Menjelang berakhirnya kepengurusan Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) Masa Bakti 2015-2020, IKAL mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) IV guna menentukan kepengurusan IKAL periode berikutnya di Ruang Dwi Warna, Gedung Pancagatra, Kamis,(27/8). Munas IV tersebut juga disiarkan secara virtual agar dapat diikuti oleh para peserta yang tidak dapat hadir di tempat penyelenggaraan.

Sebelum memulai Munas IV, Ketua Umum IKAL Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar menyampaikan ucapan terima kasih kepada panitia Munas IV atas kerja kerasnya sehingga Munas IV tersebut dapat terlaksana. Agum juga mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Lemhannas RI atas dukungan dan kerja sama pada setiap kegiatan IKAL selama ini. “Saya sangat berharap, siapa pun gubernurnya nanti dan siapa pun Ketua Umum IKALnya nanti, hubungan kerja seperti ini tetap bisa terlaksana dengan baik,” kata Agum.

Kemudian Agum juga berpesan kepada seluruh peserta Munas IV agar melaksanakan Munas IV dengan penuh pengertian, yakni mengerti  tujuan Munas IV dilaksanakan, dan pelaksanaan Munas IV yang serba terbatas karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Kemudian Agum juga menghimbau agar seluruh peserta melaksanakan Munas IV dengan sungguh-sungguh dengan mematuhi tata tertib dan peraturan yang berlaku. 

“Munas ini adalah Munas IKAL, suatu organisasi yang begitu prestisius. Jadi saya mohon seluruh peserta untuk mengikutinya dengan penuh rasa kerja sama, kebersamaan, dan gembira,” kata Agum.

“Di tengah pasang surut dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam lima tahun terakhir, IKAL senantiasa menunjukkan komitmen dan konsistensinya dalam memberikan berbagai sumbangsihnya baik tenaga, pemikiran, materil maupun moril bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat memberikan sambutan.

Menurut Agus, capaian tersebut tentu tidak terlepas dari kualitas, integritas, dan soliditas kepengurusan IKAL masa bakti 2015-2020. Hal tersebut harus dijadikan sebagai motivasi dan sumber inspirasi untuk memantapkan langkah dan pikiran dalam menentukan kepengurusan IKAL periode berikutnya, agar IKAL semakin tumbuh dan berkembang sebagai tempat bersandar bagi seluruh komponen bangsa yang mendambakan Indonesia yang bersatu, maju, dan sejahtera. Oleh karena itu, Agus menghimbau bahwa kehadiran alumni Lemhannas RI yang tersebar di daerah perlu diberdayakan dan dimanfaatkan dalam menyosialisasikan nilai-nilai kebangsaan dalam berbagai aktivitas seperti yang termuat dalam misi IKAL.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa IKAL di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan sebuah organisasi yang strategis,” ujar Agus. Menurut Agus, hal tersebut bukan saja karena cerminan dari kurikulum Lemhannas RI yang telah dibekalkan kepada para anggota IKAL, tetapi juga merupakan cerminan dari struktur organisasi IKAL sendiri.

Agus menyampaikan bahwa IKAL mewakili komponen bangsa baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Secara vertikal dalam pengertian dimensi waktu karena meliputi dari angkatan pertama sampai angkatan 61 yang saat ini sedang mengikuti program pendidikan. Di sisi lain, secara horizontal yang dimaksud adalah pengertian kewilayahan di mana IKAL menjadi wadah para alumni yang tersebar di banyak daerah.

Di penghujung sambutannya, Agus menyampaikan bahwa reputasi dan nama sebuah lembaga pendidikan akan selalu dibawa dan dicerminkan oleh sikap dan perilaku para alumninya, begitu pula dengan Lemhannas RI. “Untuk itu kami selalu mengingatkan bahwa kemana pun anggota IKAL berada, di dalam sikap dan perilakunya akan selalu membawa nama Lemhannas RI,” kata Agus.

Setelah serangkaian kegiatan, akhirnya Munas IV IKAL menetapkan Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar kembali terpilih menjadi Ketua Umum IKAL Masa Bakti 2020-2025.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) mengadakan Seminar Nasional Call For Papers secara dalam jaringan (daring) sebagai awalan dari kegiatan Jakarta Geopolitical Forum (JGF) 2020, Rabu, 19 Agustus 2020. Kegiatan Seminar Nasional tersebut merupakan kegiatan pendahuluan dari rangkaian JGF 2020 yang akan diselenggarakan pada Oktober 2020.

