatasi, persoalan kesehatan, pertumbuhan pendudukan, perlindungan perempuan dan pembangunan desa tertinggal juga segera ditindaklanjuti. Oleh karena itu, prioritas pemerintah saat ini adalah untuk membangun desa. Jika melihat alokasi anggaran saat ini lebih banyak dialokasikan untuk membangun pada tingkat desa dibandingkan membangun pada tingkat kota.

“Apa pun yang harus dilakukan oleh pemerintahan ini, siapa pun pemerintahan yang ada, siapa pun pemerintahan itu, pasti tujuannya paling utama dan terutama adalah keselamatan seluruh rakyatnya,” tegas Pramono Anung. Tidak ada pemerintah di mana pun yang tidak ingin rakyatnya menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu, Pramono Anung menegaskan bahwa tujuan utama pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin hanya satu, yaitu keselamatan untuk seluruh rakyat, baik keselamatan di bidang kesehatan maupun sosial ekonomi.

 


“Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, bahaya radikalisme, separatisme, penyebaran berita bohong (hoaks), dan ancaman perpecahan terus mengintai masyarakat dan bangsa Indonesia,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo pada Upacara Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Secara Virtual Bagi Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Angkatan I Tahun 2021 Lemhannas RI. Kegiatan tersebut dibuka pada Senin, 15 Februari 2021 dan direncanakan ditutup pada Senin, 22 Februari 2021.

Kepada 97 orang yang menjadi peserta, Agus menyampaikan bahwa minimnya pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sungguh telah membuat masyarakat begitu mudahnya diprovokasi serta dipecah belah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan dipandang sangat penting untuk segera dilaksanakan, disosialisasikan, serta dibumikan kembali di tengah-tengah masyarakat, agar semangat bela negara semakin menggelora sekaligus menguatkan persatuan dan menjaga keutuhan bangsa.

“Ikatan Alumni ITB merupakan wadah pemersatu dari kaum intelektual, yang merupakan lulusan dari Institut Teknologi Bandung,” ujar Agus. Menurut Agus, Alumni ITB yang telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia, sebagian telah memiliki posisi jabatan strategis, baik dalam struktur pemerintahan, BUMN, maupun pada sektor swasta. Meskipun telah tergabung dalam suatu Ikatan Alumni ITB, tentunya tetap ada berbagai perbedaan, seperti perbedaan disiplin ilmu, perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan pengalaman, dan perbedaan persepsi serta kualitas pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Dengan demikian, lanjut Agus, sangatlah tepat para peserta yang tergabung dalam Ikatan Alumni ITB untuk mengikuti pemantapan nilai-nilai kebangsaan untuk menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman terkait dengan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari empat konsensus dasar bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. “Dengan adanya bekal, persepsi, dan pemahaman yang sama terkait wawasan dan nilai-nilai kebangsaan ini, diharapkan para peserta mampu memberikan kontribusi yang positif dalam menyelesaikan persoalan bangsa serta senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok,” tutur Agus.

“Saya berharap agar kesempatan yang relatif singkat ini  dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan secara saksama, melakukan tukar pendapat, dan diskusi secara komprehensif terkait berbagai permasalahan bangsa sehingga para peserta memiliki wawasan yang luas serta mampu mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan ini secara baik dan benar,” kata Agus menutup sambutannya.

