Gubernur Lemhannas RI Menjadi Narasumber pada FGD K3 MPR RI

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Rabu, 16 Juni 2021. FGD tersebut mengangkat tema “Evaluasi dan Integrasi Ketetapan MPR dalam rangka Penyusunan Pokok-Pokok Haluan Negara: Mengkaji Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 dan Antisipasi Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Ideologi transnasional yang fundamentalis berbasis Agama atau Paham Lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Mengawali paparannya, Agus menyampaikan bahwa diperlukannya cara melihat dengan membagi 2, yakni antara ajaran dan individu warga negara. Agus berpendapat bahwa pada aspek ajaran, sikap suatu bangsa terhadap suatu masalah tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarah, kultur, dan kesepakatan bangsa itu sendiri. Dalam hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aspek penyebaran ajaran komunisme, masyarakat Indonesia masih memiliki trauma dengan wujud atau catatan sejarah dari pengembangan ajaran komunisme. Oleh karena itu, dirasa masih perlu dipertanyakan apakah sudah siap untuk bisa menghapuskan esensi dari tap MPRS Nomor XXV tersebut. “Memang kita bisa tetap mengatakan bahwa kita masih mengalami trauma,” kata Agus.

Agus juga menyampaikan bahwa perlu dipikirkan bagaimana dapat mewadahi substansi dari Tap MPRS XXV dalam UU yang cakupannya seluas cakupan dari substansi pada Tap MPRS XXV. Namun, UU tersebut harus dijabarkan sampai ke tingkat konkret terukur. “Harus konkret apa yang dikatakan dengan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme-Leninisme,” ujar Agus.

“Kita perlu sebagai sebuah bangsa, sebagai masyarakat, untuk menunjukan tingkap peradaban kita. Kita harus meninggalkan tingkat peradaban dendam, untuk menuju kepada tingkat peradaban bangsa yang lebih tinggi yang dikenal dalam sejarah budaya kita bahwa kita itu adalah bangsa penuh sopan santun, bergotong royong, dan saling menghargai,” kata Agus. Menurut Agus, dalam aspek individu warga negara, sebagai sesama Warga Negara Indonesia (WNI) harus ada moralitas yang bisa mempersamakan satu sama lain. Pola pikir yang harus diubah adalah pola pikir yang masih membedakan warga negara yang satu dengan yang lainnya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749