Tema yang diangkat adalah “Lanskap Geopolitik di Era Covid-19: Memikirkan Kembali Strategi Ketahanan Nasional”. Pemilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh fakta dan fenomena perubahan lanskap geopolitik global yang dipicu oleh derasnya penyebaran pandemi Covid-19. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengetahui pandangan para peserta terhadap dinamika geopolitik global di tengah Covid-19 dan dampaknya terhadap ketahanan nasional.

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, yang menjadi pembicara kunci, menjelaskan bahwa alasan kegiatan Call For Papers memberi perhatian kepada Covid-19 karena dilatarbelakangi oleh besarnya dampak yang ditimbulkan. Dampak pertama adalah secara horizontal, yaitu pendekatan kawasan dalam konteks global yang berpengaruh dalam hubungan intranasional dan keamanan global. Selanjutnya adalah secara vertikal di dalam sistem nasional tiap-tiap negara, Covid-19 menimbulkan dinamika yang sangat tinggi,  bukan saja terhadap negara menengah tetapi juga pada negara besar.

Lebih lanjut Agus juga menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 juga berdampak pada interaksi antara kecenderungan lingkungan strategis dengan kondisi intranasional, yaitu saling mempengaruhi antara dampak pertama dan kedua. Terakhir, pandemi Covid-19 menimbulkan gaya hidup baru yang mengharuskan masyarakat membiasakan cara hidup dengan ketentuan-ketentuan melindungi diri sendiri dan orang lain di setiap tempat.

“Ketahanan nasional merupakan outcome, dia tidak merupakan disiplin ilmu tersendiri,” kata Agus. Ketahanan nasional diperlukan dalam rangka mencapai tujuan nasional. Kemudian Agus menjelaskan bahwa ketahanan nasional dapat terwujud dengan pendekatan gatra ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. “Masing-masing gatra mempunyai ketahanan bidangnya,” ujar Agus.

Untuk mewujudkan kondisi gatra yang baik dalam wujud konkret, lanjut Agus, dibutuhkan suatu kebijakan yang berdasarkan fondasi pengetahuan dan kompetensi dalam merumuskan kebijakan.

Kemudian Agus mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia sungguh mengejutkan. Dampak tersebut ditandai dengan memburuknya kondisi ekonomi, politik, dan sosial di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Ketahanan nasional Indonesia juga diuji dalam upaya menyelamatkan bangsa dari terpaan Covid-19 yang memporak-porandakan tatanan dan sendi kehidupan di berbagai aspek dan elemen bangsa. “Sudah saatnya Indonesia bangkit dan tegak untuk memperkuat diri dengan ketahanan nasional yang kuat dan tangguh yang mampu menangkal segala bentuk dampak yang mengancam keutuhan bangsa dan keberadaan bangsa dari ancaman pandemi Covid-19 ini,” kata Agus.

Oleh karena itu, Agus menegaskan bahwa model ketahanan nasional Indonesia hendaknya dipikirkan kembali untuk mampu menciptakan ekosistem nasional yang memberikan efek konstruktif tidak hanya bagi perbaikan kondisi nasional, tetapi juga turut mempengaruhi dan mendukung perbaikan tata dunia. Agus juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas keikutsertaan peserta dalam penulisan. Agus memandang keikutsertaan peserta merupakan wujud konkret bersama dalam memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi saat ini.


“Kita tidak bisa menganalisis satu aspek secara khusus, terpisah dari aspek-aspek lainnya,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Dialog Publik dan Republik Forum Sahabat, Selasa (25/8). Dalam dialog yang mengangkat topik “Refleksi 75 Tahun: Republik dan Kita”, Agus menyampaikan bahwa salah satu refleksi 75 tahun kemerdekaan adalah adanya kesadaran bahwa semua menjadi satu dan saling mempengaruhi.

Agus juga mengungkapkan bahwa semua harus dilihat secara komprehensif. Sebagai contoh, jelas Agus, kesejahteraan diasumsikan bersumber dari aspek ekonomi. Namun, aspek ekonomi juga ditentukan oleh aspek Kesehatan. Aspek Kesehatan tersebut, lanjut Agus, juga ditentukan oleh kualitas kondisi tiap-tiap manusia. Hal tersebut sudah seharusnya menjadi refleksi bahwa ada faktor lain diluar ekonomi yang berimplikasi terhadap ekonomi. “Sehingga harus melihatnya secara komprehensif,” ujar Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus mengajak seluruh peserta untuk melihat dari segi pendidikan. Dalam hal pendidikan, hasil didik tidak hanya dipengaruhi peserta didik, tapi juga dipengaruhi tenaga pendidik. Hal tersebut kembali menunjukan bahwa dalam masing-masing aspek dan pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh kualitas manusia. Oleh karena itu, untuk melihat secara komprehensif kaitan satu aspek dengan aspek lain, diperlukan perhatian pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). “Saya melihat bahwa aspek apapun yang akan diimplementasikan dan diaktualisasikan oleh manusia, pertama-tama yang harus kita bangun dan kita olah adalah sumber daya manusianya,” tutur Agus.

