Perista Kenali Batik Lebih Dalam bersama Didi Budiardjo

Persatuan Istri Anggota (Perista) Lemhannas RI menyelenggarakan acara pertemuan rutin para anggotanya beserta Karyawati sebagai ajang silaturahmi dan berbagi ilmu dengan menghadirkan narasumber yakni seorang Designer ternama Didi Budiardjo untuk memberikan pengenalan mengenai Batik, di ruang Dwiwarna Purwa Lemhannas RI, Rabu (4/4).


Ketua Perista Herlina Agus Widjojo membuka kegiatan pertemuan, dalam sambutannya Ia mengenang perjuangan R.A Kartini sebagai pahlawan yang memajukan peradaban perempuan Indonesia, salah satunya dengan mengajak untuk membatik. “Saat beliau dipingit, dia mengumpulkan perempuan di sekelilingnya untuk membatik, dan hari ini kira sudah kehadiran seseorang yang masih muda dan sangat mengerti tentang batik, ialah Didi Budiardjo,” ujar Herlina. Ia juga berpesan kepada para anggota Perista agar dapat memanfaatkan ajang pertemuan ini untuk menambah pengetahuan seputa batik.


Batik telah dinobatkan sebagai salah satu warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009, dan semenjak saat itu setiap tanggal 2 Oktober dikenal sebagai hari batik nasional. Didi Budiardjo memperkenalkan secara mendetail tentang filosofi batik, sembari menunjukkan koleksi-koleksi batik miliknya. Menurutnya pengertian batik sendiri adalah satu teknik yang berkembang di Indonesia dengan menggunakan Rintang Warna Malam/Lilin. Didi berulang kali menegaskan bahwa terdapat perbedaan antara Batik dan Tekstil Motif Batik, yakni Tekstil Motif Batik menggunakan metode printing, berbeda dengan Batik sesungguhnya yang menggunakan penghalang/perintang warna malam dalam proses pembuatannya. “Disebut batik apabila melalui proses warna malam, apakah batik tulis ataupun batik cap,” ujar Didi.


Sembari diperdengarkan Gending Pakurmatan, yakni Gending yang dimainkan saat Raja menyambut tamu-tamunya, Didi Budiardjo yang menunjukkan koleksi batik-batiknya mampu mengubah suasana di ruang Dwiwarna layaknya di dalam Keraton. Batik dibagi menjadi dua bagian, yakni Batik Keraton dan Batik Pesisiran. Ia menjelaskan bahwa di Keraton terdapat 11 motif larangan, di antaranya yang paling terkenal adalah motif Parang. “Kalau orang Jawa berkunjung ke Keraton sebaiknya tidak menggunakan motif Parang, karena hanya diperuntukkan bagi keluarga Raja dan Raja,” jelasnya.


Selain itu Didi juga menceritakan tentang awal mula keberadaan batik yang berasal dari masyarakat agraris. “Nenek moyang bangsa Indonesia juga merupakan bangsa agraris, mereka bercocok tanam dan belum masuk ke Keraton. Batik Pangbangan adalah cikal bakal dari batik, yang berwarna merah. Ketika masuk Keraton, batik menjadi lebih beragam,” katanya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749