T.B Silalahi Beberkan Ciri Pemimpin Visioner dan E-Leadership

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI era SBY, Letjen TNI (Purn) Dr. HC. T.B. Silalahi membeberkan serangkaian pengalamannya selama menjabat berbagai jabatan strategis dari masa ke masa, kepada para peserta PPRA LVII Lemhannas RI di ruang NKRI Gd. Astagatra Lemhannas RI, Rabu (25/4). Disamping itu, Ia juga membagi rahasia tentang bagaimana ciri “Visionaries E-Leadership”. Menurutnya Leadership itu bukan hanya seni, dan bakat, tetapi juga harus dipelajari untuk menyesuaikan perkembangan lingkungan. “Apa perlu leadership dipelajari,  sejak kecil anda sudah memiliki talenta itu. Ada istilah born to be a leader, but only one percent talent,  99 persennya itu harus di bina,” ujarnya kepada para peserta.


Baginya, seorang pemimpin itu memiliki dua syarat mutlak, yang pertama pemimpin adalah seseorang yang memiliki integritas. “Pemimpin itu adalah man of integrity, dia harus terhormat, man of honor,  orang-orang ini yang jadi negarawan. Tapi untuk menjadi pemimpin nasional harus bekecimpung dalam politik, ini biasanya politisi, jika sudah berkecimpung di dalam politik, nanti dia akan punya power,” katanya. Seorang national leader harus mimiliki IQ yang tinggi, EQ yang stabil dan disempurnakan dengan SQ. “National leader sama saja integritas, artinya memiliki IQ, bukan sekedar tes psikotes tapi juga ilmu yang telah dia dapatkan, tetapi kalau tidak punya EQ yang baik, dia bukan the true leader, dan yang menyempurnakan adalah SQ,” ujar lelaki yang juga lulusan terbaik KRA XVI Lemhannas RI dan meraih penghargaan Bintang Seroja/Garuda ini.


Terdapat empat ciri seorang pemimpin yang terhormat (man of honor) yakni Gentlemanly Conduct atau Ksatria, Personal Fealty (Setia), Brotherhood (Persaudaraan), dan The Pursuit of Glory (Jiwa Samurai). T.B. Silalahi menggambarkan tentang empat ciri tadi dengan membandingkan kepemimpinan tokoh-tokoh bangsa Indonesia di masa lampau. “Ksatria,  kita melihat Pak Harto hanya dari segi negatif kekurangannya saja, waktu reformasi saya berkunjung pada Pak Harto,  saya bertanya kenapa Bapak mundur? Beliau menjawab, Saya tidak ingin lagi satu orangpun bertambah korban untuk mempertahankan saya. Inilah the man of power,” ujar T.B Silalahi. Pemimpin harus mampu mempersatukan rakyatnya untuk bersaudara, hal ini yang dianggap masih sulit diterapkan di Indonesia, dimana masih sering terjadi konflik simbolik (lewat kata-kata makian) meski belum sampai pada konflik fisik.


Ia menjelaskan satu persatu terkait visi dari semua presiden Indonesia sejak masa kepemimpinan Presiden Soekarno, hingga Presiden Jokowi. “Visi Bung Karno, nomor 1 adalah nyanyian lagu Indonesia Raya, lirik bangunlah jiwanya bangunlah badannya, yang baru kita bangun badannya, jiwanya belum bangun. Selain itu national building, disamping membangun negaranya tapi juga bangun karakternya.  Itulah visi Bung Karno,” ujarnya. Sedangkan visi Presiden Jokowi saat ini tak jauh berbeda yakni melanjutkan visi Bung Karno, seperti menekankan pada revolusi mental, karakter, dan honor, melalui beberapa unit kerja yang dibangunnya. (UKP-PIP, Unit Kerja Presiden).


Sedangkan makna dari E-Leadership itu sendiri apabila seorang pemimpin berada di tempat yang berbeda dengan orang lainnya, yang kemudian mengerahkan jalannya, Terdapat beberapa ciri E-Leadership atau yang sering dikenal sebagai Virtual Leadership , di antaranya kepemimpinan kearah horizontal ketimbang vertikal, lebih tersebar dan terpisah secara jarak, ruang dan waktu, decition making process lebih cepat dan akurat, dengan jangkauan yang lebih luas, serta dilakukan dalam organisasi yang kecil sampai yang besar sekali.  


Keuntungan yang diperoleh jika seorang mampu menerapkan kepemimpinan virtual yakni jauh lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749