Lebih lanjut Agus mengajak seluruh peserta untuk melihat posisi pendidikan bangsa Indonesia. Untuk mengukur suatu hasil pendidikan dimasa lalu tidak mudah. Namun, dewasa kini, sudah terdapat instrumen-instrumen yang digunakan dalam mengukur perbandingan hasil pendidikan suatu negara dengan hasil pendidikan dengan negara lain.

Kemudian Agus menyampaikan berdasarkan indikator dari data yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga internasional,  Indonesia dalam bidang pendidikan masih berada diposisi yang kurang memuaskan. Peringkat Indonesia di wilayah Asia Tenggara dalam Best University in Southeast Asia menunjukan bahwa Universitas Indonesia (UI) berada di peringkat 9, disusul Universitas Gadjah Mada (UGM) pada peringkat 12, dan kemudian Institut Teknologi Bandung di nomor 13. Sedangkan untuk peringkat dunia, berdasarkan QS World University Rankings, UI berada di peringkat 296, kemudian UGM di nomor 320, dan ITB pada peringkat 331.

Indikator selanjutnya adalah hasil Programme For International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan Organization For Economic Cooperation Development (OECD) yang terdiri dari 78 negara dengan diantaranya 37 negara maju dengan indeks perkembangan manusia yang tinggi. Program tersebut adalah survei yang dilakukan setiap 3 tahun dengan peserta siswa berumur 15 tahun yang menilai sejauh mana peserta memiliki pengetahuan inti di dalam partisipasi mereka dalam masyarakat.

Penilaian yang dilakukan berpusat pada kemampuan membaca, berhitung, sains, kemampuan berinovasi, serta kesejahteraan pada siswa. Pada tahun 2018, kemampuan berinovasi merupakan salah satu hal yang diperhitungkan dalam kompetensi global. Kemudian di tahun 2022, salah satu ranah kemampuan berinovasi adalah berpikir kreatif. Hasil tahun 2018, menunjukan siswa di Indonesia mencapai nilai lebih rendah dari rata-rata nilai OECD dalam membaca, matematik dan sains.

Di sisi lain Agus memandang bahwa pendidikan karakter diperlukan, terlebih di tengah kompleksitas globalisasi. Penanaman nilai moral individu diperlukan guna menjaga konsistensi dan komitmen individu manusia sebagai makhluk sosial yang terikat dengan nilai kolektivisme sosial dalam ikatan kelompok. “Pendidikan karakter harus dimulai sejak usia dini,” kata Agus.

Kemudian Agus memberikan contoh sistem pendidikan Jepang, yaitu seorang anak terlebih dahulu dididik mengenai etika dan budaya sebelum pembekalan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dijadikan cerminan bagi Indonesia untuk mencari nilai-nilai yang ingin dibekalkan kepada generasi penerus dan nilai-nilai tersebut harus ditanamkan secara konsisten di dalam instrumen-instrumen yang akan digunakan sebagai metodologi untuk membekalkan nilai-nilai kepada generasi mendatang. “Sistem pendidikan di Indonesia perlu pengkajian dan tinjauan kembali secara menyeluruh,” saran Agus. Pengkajian dan peninjauan kembali yang dilakukan pun tidak bisa hanya melihat aspek teknis saja, tetapi aspek lainnya seperti juga kompetensi tenaga pengajar juga harus dilibatkan.

Agus menyampaikan bahwa pengaruh saling keterkaitan dan kesinambungan memiliki implikasi dalam proses belajar. “Garis kesinambungan tersebut  yang perlu kita identifikasi dengan penelusuran kilas balik sejak perjalanan sejarah selama 75 tahun merdeka dalam inventarisasi apa yang telah kita capai, memahami apa yang hendak kita capai dan bagaimana kita mencapainya dengan menutup kekurangan-kekurangan yang bisa kita identifikasi selama perjalanan selama ini,” ujar Agus. Oleh karena itu, Agus memandang diperlukan penyusunan peta jalan dalam mencapai pembangunan SDM sebagai modal dasar untuk melakukan pembangunan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara guna menyongsong tantangan dinamika lingkungan strategis di masa depan.


