Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo memberikan pembekalan dalam Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Tahun Akademik 2020/2021 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Kamis (10/09). Pada acara yang mengangkat tema “Bersama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sukses Studi dan Berkarya Menghadapi Era Baru”, Agus memberikan pembekalan mengenai Wawasan Kebangsaan.

 

“Kalau kita bicara wawasan kebangsaan, kita perlu untuk memahami apa arti wawasan kebangsaan,” kata Agus mengawali pembekalannya. Agus menyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah sudut pandang seseorang mengenai diri dan tanah air sebagai negara kepulauan dan sikap bangsa Indonesia pada diri sendiri dan lingkungan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

 

Agus menekankan pada kalimat persatuan dan kesatuan wilayah, mengingat bentuk geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan. Secara umum dikatakan bahwa pulau-pulau di negara kepulauan dipisahkan oleh perairan, tetapi dalam wawasan kebangsaan, perairan justru akan menyatukan pulau-pulau dan menyatukan nilai kebangsaan.

 

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh warga negara untuk menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa di atas kepentingan diri sendiri atau kelompok. Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sehingga bisa mempertahankan NKRI berdasarkan asas Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu, wawasan kebangsaan juga tidak memberikan tempat untuk patriotisme yang kaku, yaitu patriotisme dengan tujuan negatif.

 

Menurut Agus, negara Indonesia yang bersatu dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Terutama di era globalisasi, yakni batas-batas antarbangsa sudah semakin memudar dan kompetisi antarbangsa semakin terbuka. Oleh karena itu, Wawasan Kebangsaan harus selalu berlandaskan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dan berhasil menjalankan misi di tengah kehidupan tata negara di dunia. “Hanya bangsa yang siap dan unggul dalam berkompetisi yang akan bisa untuk menjadi bangsa yang besar,” ujar Agus.

 

Agus menuturkan bahwa bangsa Indonesia tidak ditentukan melalui komposisi mayoritas dan minoritas. Menurut Agus, hal tersebut adalah sebuah nilai yang sangat berharga di tengah kebhinnekaan untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Nilai tersebut tidak hanya diperkuat oleh wawasan kebangsaan, tetapi diperkuat juga melalui paradigma nasional lainnya, yakni wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

 

Agus menyebutkan bahwa tantangan bagi wawasan kebangsaan dalam era kini adalah bagaimana memaknai nilai intrinsik dari nilai-nilai yang diwarisi dari zaman perjuangan di masa lalu untuk ditransformasikan ke dalam instrumental operasional dalam bangsa Indonesia dan lingkungan strategis yang telah berubah. Tantangan lainnya yang dihadapi pada dasarnya terdiri dari tantangan yang berasal dari globalisasi, karakter bangsa, dan Revolusi Industri 4.0.


Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menghadiri Bedah Buku Manajemen Bela Negara: Pendekatan Modern Menjadi Bangsa Yang Besar karya Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ), pada Rabu (9/9). Acara tersebut bertepatan dengan peresmian pendirian AB Susanto Center untuk Pusat Internalisasi dan Penggerak Manajemen Bela Negara UPN VJ.

Dilansir dari upnvj.ac.id, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Tri Agung Kristanto selaku moderator mengatakan buku tersebut menegaskan bahwa apa pun yang dilakukan dan dedikasikan untuk negara dapat berkontribusi dalam Bela Negara. Di halaman lima dalam buku Manajemen Bela Negara tertulis  “salah satu bentuk penyegaran semangat Bela Negara ini ialah dengan memperluas makna Bela Negara”. Bela Negara tidak hanya identik dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) namun memiliki makna yang lebih luas.

Maka salah satu bentuk penyegaran semangat bela negara adalah dengan memperluas makna bela negara. “Kalau kita melihat bela negara, bela negara itu bukan merupakan kepentingan pertahanan saja, bela negara itu bukan kepentingan TNI saja. Tetapi bela negara merupakan kepentingan nasional,” kata Agus dalam tanggapannya. Menurut Agus, konotasi bela negara yang identik dengan kepentingan pertahanan dikarenakan gagasannya lahir dari Kementerian Pertahanan. Maka, komunikasi dan sosialisasi yang menjelaskan Bela Negara dengan posisi yang proporsional dalam fungsi-fungsi ketatanegaraan maupun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangat diperlukan.

