Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc. memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60, Selasa, 23 Juni 2020. Pada kesempatan tersebut Hammam mengangkat topik “Membangun Ekosistem Inovasi dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19”.
Mengawali ceramahnya, Hammam mengajak seluruh peserta untuk melihat potret pembangunan teknologi Indonesia melalui posisi Indonesia di Indeks Inovasi Dunia 2019 yang berada di rangking 85. Dalam menentukan indeks inovasi dunia, indikator terpenting adalah investasi penelitian dan pengembangan, jumlah paten dan merek internasional yang dimiliki sebuah negara, serta ekspor produk teknologi tepat guna dan teknologi tinggi. Sedangkan, Indonesia masih kalah dalam ekspor produk teknologi tepat guna. Menurut Hammam, Indonesia harus membawa ekonomi menjadi berbasis pada inovasi karena itu adalah ciri negara maju. “Inovasi potret dari perkembangan teknologi kemudian menghasilkan inovasi dalam konteks kapasitas birokrasi,” kata Hammam.
“Masalah yang dihadapi Indonesia adalah masih terjebak dalam middle income trap,” ujar Hammam. Walaupun secara total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah berada diatas US$ 1 Triliun, masalah middle income trap bukan sesuatu yang bisa ditepis. “Bagaimana keluar dari jebakan pendapatan menengah? Kita harus melakukan terobosan menggunakan innovation driven economy,” ujar Hammam.
Saat ini Indonesia masih menggunakan efficiency driven economy sebagai basis bisnis biasa. Hal tersebut harus diterobos dengan innovation driven economy, yakni perekonomian dengan basis pemanfaatan teknologi agar bisa keluar dari middle income trap. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar terlepas dari middle income trap dan menjadi negara maju melalui pemanfaatan inovasi dan teknologi.
Pada kesempatan tersebut, Hammam menjelaskan bahwa Indonesia harus meninggalkan paradigma lama yakni “Iptek dikerjakan hanya untuk kemajuan Iptek” dan menerapkan paradigma baru yakni “Iptek harus menjadi landasan untuk pembangunan nasional”. Indonesia juga masih minim investasi untuk penelitian dan pengembangan, baik dari pihak pemerintah atau pun swasta.
Dalam membangun ekosistem inovasi dalam penanggulangan pandemi Covid-19 BPPT menghadirkan pentahelix, yakni bersatunya unsur akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media. Seminggu setelah kasus 01 dan 02 positif Covid-19 muncul di Indonesia, BPPT membentuk satuan tugas yang disebut Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC-19). Mandatnya adalah menghasilkan produk inovasi teknologi karya Indonesia dalam mengatasi Covid-19. “Ekosistem inovasi dalam penanganan wabah Covid-19 di Indonesia bertujuan menghilirkan inovasi teknologi yang dapat diproduksi industri dalam negeri secara cepat, dan segera dimanfaatkan oleh masyarakat,” tutur Hammam.
Hingga saat ini TFRIC-19 sudah menghasilkan 5 aksi cepat. Pertama, Artificial Intelligence Covid-19, yakni aplikasi teknologi Informasi dan Al untuk mendukung penegakan diagnosa Covid-19 dan pengambilan keputusan. Kedua adalah sarana dan prasarana pandemi Covid-19, yaitu memperkuat penyiapan sarana dan prasarana deteksi, mobile lab, penyediaan logistik kesehatan dan ekosistem inovasi dalam menangani pandemi Covid-19. Ketiga adalah PCR Diagnostic Test Covid-19 yang dikembangkan sesuai dengan mutasi terbaru Covid-19. Keempat adalah Non-PCR Diagnostic Test Covid-19 yang dikembangkan dalam bentuk dip stick dan micro-chip. Kelima adalah Whole Genome Covid-19 Origin Indonesia yaitu analisis dan penyusunan menggunakan data orang Indonesia yang terinfeksi. “Pandemi Covid-19 ini tidak bisa kita atasi dengan bisnis as usual,” ujar Hammam.