“Ketahanan nasional itu sebenarnya bukanlah suatu ilmu tersendiri, tetapi ketahanan nasional itu adalah sebuah bentuk akhir,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo pada Webinar “Membangun Negara dan Bangsa Melalui Penguatan Ketahanan Nasional yang Bersumber dari Ketahanan Keluarga Menuju Indonesia Emas 2045” yang diselenggarakan oleh  Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP), Selasa (18/08).

Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa ketahanan nasional dapat diraih melalui pendekatan gatra, yakni gatra ideologi, gatra ekonomi, gatra politik, gatra sosial budaya, gatra pertahanan dan keamanan, serta gatra spasial geografis melalui keadaan masing-masing provinsi. Apabila ketahanan tiap-tiap gatra tercapai dengan baik, maka ketahanan nasional bisa dikatakan dalam situasi baik. Namun sebaliknya, jika ada salah satu gatra yang kondisinya lemah maka akan mempengaruhi kondisi ketahanan nasional.

Pendekatan gatra tersebut harus didasarkan pada disiplin ilmu masing-masing gatra yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat serta efektivitasnya dapat diukur. Oleh karena itu, pejabat yang berwenang dalam merumuskan kebijakan masing-masing aspek harus mempunyai landasan pengetahuan dan kompetensi untuk merumuskan sebuah kebijakan.

“Ketahanan keluarga berada pada ketahanan sosial budaya,” ujar Agus. Selanjutnya Agus menyampaikan bahwa elemen dasar dalam sebuah keluarga adalah adanya pemenuhan persyaratan pada kesehatan, kebugaran jasmani dan intelektual para anggota keluarga. Hubungan dalam keluarga akan dimaknai dari hubungan antaranggota keluarga. Kemampuan memadukan kapasitas individual dari anggota keluarga menjadi sebuah kapasitas yang terintegrasi secara komprehensif dalam kesatuan hukum keluarga. Agus juga menegaskan bahwa pembentukan karakter seorang manusia secara individu, bukan karena pengembangan alamiah atau karena pendidikan formal, tetapi terbentuk juga melalui pendidikan informal dari keluarga, kerabat, teman, dan lingkungan sosial.

Terwujudnya ketahanan nasional tidak terlepas dari peran keluarga, karena keluarga merupakan pilar pertama dan utama dalam membangun bangsa dan merupakan unit terkecil yang menentukan bangsa. Keluarga memiliki peran langsung untuk bisa mewujudkan sikap atau fungsi asah, asih, dan asuh serta merupakan tumpuan untuk menumbuhkembangkan dan menyalurkan potensi setiap anggota keluarga.

Sejalan dengan hal tersebut, keluarga sebagai wahana pembelajaran dan pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, menjadikan keluarga sebagai satuan kelompok yang sangat rentan jika hubungan emosional antara orang tua dan anak tidak dikelola dengan baik dan tidak dijalin dalam sebuah interaktif yang positif. Pembentukan karakter individu bergantung pada karakter keluarga yang berkembang menjadi karakter suatu bangsa, baik buruknya karakter bangsa ditentukan pada karakter keluarga yang menentukan ketahanan nasional. “Memperkuat ketahanan keluarga berarti memperkuat ketahanan nasional,” tutur Agus.

Selanjutnya Agus menyatakan bahwa pembagian peran, fungsi, dan tugas masing-masing anggota keluarga sangat penting bagi ketahanan keluarga. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan makro yang dapat membuat keluarga menjalankan peran fungsi dan tugas dengan tepat. Namun, sekuat apa pun pemerintah tidak akan mungkin bertindak sendiri dalam menghadapi masalah-masalah yang menghambat terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Agus, sangat penting untuk mencurahkan perhatian terhadap pembangunan keluarga di Indonesia karena keluarga merupakan sistem mikro yang mempengaruhi sistem yang lebih besar yang ada. “Ketahanan keluarga merupakan fondasi ketahanan nasional,” tutur Agus.

Agus menegaskan bahwa bentuk dan corak keluarga yang membangun karakter bangsa adalah keluarga yang berkualitas dari sisi kesehatan, pengetahuan, pendidikan serta diperkuat dengan keteraturan dan norma sosial yang tertanam di dalamnya, dan keluarga yang menanamkan nilai etika sosial dengan praktik nyata dalam hubungan antarsesama tanpa melalui cara-cara penanaman doktrin yang sifatnya instruksional.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749