“Sebetulnya bela negara ini merupakan kepentingan nasional, seyogyanya memang lahir dari sebuah lembaga pada tingkat nasional yang bersifat strategis dan dijabarkan menurut fungsi masing-masing atau kepada instansi fungsional,” ujar Agus. Oleh karena itu, Agus mendorong agar aplikasi, implementasi dari gagasan bela negara bisa semakin diimbangi dengan peran-peran non TNI dan non Polri. Menurut Agus ada kesinambungan yang dapat dijalin, yakni kepada lembaga-lembaga TNI dan Polri bisa berkontribusi memberikan pelatihan dalam bidang-bidang yang diperlukan seperti pelatihan membangun disiplin. Namun, manajemen penyelenggaraan lebih besar porsinya diberikan kepada lembaga non TNI dan non Polri. Agus juga menyampaikan Peraturan Menteri ketika dijabat oleh Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, yang menyebutkan bahwa terdapat lima elemen bela negara dan hanya satu yang terkait dengan kompetensi keprajuritan, yaitu membangun kemampuan awal untuk kekuatan pertahanan.


Lemhannas RI mengadakan Sosialisasi Pembinaan Kesadaran Hukum dan Peraturan Perundang undangan terkait dengan tema  “Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pengendalian COVID 19” secara daring, Kamis (10/9). Sosialisasi tersebut menghadirkan Deputi Bidang Sistem dan Strategi  BNPB Ir. Bernardus Wisnu Wijaya. M.Sc sebagai pembicara.

 

Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI Laksma Budi Setiawan, S.T. dalam sambutannya mengungkapkan bahwa saat ini COVID 19 telah merebak ke 34 provinsi di Indonesia dan mengalami peningkatan yang signifikan di Provinsi DKI Jakarta, yang merupakan daerah episentrum dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 tertinggi. Hal tersebut, lanjut Budi Setiawan, dikarenakan kepadatan dan mobilitas penduduk serta rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol Kesehatan.

 

Jumlah Pasien terkonfirmasi COVID 19 yang semakin mengalami peningkatan menjadi urgensi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan berupa Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan disiplin dan penegakan hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Dengan adanya sosialisasi tersebut, lanjut Budi Setiawan, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada para peserta sosialisasi dan mengikuti peraturan terkait peningkatan disiplin dan penegakan protokol Kesehatan.

 

Dalam paparannya, Wisnu memaparkan bahwa Pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 untuk penegakan kedisiplinan. Namun aturan tersebut, jelas Wisnu, tidak dapat secara penuh diterapkan dengan ancaman dan situasi kondisi sosial seperti saat ini. Hal tersebut dikarenakan Indonesia berbeda dengan negara sosialis seperti Tiongkok dan Vietnam. Di Indonesia, lanjut Wisnu, terdapat permasalahan yang lebih kompleks dan saling terkait seperti masalah ekonomi, sosial dan dapat berkembang ke masalah keamanan. “Di sini, semua permasalahan itu saling terkait dan tidak dapat diselesaikan satu-persatu. Maka kita atur keseimbangannya, kapan kita tekan faktor kesehatan dan kapan tekan masalah ekonomi,” jelas Wisnu. Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Perpres nomor 82 Tahun 2020 yang menggabungkan permasalahan ekonomi dan Kesehatan. 

 

Wisnu menjelaskan bahwa tugas BNPB adalah sebagai monitoring dan evaluasi dan pelaporan. Sedangkan yang bertugas melakukan sosialisasi adalah Kementerian Dalam Negeri dan jajarannya hingga ke pemerintah daerah. Wisnu memaparkan sejak awal munculnya COVID-19 di Indonesia pada Maret 2020 lalu, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk menanggulangi COVID-19. Kepatuhan masyarakat saat itu dinilai tinggi dan berhasil sedikit menekan laju pertumbuhan penyebaran COVID-19. Namun, kondisi ekonomi yang memburuk mendorong adanya pelonggaran aktivitas ekonomi yang menyebabkan menurunnya kepatuhan dan berakibat pada meningkatnya kasus sampai saat ini. Maka dari itu, jelas Wisnu, Upaya Penegakan hukum dipandang perlu sejalan dengan upaya memberikan sarana untuk menjalankan kepatuhan.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menghadiri Peresmian Pendirian AB Susanto Center untuk Pusat Internalisasi dan Penggerak Manajemen Bela Negara Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ), Rabu (09/10). Dalam kesempatan tersebut Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo melakukan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti.

Dikutip dari upnvj.ac.id, tujuan pendirian AB Susanto Center tidak menekankan pembuatan kajian. Namun, untuk menginternalisasi dan menggerakkan bela negara berdasarkan konsep ketahanan nasional yang telah disusun oleh Lemhannas RI, menginternalisasi konsep bela negara berdasarkan penjabaran dari konsep ketahanan nasional dalam menghadapi tantangan dan ancaman di masa kini dan pada masa mendatang, memformulasi strategi bela negara bagi bangsa dan negara Indonesia, dan merumuskan langkah-langkah implementasi strategi bela negara.

