“Mengembangkan strategi (pertahanan) harus mengerti geopolitik,” kata Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto dalam Seminar Nasional tentang “Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia: Tinjauan Strategi Pertahanan Nusantara”, yang diselenggarakan Markas Besar TNI pada Rabu (20/9). 

Berkaitan dengan geopolitik, Andi Widjajanto menyampaikan bahwa salah satu tugas Lemhannas RI adalah membuat geopolitik menjadi wawasan nusantara. Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa dalam membangun strategi pertahanan akan jauh lebih mudah jika mengenal apa yang menjadi lawan. Dengan memiliki pengetahuan tentang lawan, maka bisa diketahui pendekatan-pendekatan yang harus diambil. 

Andi Widjajanto sendiri memandang bahwa pembangunan pertahanan negara 2024 tidak dirancang untuk untuk berperang dengan berbasis ancaman (threat base), tetapi dirancang dengan perspektif berbasis kemampuan (capability base). Oleh karena itu, TNI harus memiliki kemampuan yang lengkap. “Capability base approach, lawannya siapa tidak penting, yang penting angkatannya memiliki kemampuan yang lengkap,” ucapnya.

Kemudian Andi Widjajanto melihat bahwa ancaman 20 tahun ke depan tidak lagi berbentuk konflik komunal, tetapi lebih pada pertarungan kekuatan-kekuatan besar dan perang pasifik 2.0 karena adanya transisi hegemoni. Salah satu pertarungan tersebut adalah perang antara Amerika Serikat melawan Tiongkok. “Mari bersiap diri menghadapi perang regional, perang global, antara Amerika Serikat dengan Tiongkok di kawasan kita” ajaknya.

Selain itu, Andi Widjajanto juga menyinggung perkembangan teknologi senjata. Menurutnya, perlu disoroti apakah dengan perkembangan teknologi senjata akan terjadi perubahan signifikan dalam cara bertempur jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Selain itu, perkembangan siber dan karakter perang juga tetap harus diantisipasi.

Mengakhiri paparannya, lebih spesifik Andi Widjajanto menjelaskan terkait Anti-Access/Area Denial (A2/AD) sebagai pilar bagi strategi pertahanan Nusantara dalam menghadapi risiko eskalasi perang regional dan global. Menurutnya, ada delapan protokol A2/AD, yakni pertahanan berlapis; pengawasan laut-udara; gelar tindakan balasan; zona larangan terbang; penangkalan/penguasaan maritim; pertahanan siber; pemutusan komunikasi; dan diplomasi. “Pada dasarnya saya menawarkan bersiaplah membangun pertahanan nusantara untuk mengantisipasi perang global,” jelasnya.

Dalam seminar nasional yang dibuka oleh Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono selaku pembicara kunci, turut hadir sejumlah narasumber seperti Rektor Universitas Pertahanan Letjen TNI Jonni Mahroza, Ph. D., Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Akmal Dr. Ngasiman Djoyonegoro, Analis Militer dan Pertahanan Dr. Connie R. Bakrie, serta Lecturer of NUS Dr. Evan Laksmana, Ph.D. (NA/BIA)


Direktorat Pengkajian Sosial Budaya dan Demografi Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan judul “Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui Penerima Bantuan Iuran untuk Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Informal” pada Selasa (19/9), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

Dalam laporannya, Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. menyampaikan bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan pelaksanaan kewajiban negara untuk menjamin kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap masyarakat.

Perlindungan sosial bagi pekerja juga diharapkan dapat menjangkau seluruh pekerja bukan hanya sektor formal namun juga pada pekerja sektor informal, sehingga dapat tercipta suasana inklusivitas perlindungan bagi seluruh pekerja di Indonesia.

Dalam FGD yang dibuka Wakil Gubernur Lemhannas RI Laksda TNI Maman Firmansyah, dikatakannya bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menyediakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) bagi seluruh masyarakat melalui undang-undang dan badan penyelenggara jaminan sosial, yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan sosial ketenagakerjaan pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan rasa aman, perlindungan dan mendorong produktivitas pekerja serta memberikan kontribusi pada perekonomian dan pembangunan bangsa. Namun, dalam mewujudkan jaminan sosial ketenagakerjaan juga terdapat tantangan, terutama untuk pekerja rentan yang umumnya bekerja di sektor informal dan berpendapatan rendah.

Data BPJS menunjukkan bahwa cakupan peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan masih rendah pada pekerja di sektor informal. Implementasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam jaminan sosial ketenagakerjaan juga terhambat oleh kurangnya regulasi yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius untuk mengembangkan regulasi dan memperluas cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga lebih banyak pekerja rentan dapat terlindungi dengan baik.

“Penguatan jaminan sosial untuk pekerja informal diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kerentanan sosial dan berkeadilan secara ekonomi, serta memberikan wawasan yang berharga bagi para pemangku kebijakan, praktisi, dan masyarakat umum,” ujar Maman Firmansyah. Hal tersebut sejalan dengan mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk menciptakan sistem jaminan sosial yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Acara yang dimoderatori oleh Tenaga Profesional Bidang Geostrategi dan Ketahanan Nasional Lemhannas RI Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si menghadirkan beberapa narasumber, salah satunya adalah Tenaga Ahli Menteri Bidang Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Heri Kris Sritanto.

