“RPJMN sebenarnya adalah perintah dari Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dr. (H.C.) Ir. H. Suharso Monoarfa dalam ceramah kepada peserta PPRA 61, Selasa (07/07). 

Kemudian Suharso menegaskan bahwa setiap kepala pemerintahan meletakkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang konvergen dengan sasaran di dalam RPJP. 

RPJMN, lanjut Suharso, antara lain diisi juga oleh visi, misi, serta arahan presiden. Pada masa Presiden Jokowi, RPJMN dituangkan dalam 7 agenda pembangunan. Pertama adalah transformasi ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas, yakni dengan rata-rata pertumbuhan 6% per tahun. Kedua, pengembangan wilayah sebagai basis pembangunan untuk mengurangi kesenjangan. Ketiga, yaitu SDM berkualitas dan berdaya saing, hal ini penting karena untuk memasuki era Revolusi Industri 4.0 dibutuhkan tenaga kerja yang kualifikasinya berbeda dengan sekarang dan kualifikasinya patut disiapkan.

Keempat adalah revolusi mental dan pembangunan kebudayaan, dalam hal ini sikap intoleran dan ingin menang sendiri harus dihilangkan. Kelima, yaitu pembangunan infrastruktur untuk pelayanan dasar seperti pembangunan jalan, jembatan, air bersih, dan sanitasi. Keenam adalah memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lingkungan hidup dan kerentanan bencana, termasuk bencana non-alam seperti pandemi Covid-19.

Terakhir adalah kondisi politik, hukum, pertahanan, dan keamanan yang kondusif melalui penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, serta stabilitas politik dan pertahanan keamanan. “Semua agenda pembangunan itu memuat 17 Sustainable Development Goals,” kata Suharso. Saat ini Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi ukuran sebuah bangsa maju atau tidak. “Kementerian PPN/Bappenas adalah pengampu wali amanat untuk SDGs tersebut,” jelas Suharso.

Pada kesempatan tersebut Suharso juga menyampaikan 5 fokus strategi untuk sasaran 2024. Fokus pertama adalah pembangunan SDM yaitu melalui layanan dasar dan perlindungan sosial, peningkatan produktivitas, dan penguatan karakter. Kemudian pembangunan infrastruktur mulai dari infrastruktur pelayanan dasar, infrastruktur ekonomi, energi dan kelistrikan sampai transformasi digital. Selanjutnya adalah penyederhanaan regulasi yang akan disusun berdasarkan analisis dampak regulasi serta analisis biaya dan manfaat. 

Fokus lainnya adalah penyederhanaan birokrasi dengan penyederhanaan prosedur dan penyelenggaraan e-government sehingga pelayanan tidak terhambat jarak. Terakhir adalah transformasi ekonomi dengan industrialisasi berbasis SDA dan rantai produksi global, pengembangan destinasi unggulan, serta penguatan ekonomi kreatif dan ekonomi digital.


Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik memberikan ceramah dengan tema “Perkembangan Penegakan HAM di Indonesia” kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60 Lemhannas RI pada Rabu (01/07).

Pada kesempatan tersebut, Ahmad menjelaskan bahwa konsep HAM memang baru muncul tahun 1948. Namun ide-ide HAM sudah ada sebelumnya, seperti pada UUD 1945 sudah tertuang kebebasan berserikat, berekspresi, dan kebebasan menjalankan agama.

“Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN yang paling progresif untuk memasukkan isu HAM ke dalam perundang-undangan atau sistem hukum,” kata Ahmad. Di Indonesia, ketentuan-ketentuan mengenai HAM diatur sampai tingkat operasional seperti peraturan Kapolri dan peraturan Panglima TNI yang mengatur aparatur yang bekerja dengan standar HAM.

“Pembatasan dimungkinkan terhadap derogable rights,” ujar Ahmad saat menjelaskan mengenai derogable rights dan non-derogable rights. Yang dimaksud derogable rights adalah hak asasi yang bisa ditunda, dibatasi, dan dikurangi, namun bukan dicabut. Salah satu contohnya adalah pemberlakuan PSBB yang membatasi hak bergerak masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan karena bergerak bukan hak absolut. Contoh lainnya adalah jika dalam situasi perang atau situasi darurat militer, sangat mungkin hak komunikasi dibatasi. “Hak dapat dibatasi dengan catatan ada keadaan darurat,” ujar Ahmad.

Kemudian HAM dimungkinkan untuk ditunda, dibatasi, dan dikurangi jika ada dasar hukum yang digunakan, tidak boleh sembarangan. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya kegiatan demo boleh dilakukan hanya sampai pukul 18.00, maka lebih dari pukul 18.00 demo dapat dibubarkan karena ada ketentuannya dalam rangka menjaga ketertiban.