“Peresmian ini menandai bertemunya dua elemen strategis yang akan saling bersinergi,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Dua elemen yang dimaksud adalah nama AB Susanto yang telah memiliki reputasi sebagai pakar dalam manajemen strategis yang kemudian dikenakan pada sebuah lembaga yang mengandung peran strategis dalam menyelenggarakan fungsi manajemen bela negara. Agus yakin bahwa kedua elemen tersebut akan bersinergi untuk saling mengisi dan memperkuat guna mendasari kinerja AB Susanto Center untuk bela negara ini ke masa depan.

Kemudian Agus mengingatkan bahwa adanya AB Susanto Center bagi UPN VJ akan menambah kredensial UPN VJ yang memang sudah dikenal sebagai kampus bela negara. Namun, penambahan tersebut juga dibarengi dengan tugas dan tantangan bagi UPN VJ dalam mengisi melalui peran yang substantif. Peran substantif yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk pelaksanaan program saja, tetapi masih banyak fungsi-fungsi penataan baik struktur maupun sistem yang harus diselesaikan karena wujud dan sistem bela negara belum sampai kepada keadaan final.

Merujuk pada keputusan menteri, hanya satu dari lima elemen dalam spektrum bela negara yang berbentuk latihan keprajuritan yaitu pembentukan kemampuan awal pertahanan, yang telah memasuki wilayah hard power keterampilan kemiliteran yang bermuara pada pembentukan komponen cadangan kekuatan pertahanan. Empat elemen lainnya berbentuk soft power dalam spektrum bela negara, mulai dari rasa cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila dan rela berkorban.

“Untuk meletakkan bela negara berdasarkan konsep ketahanan nasional, hendaknya tidak kita abaikan bahwa ketahanan nasional merupakan agregat dari ketahanan gatra yang menjadi dasar analisis di Lemhannas RI,” kata Agus. Gatra yang dimaksud terdiri dari Tri Gatra yang cenderung bersifat statis, yakni gatra geografi, gatra sumber kekayaan alam, dan gatra demografi dan Panca Gatra yang cenderung bersifat demografi, yaitu gatra ideologi, gatra politik, gatra ekonomi, gatra sosial budaya serta gatra pertahanan keamanan.

Kemudian Agus menjelaskan bahwa kondisi ketahanan nasional akan baik apabila ketahanan setiap gatra kondisinya baik. Ketahanan gatra dibangun dengan mengaplikasikan kerangka teoritis dari ilmu pengetahuan masing-masing disiplin ilmu gatra. Oleh karena itu, tidak ada implementasi kebijakan publik yang tidak dikaitkan dengan ilmu pengetahuan. “Tidak ada satu aspek fungsi dapat kita bangun yang tidak terkait secara interaktif dengan fungsi dalam aspek-aspek lainnya,” tutur Agus.

Agus menegaskan bahwa pada akhirnya keseluruhan fungsi secara sektoral tidak dapat dibangun secara terpisah dari aspek fungsi pemerintahan lainnya. Begitu pun dengan bela negara yang mempunyai irisan dengan efektivitas fungsi penyelenggaraan pemerintahan secara koheren dalam “whole of government approach”. Semua itu harus terpadu dalam fungsi pemerintah antara satu aspek dengan aspek lainnya. Melihat hal tersebut, Agus menyampaikan bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh AB Susanto Center, lebih daripada hanya  sekedar menyusun program.

“Saya berharap AB Susanto Center ini akan menjadi pusat rujukan tentang segala sesuatu yang menyangkut manajemen bela negara. Sehingga nantinya menjadi centre of excellence untuk manajemen bela negara: pusat internalisasi dan penggerak manajemen bela negara,” kata Agus menutup sambutannya.

Bertepatan dengan Peresmian AB Susanto Center, Gubernur Lemhannas RI turut menghadiri Bedah Buku Manajemen Bela Negara: Pendekatan Modern Menjadi Bangsa Yang Besar karya Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ).

“Sebetulnya bela negara ini merupakan kepentingan nasional, seyogyanya memang lahir dari sebuah lembaga pada tingkat nasional yang bersifat strategis dan dijabarkan menurut fungsi masing-masing atau kepada instansi fungsional,” ujar Agus dalam sambutannya pada kegiatan Bedah Buku. Oleh karena itu, Agus mendorong agar aplikasi, implementasi dari gagasan bela negara bisa semakin diimbangi dengan peran-peran non TNI dan non Polri. Menurut Agus, ada kesinambungan yang dapat dijalin, yakni kepada lembaga-lembaga TNI dan Polri bisa berkontribusi memberikan pelatihan dalam bidang-bidang yang diperlukan seperti pelatihan membangun disiplin.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749