Dalam paparannya, Heri Kris Sritanto menyampaikan sejumlah hal yang menjadi tantangan jaminan sosial di Indonesia. Pertama tentang isu keterbatasan akses. Sebagian besar pekerja di sektor informal tidak memiliki akses terhadap program jaminan sosial karena mereka tidak terdaftar secara formal. Untuk itu, perlu adanya upaya untuk memperluas cakupan jaminan sosial terutama untuk pekerja di sektor informal dan membangun kerjasama dengan sektor swasta dan lembaga non-pemerintah untuk dan meningkatkan efisiensi program jaminan sosial.

Kedua adalah tentang isu ketersediaan dana. Jaminan sosial membutuhkan sumber daya finansial yang signifikan. Namun, terdapat ketidakseimbangan antara dana yang tersedia dengan kebutuhan untuk menyediakan manfaat yang memadai bagi semua pekerja. Dalam hal ini peningkatan dana perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai metode seperti peningkatan kontribusi dari pemberi kerja, alokasi anggaran pemerintah, atau pencarian sumber dana eksternal.

Ketiga adalah terkait isu penyelenggaraan program. Manajemen dan pengelolaan dana jaminan sosial memerlukan tata kelola yang kuat dan transparan untuk memastikan bahwa dana digunakan dengan efisien dan tepat sasaran.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana jaminan sosial serta mempertimbangkan pengembangan model baru untuk jaminan sosial, yang dapat mencakup inovasi seperti jaminan kesehatan berbasis teknologi atau skema jaminan sosial yang sesuai dengan karakteristik khusus pekerja informal.

Adapun beberapa narasumber lain yang hadir, yakni Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas RI Maliki, ST, MSIE, Ph.D., Wakil Ketua Komisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional Indra Budi Sumantoro, S.Pd. M.M., Direktur Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI Retno Pratiwi, Kepala Subdirektorat Harmonisasi Peraturan Jaminan Sosial Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI Komala Rini, S.E., M.A., dan Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan. (SP/BIA)


Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat judul “Perang Siber: Implikasi Keamanan Nasional dan Upaya Perlindungan Siber dalam Konteks Geopolitik Indonesia 2045” pada Rabu (20/9), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam laporannya menyampaikan bahwa keamanan siber telah menjadi isu yang semakin mendesak dalam geopolitik global.  Menurutnya, dalam menjaga keamanan siber bukan hanya suatu keharusan teknologi, tetapi juga menjadi aspek kunci di era digital yang penuh tantangan. Sejalan dengan hal tersebut, perlindungan siber erat kaitannya dengan pelaksanaan fungsi ketahanan dan keamanan nasional.

Sementara itu, Wakil Gubernur Lemhannas RI Laksda TNI Maman Firmansyah yang membuka FGD tersebut, mengatakan bahwa dalam konteks geopolitik V di Indonesia, transformasi digital menjadi sektor penting yang mewarnai perkembangan dinamika pada pembangunan nasional. Sektor tersebut dapat menjadi pondasi peningkatan kapasitas geopolitik Indonesia di era globalisasi.

Lebih lanjut, ruang siber telah menjadi medan pertarungan utama dalam perang teknologi antara negara-negara hegemoni. Instrumen siber memiliki dampak yang signifikan dan berisiko, termasuk serangan siber yang bersifat non fisik. Terkait hal tersebut, Indonesia yang rentan terhadap serangan siber perlu berkonsentrasi pada perlindungan siber, investasi dalam teknologi siber dan meningkatkan kerjasama internasional dalam bidang keamanan siber untuk menjaga keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

Dalam konteks geopolitik Indonesia, transformasi digital memainkan peran kunci dalam pembangunan nasional dan peningkatan kapasitas geopolitik, Maman Firmansyah menilai bahwa Indonesia perlu lebih fokus pada sektor-sektor yang masih lemah, seperti kepuasan bisnis, pengetahuan dan keluaran teknologi, keluaran kreativitas, serta investasi dalam penelitian dan sumber daya manusia (SDM).

“Kedepan, Indonesia dapat terus meningkatkan kapasitasnya dalam transformasi digital, memperkuat keamanan siber, dan menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi,” sambung Maman Firmansyah. Dirinya berharap Indonesia dapat bersaing lebih baik dalam dinamika geopolitik global yang semakin kompleks.

FGD yang dimoderatori oleh Tenaga Profesional Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lemhannas RI Ida Bagus Made Putra Jandhana tersebut menghadirkan Kepala Pusat Pertahanan Siber Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Rana S., S.Sos., M.M. Dalam paparannya, ia menyampaikan Implikasi Artificial Intelligence (AI) terhadap serangan siber dalam konteks geopolitik. Pada bidang politik implikasinya pada propaganda dan pengaruh asing serta polarisasi dan perpecahan. 