“Tapi ada hak yang tidak bisa dikurangi sama sekali,” tutur Ahmad. Hak yang tidak dapat dikurangi sama sekali adalah non-derogable rights. Hak yang termasuk non-derogable rights adalah hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

“Maka Komnas HAM selalu menolak hukuman mati karena berdasarkan prinsip ini,” kata Ahmad menjelaskan mengenai hak untuk hidup sebagai non-derogable rights. Setiap individu juga memiliki hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, yakni boleh meyakini apa saja di dalam pikiran, tetapi ketika ingin mempraktikkan ada regulasi yang mengatur.

“Negara pada intinya ada tiga tugasnya, penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan,” ujar Ahmad. Yang dimaksud penghormatan biasanya berkaitan dengan hak sipil politik, berserikat, berkumpul, dan berekspresi. Selanjutnya pemenuhan yang biasanya terkait dengan hak ekonomi dan sosial budaya, yakni seperti menyelenggarakan layanan kesehatan dan pendidikan. Terakhir perlindungan, yaitu melindungi supaya individu tidak mengalami pelanggaran hak asasi oleh pihak lain.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber dalam Webinar Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat, (03/07). “Kalau bicara tentang Pancasila, kita harus tahu dulu Pancasila itu apa. Bukan untuk menghafal sila-silanya dan isinya, tetapi bagaimana di dalam proses berbangsa dan bernegara,” kata Agus dalam Webinar yang mengangkat tema “Kembali Pancasila: Jati Diri Bangsa” tersebut.

Kemudian Agus menyampaikan pelajaran yang dapat ditarik dari perumusan Pancasila, yakni Pancasila lahir melalui berbagai proses penggalian mutiara bangsa dan merupakan kumpulan gagasan dan cara pikir beberapa pendiri bangsa. Pancasila, lanjut Agus, lahir melalui proses musyawarah dan toleransi menerima sikap bhinneka bangsa Indonesia. Proses tersebut, yakni 1 Juni 1945 saat pidato Bung Karno, 22 Juni saat munculnya konsep Piagam Jakarta, dan 18 Agustus ketika ditetapkan sebagai dasar negara. “Inilah warisan terbesar dari proses perumusan Pancasila yang harus kita hayati dan selanjutnya kita pegang di dalam menjaga kelangsungan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Agus.

Selanjutnya Agus menjelaskan bahwa Pancasila akan kokoh apabila ketahanan nasional dapat diwujudkan. Menurut Agus, ketahanan nasional adalah sebuah prasyarat dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa. Indonesia sebagai negara yang beragam, harus menjadikan 4 Konsensus Dasar Bangsa, yakni Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945, sebagai pijakan dalam perbedaan. “Setiap perbedaan, walaupun atas nama demokrasi, tidak boleh lepas dari konsensus dasar kebangsaan kita. Sebagaimana diletakkan oleh para pendiri bangsa pada tahun 1945,” tutur Agus.

Kemudian Agus menyampaikan tantangan bagi Pancasila, yaitu untuk memiliki daya saing sehingga dapat disandingkan dengan ideologi lain, Menurut Agus, Pancasila harus memiliki nilai arahan konkret sehingga dapat dirasakan kehadirannya, dan perlu dibangun nilai instrumental implementatif sesuai dengan kondisi zaman. Dengan adanya pembangunan nilai instrumental tersebut, Pancasila dirasakan mempunyai daya guna konkret sehingga seluruh masyarakat akan mempunyai rasa memiliki akan Pancasila dan tidak menyerahkan Pancasila hanya kepada pemerintah saja. “Bagaimana Pancasila bisa diimplementasikan, bagaimana Pancasila bisa menjadi sakti menduduki posisi yang dominan di dalam budaya bangsa, akan sangat bergantung kepada apa yang kita lakukan semua di dalam fungsi masing-masing” ujar Agus.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) dan School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman antara kedua instansi pada Rabu (01/07). Bertempat di Ruang Nusantara Lemhannas RI, Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dan Ketua SGPP Indonesia Safendrri Komara Ragamustari, Ph.D. menandatangani nota kesepahaman tersebut.

 

Nota Kesepahaman tersebut merupakan nota kesepahaman pertama antara kedua instansi yang berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang atau diakhiri sebelum habis masa berlakunya atas persetujuan kedua instansi.

 

Adapun ruang lingkup nota kesepahaman tersebut adalah peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, pengabdian kepada masyarakat, pertukaran tenaga ahli, dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

 

Dilaksanakan pada masa tatanan normal baru, penandatanganan nota kesepahaman tetap menerapkan protokol kesehatan

 



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749