“Esensi mengusulkan kegiatan ini karena kami merasa sudah waktunya Alumni ITB merenung kembali,” kata Ketua Ikatan Alumni ITB Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc. Salah satunya, Ridwan menyampaikan hal yang harus direnungkan adalah apa masalah yang sedang terjadi dengan bangsa Indonesia. Ridwan juga menyampaikan hal yang akhir-akhir ini menjadi pembahasan di kalangan Alumni ITB, yakni radikalisme. Menurut Ridwan, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menyejukkan suasana. Ridwan berpandangan bahwa semua orang dapat membuat pernyataan dan semua orang berpikir dengan pola pikir masing-masing. “Tidak ada yang mengharuskan kita untuk satu pendapat, tidak ada yang mewajibkan kita untuk punya 1 pilihan politik. Tidak ada yang mewajibkan itu semua,” kata Ridwan. Lebih lanjut Ridwan menegaskan bahwa setiap manusia dilahirkan berbeda-beda dan perbedaan itulah yang menjadi kekayaan. “Kita hanya boleh radikal atas kepentingan Republik Indonesia. Selebihnya kita hargai perbedaan, kita hormati perbedaan,” ujar Ridwan.


Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Laksdya TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos.,S.H.,M.H. didampingi sejumlah Pejabat Tinggi Wantannas melakukan audiensi dengan Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Senin, 15 Februari 2021. Turut hadir dalam audiensi tersebut Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P, Tenaga Ahli Pengajar Bidang Pertahanan dan Keamanan Lemhannas RI Laksda TNI Budi Setiawan,S.T, Tenaga Ahli Pengkaji Madya Bidang Pertahanan dan Keamanan Lemhannas RI Brigjen TNI Supriyatna, S.I.P., M.M., dan Direktur Pertahanan Keamanan dan Geografi Debidjianstrat Lemhannas RI Marsma TNI Heddezul, S.Sos.

“Masalah keamanan merupakan bagian dari kepentingan nasional suatu negara,” Sesjen Wantannas Laksdya TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. Menurut Harjo, kepentingan nasional adalah keadaan sejahtera dan aman. Harjo berpendapat bahwa keadaan sejahtera lebih kepada faktor politik, karena bergantung bagaimana pemerintahan untuk bisa menjamin warganya sejahtera. Sedangkan keamanan dibebani faktor kenegaraan karena menyangkut bagaimana mempertahankan agar negara itu tetap merdeka, tetap bersatu tetap berdaulat, dan intinya adalah keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Keamanan memiliki peran yang sangat penting, tapi ternyata tanpa sadar mengalami degradasi. Oleh karena itu, Wantannas dirasa perlu direformasi menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas).

Harjo menyampaikan bahwa terkait nomenklatur saat ini sudah dalam tahap penyusunan Keputusan Presiden (Keppres) yang lebih lengkap dan komprehensif. Selain Keppres, saat ini juga sedang disusun rancangan strategi keamanan nasional. “Rancangan strategi keamanan nasional adalah bagaimana mempertahankan Indonesia tetap merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” kata Harjo. Rancangan strategi keamanan nasional juga diperlukan guna mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional.

Pada kesempatan tersebut Harjo juga menyampaikan bahwa Setjen Wantannas berencana menggunakan data pengukuran ketahanan nasional dari Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) Lemhannas RI untuk memberikan masukan kepada Presiden selaku ketua Dewan. “Kami tahu di sini ada satu alat ukur ketahanan nasional melalui Labkurtannas dan kalau sesuai dengan tugas pokok dari Wantannas itu ada salah satunya melakukan pengawasan, pengidentifikasian, penilaian, mengevaluasi situasi perkembangan keamanan nasional dan ketahanan nasional,” kata Harjo.

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan bahwa perubahan nomenklatur bukanlah perkara yang sederhana sebab istilah Dewan Ketahanan Nasional telah tercatat di dalam undang-undang. Namun, hal tersebut bukan berarti tidak mungkin. “Memang kelihatannya rumit,” kata Agus. Dalam kesempatan tersebut, Agus berbagi sejarah mengenai perubahan nama yang juga pernah berubah dari Lembaga Pertahanan Nasional menjadi Lembaga Ketahanan Nasional. “Dari pertahanan menjadi ketahanan,” tutur Agus. Namun, walaupun mengalami perubahan nama, untuk fungsi tidak mengalami perubahan dan tetap bertugas untuk mendidik praktisi ketahanan.

