Retno Marsudi: Diplomasi Kesehatan Jadi Salah Satu Prioritas Diplomasi Indonesia

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P. Marsudi memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Rabu, (28/4). Pada kesempatan tersebut, Retno menyampaikan mengenai Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dalam Krisis Global dan mengangkat isu terkini mengenai diplomasi vaksin.

“Pelaksanaan diplomasi haruslah adaptif, inovatif, dan berani mengambil keputusan dan risiko di saat yang sangat sulit,” kata Retno. Lebih lanjut Retno menyampaikan bahwa pada awal tahun 2021, dunia memiliki harapan baru bahwa pandemi Covid-19 akan lebih cepat terselesaikan. Harapan tersebut muncul karena mulai tersedianya vaksin pada awal tahun dan angka kasus baru di hampir seluruh negara menunjukkan penurunan. Hal tersebut memberikan harapan baru jika keadaan tersebut bisa terus dijaga, maka dunia akan lebih cepat keluar dari pandemi Covid-19. Sampai saat ini vaksin yang diberikan sudah mencapai 1 Miliar dengan rata-rata kecepatan vaksinasi 19,7 juta dosis per hari. “Dari program vaksin yang diberikan maka ini merupakan program vaksinasi global terbesar sepanjang sejarah,” ujar Retno.

Namun, harapan dan dugaan bahwa pandemi Covid-19 akan dapat lebih cepat berakhir ternyata belum dapat terwujudkan. Retno menyampaikan bahwa Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus baru saja mengeluarkan pernyataan bahwa jumlah infeksi global terus meningkat selama 9 minggu terakhir. Gelombang baru penyebaran virus terjadi di banyak negara. Dengan adanya kenaikan kasus baru di beberapa negara dan dibarengi dengan munculnya beberapa varian baru yang lebih infeksius, menyebabkan negara-negara pengekspor vaksin mengambil tindakan restriktif di antaranya termasuk restriktif untuk ekspor vaksin dan obat-obatan yang sangat diperlukan di berbagai negara lainnya. Hal tersebut menyebabkan keterlambatan vaksin ke seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

Tetapi Indonesia patut bersyukur karena telah bergerak mencari vaksin mulai dari awal pandemi Covid-19. Presiden menugaskan Menteri Luar Negeri, Menteri BUMN, dan Kementerian Kesehatan untuk membuka akses, mencari vaksin bagi kebutuhan dalam negeri. “Tugas kami adalah membuka aksesnya, meratakan jalannya, karena vaksin ini bukan urusan teknis semata,” kata Retno.

Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia memang berusaha untuk mencari vaksin bagi kebutuhan dalam negeri, namun Indonesia juga terus ikut berjuang mengenai kesetaraan akses vaksin bagi semua negara. “Indonesia aktif berkontribusi dalam memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara,” ujar Retno. Salah satu kontribusinya adalah Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Marsudi bersama dengan Menteri Kesehatan Ethiopia Lia Tadesse dan Menteri Pembangunan Internasional Kanada Karina Gould menjadi Co-Chair COVAX AMC Engagement Gorup (AMC EG). COVAX AMC EG merupakan forum negara AMC dengan negara-negara donor untuk pengadaan dan distribusi vaksin bagi negara AMC. “Di sinilah kita melihat bahwa multilateralisme memiliki manfaat,” tutur Retno.

Diplomasi kesehatan, yakni diplomasi vaksin, harus menjadi dan telah menjadi salah satu bagian prioritas diplomasi Indonesia saat ini. Data saat ini menyebutkan bahwa sebanyak 67 Juta vaksin sudah tiba di Indonesia, baik yang berasal dari jalur bilateral maupun jalur multilateral. Retno berharap pada akhir bulan ada penambahan 6 juta vaksin lagi dan pada bulan-bulan selanjutnya tidak mengalami keterlambatan yang cukup berarti.

“Diplomasi kesehatan, saya yakin, akan terus menjadi isu penting dalam pelaksanaan hubungan luar negeri dan upaya membangun ketahanan kesehatan, mulai dari ketahanan kesehatan nasional, regional, dan dunia akan terus bergulir dan semakin menebal,” kata Retno.

Retno juga meyakini bahwa dengan pandemi Covid-19 pola hubungan antarbangsa akan berubah, isu kesehatan akan menjadi salah satu prioritas. “Bagi Indonesia yang paling penting adalah membangun ketahanan kesehatan nasional,” ujar Retno. Upaya yang dapat dilakukan antara lain melalui pembangunan kemandirian industri obat-obatan dan bahan baku obat. Retno menegaskan bahwa sebagai negara besar, Indonesia tidak boleh terus tergantung sepenuhnya pada pasokan asing. “Diplomasi juga berkomitmen untuk berkontribusi mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian dibidang kesehatan,” kata Retno.

Mengakhiri ceramahnya, Retno memberikan tambahan pada pernyataan sebelumnya, yakni bahwa pelaksanaan diplomasi Indonesia bukan saja adaptif, inovatif, berani mengambil keputusan dan risiko, tetapi di saat yang sama juga harus senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip. Dengan memegang prinsip, Indonesia tidak akan mudah dibelok-belokan. Prinsip pertama adalah Indonesia senantiasa konsisten menjunjung tinggi prinsip dan nilai hukum internasional seperti Piagam PBB dan Piagam ASEAN. Prinsip kedua, Indonesia sangat percaya kepada kekuatan dialog dan kerja sama, hanya dengan dialog dan kerja sama tantangan global yang tidak mengenal batas dapat diatasi. Prinsip ketiga, yaitu kepentingan nasional adalah kiblat politik luar negeri Indonesia yang tidak bisa ditawar. Namun, Indonesia juga terus berkomitmen untuk berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas dunia. “Kepentingan nasional dan kontribusi kita untuk dunia terus berjalan secara beriringan,” kata Retno. Prinsip tersebutlah yang menjadi esensi dari Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia, yang semakin relevan dengan situasi dunia saat ini.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749