Sedangkan dalam bidang sosial, menurut Rana, implikasinya pada penyebaran berita palsu dan keamanan data pribadi. Kemudian pada bidang ekonomi, keterlibatannya ada pada kejahatan siber, seperti hacking, pencurian data, dan ransomware serta pada e-commerce dan keamanan transaksi. Sedangkan pada bidang pertahanan dan keamanan, keterlibatannya ada pada serangan infrastruktur informasi vital dan spionase serta kegiatan cyber militer.

Menyikapi hal tersebut, sejumlah strategi telah disusun untuk menghadapi tantangan siber. Pertama adalah penyiapan SDM yang mampu menguasai teknologi AI. Kedua adalah penyusunan dan penguatan kebijakan/regulasi yang mampu mengakomodir teknologi AI serta melakukan kolaborasi/kerjasama dengan melibatkan pemangku kepentingan antar lembaga, mulai dari pemerintah, swasta, komunitas, dan akademisi. Dan yang ketiga adalah menyiapkan teknologi AI untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertahanan dan TNI.

Narasumber lain yang hadir dalam FGD tersebut, yakni Deputi VI Bidang Intelijen Siber, Badan Intelijen Negara RI Irjen Pol Andean Bonar Sitinjak, S.I.K., M.Si., Direktur Strategi Keamanan Siber dan Sandi, Badan Siber dan Sandi Negara Bapak Sigit Kurniawan, S.ST., M.A.P., Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kemenkominfo RI Bapak Aries Kusdaryono, S.Kom., M.Kom., Ph.D., Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim POLRI Kombes Pol Dani Kustoni, S.H., S.I.K., M.Hum., dan Analis Utama Politik Keamanan Lab 45 Christian Guntur Lebang. (SP/BIA)


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) kembali menyelenggarakan kegiatan pemantapan nilai-nilai kebangsaan bagi Alumni ToBe Institute angkatan II dan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2023 bertempat di Ruang Gadjah Mada, Lemhannas RI, pada Senin (18/9).

Dalam laporannya, Deputi Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Mayjen TNI Agus Arif Fadila, S.I.P menyampaikan bahwa jumlah peserta sebanyak 87 orang yang terdiri dari 60 orang alumni ToBe Institute dan 27 orang dari BPJS Ketenagakerjaan. 

Kegiatan yang mengangkat tema “Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan yang Bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa Guna Memelihara Dan Meningkatkan Kualitas Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara” tersebut akan diselenggarakan selama tujuh hari, mulai tanggal 18 hingga 24 September 2023.

Adapun tiga materi yang akan diberikan kepada para peserta, yakni materi dasar, materi utama, dan materi penunjang. Materi dasar terdiri dari wawasan nusantara, ketahanan nasional, kewaspadaan nasional, dan kepemimpinan nasional. Selain itu, terdapat juga materi utama, yakni implementasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari empat konsensus dasar yang meliputi Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Kemudian untuk materi ketiga adalah materi penunjang yang terdiri dari pengantar nilai-nilai kebangsaan dan sejarah perjalanan bangsa, perkembangan lingkungan strategis, pembangunan karakter bangsa melalui revolusi mental, dan team building.

Wakil Gubernur Lemhannas RI Laksda TNI Maman Firmansyah secara resmi membuka kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, Maman Firmansyah menyampaikan bahwa perkembangan strategis saat ini tidak dapat terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknologi informasi.

Hal tersebut berdampak pada berbagai informasi yang tidak hanya dapat segera diketahui, namun sangat mudah didapat dengan tidak lagi melihat etika maupun norma-norma yang berlaku.

Selain memiliki dampak positif, kemudahan untuk mengakses informasi tersebut sangat memungkinkan kita semua dapat melihat, memperhatikan, dan bahkan terpengaruh oleh nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh bangsa lain. Hal tersebut dapat menjadi  peluang masuknya nilai-nilai kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan kita.

“Peluang masuknya nilai-nilai tersebut tentu perlu menjadi perhatian bagi kita semua, khususnya bagi Bapak/Ibu sekalian sesuai dengan perannya masing-masing,” kata Wakil Gubernur. 

Lebih lanjut, Wakil Gubernur menyampaikan kehadiran peserta ToBe Institute dan BPJS Ketenagakerjaan di Lemhannas RI merupakan upaya dan bentuk tanggung jawab moral dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa, salah satunya adalah optimalisasi jejaring yang dimiliki untuk menjadi mitra pemerintah dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional yang bersifat fisik maupun non fisik.

Wakil Gubernur berharap kepada peserta agar kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga peserta dapat memiliki wawasan yang luas serta mampu mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan secara baik dan benar.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia Raya Bersatu (YPIRB) Dodi Rustandi, S.Ikom selaku badan hukum yang menaungi ToBe Institute mennyampaikan rasa terima kasihnya kepada Lemhannas RI yang telah menerima peserta ToBe Institute untuk bersama memantapkan nilai kebangsaan yang nantinya akan ikut serta bersama pemerintah menguatkan nilai kebangsaan. 

Di akhir acara, Direktur Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan Abdur Rahman Irsyadi juga menyampaikan apresiasinya kepada Lemhannas RI yang sudah menyelenggarakan program pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan rasa terimakasihnya kepada ToBe Institute atas kolaborasi yg dilaksanakan. (SP/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749