Sejumlah Pejabat Tinggi yang turut mendampingi Sesjen Wantannas dalam audiensi tersebut adalah Deputi Bidang Politik dan Strategi Irjen Pol Drs. Sukma Edi Mulyono, M.H., Deputi Bidang Pengembangan Marsda TNI Dr. Sungkono, S.E., M.Si., Deputi Bidang Sistem Nasional Mayjen TNI Made Datrawan, S.IP. serta Deputi Bidang Pengkajian dan Penginderaan Laksda TNI Dr. Dani Achdani, S.Sos., S.E., M.AP.


“Webinar yang diprakarsai oleh Yayasan Pembela Tanah Air Pusat ini begitu relevan untuk mengingatkan kepada kita dan sekaligus merefleksikan nilai-nilai patriotik yang terkandung dalam catatan sejarah perjalanan bangsa dalam menghadapi tantangan bangsa saat ini,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo dalam sambutannya pada Webinar Peringatan 76 Tahun Kebangkitan PETA secara daring, Minggu, 14 Februari 2021.

Lebih lanjut Agus juga mengibaratkan sejarah bagai akar pohon yang menjadi sebatang pohon tumbuh, tegak, dan semakin kokoh. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan dan perjalanan hidup suatu bangsa tak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan yang mengawalinya. “Oleh karenanya, memahami dan memelihara sejarah dalam ingatan kolektif masyarakat menjadi wahana penting untuk menjaga dan merawat kehidupan sebuah bangsa agar terus tumbuh, berkembang, dan semakin kuat,” tutur Agus.

Kehadiran organisasi Pembela Tanah Air (PETA), tidak dapat dihapus dari catatan sejarah perjalanan perjuangan bangsa Indonesia, utamanya dalam perlawanan guna melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing. Agus juga menyampaikan bahwa secara organisasi, PETA merupakan komunitas perlawanan yang dibentuk oleh pemerintah (penjajah) Jepang sebagai garda perlawanan bersenjata untuk membantu tentara Jepang dalam mempertahankan kepulauan Indonesia yang saat itu masih menjadi tanah jajahan jepang dari invasi kembali pasukan Sekutu. Kala itu, PETA memiliki semangat patriotik guna mempertahankan tanah air Indonesia agar tidak kembali dijajah oleh bangsa Eropa.

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 19 Agustus 1945, pemerintah Jepang membubarkan organisasi PETA. Hal tersebut disebabkan karena kekalahan pasukan Jepang dari pasukan Sekutu yang juga menandai berakhirnya penjajahan di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia. Sejak saat itulah, tidak ada lagi organisasi PETA sebagai organisasi perlawanan menghadapi penjajahan. “Namun demikian, kaum muda yang kala itu pernah tergabung di dalam organisasi PETA, masih tetap memiliki semangat patriotik, cinta bangsa dan tanah air Indonesia,” tutur Agus.

Catatan sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan dan mengusir penjajah selama lebih dari tiga setengah abad telah menunjukkan  nilai-nilai patriotik yang seharusnya mendapatkan penghargaan dan rasa hormat yang tinggi. Agus menegaskan bahwa nilai-nilai sejarah perjuangan tersebut yang pada hakikatnya menjadi akar untuk tumbuh berkembang dan tegak kokohnya “pohon” kebangsaan Indonesia. Sedangkan nilai-nilai patriotik yang disarikan dari proses sejarah perjuangan menuju kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi segenap generasi bangsa ini.

Agus juga menyampaikan harapannya agar seluruh peserta webinar dapat merenungkan kembali langkah dan perjuangan yang telah dikorbankan oleh para pendahulu dan pendiri bangsa. Menurut Agus, para pejuang bangsa telah mewariskan kemerdekaan yang tidak dapat diganti dengan apa pun. “Perjuangan dan pengorbanannya telah dan akan terus menjadi spirit dalam bermasyarakat, bernegara, dan mempertahankan NKRI,” tutup Agus.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749