Press Release

Nomor  : PR/ 50 /VIII/2022

Tanggal :25 Agustus 2022

Jakarta- Beberapa tahun ke depan, persaingan maritim di dunia diprediksi akan semakin memanas. Hal ini disebabkan sistem internasional dihadapkan pada pandemic, krisis iklim, hutang yang meningkat, dan resesi ekonomi global, pangan, energi, dan keamaan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

“Semua tantangan ini semakin diperparah dengan kompetisi yang semakin memanas antara dua kekuatan besar,” kata Senior Fellow and the Michael H. Armacost Chair in the Foreign Policy Program at Brookings Institute, Ryan Hass saat menjadi pembicara The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” secara daring pada Kamis, (25/08).

Rekan kerja Hass di Brookings Institute mendeskripsikan bahwa saat ini Western Pacific (Pasifik Barat) terlihat seperti Jerman Timur ketika perang dunia kedua terjadi, yaitu sebagai garis patahan ketegangan geopolitik.

Garis patahan ini menimbulkan dua dampak. Pertama, meningkatnya resiko adanya konfrontasi besar atau konflik. Kemudian yang kedua adalah membatasi ruang kekuatan besar untuk memimpin kekuatan bersama dalam mengatasi tantangan yang bersifat sistemik.

Menurut Hass, ada beberapa hal yang membuatnya memprediksi persaingan maritime akan semakin memanas. Pertama, Tiongkok berinvestasi secara signifikan untuk pertama kalinya sejak tahun 1500-an agar menjadi kekuatan angkatan laut global dan menghasilkan keuntungan yang cepat.

“Dengan Tiongkok menjadi lebih kuat, mereka akan berkembang semakin berani menerima resiko dalam menggunakan kekuatan militer untuk mencapai tujuan strategik mereka,” kata Hass.

Hass menilai hal tersebut akan memunculkan tekanan yang signifikan terhadap stabilitas di Asia Pasifik, karena Tiongkok diprediksi akan menegaskan kontrol mereka terhadap klaim wilayahnya di Laut Cina Selatan dan Taiwan.

“Alasan kedua kenapa saya memperkirakan persaingan maritim akan semakin memanas adalah usaha Tiongkok di sepanjang jalan ini akan terbantu dengan adanya teknologi baru,” ujar Hass.

Penggunaan sistem persenjataan otonom tanpa awak (unmanned platform of autonomous weapon system) akan semakin meningkat dan perkembangan terbaru dalam bidang teknologi ini akan memperkuat kekuatan maritim Tiongkok.

Selanjutnya, Hass memperkirakan Tiongkok akan berusaha untuk mendirikan serangkaian pangkalan-pangkalan angkatan laut yang dapat melindungi jalur pelayanan internasional, seperti teori yang disampaikan oleh mantan ahli strategi angkatan laut Alfred Thayer Mahan. Mahan menyatakan bahwa mendirikan serangkaian pangkalan-pangkalan termasuk dalam persyaratan bagi kekuatan maritim untuk melindungi jalur pelayaran internasional.

“Tiongkok sangat bergantung dengan bahan bakar dan bahan pangan yang transit melalui laut timur tengah dan laut Cina Selatan. Saya memperkirakan mereka akan memperkuat kapasitas mereka untuk menjaga jalur pelayaran internasional tersebut,” kata Hass.

Hal yang keempat, lanjut Hass, sangat jelas bahwa Tiongkok dan Rusia mencari jalan untuk menunjukkan koordinasi mereka dan kehadiran angkatan lautnya, tidak hanya di Asia, namun di seluruh dunia.

“Ini akan menambahkan rasa persaingan, dan di waktu yang bersamaan, amerika serikat dan rekannya tidak akan hanya diam melihat semuanya terjadi,” kata Hass.

Narahubung: Maulida (082229125536) / Endah (081316072186)

Caption Foto: Mr. Ryan Hass saat menjadi pembicara the 6th Jakarta Geopolitical Forum dengan tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/ 49 /VIII/2022

Tanggal : 24 Agustus 2022

Jakarta – Akibat krisis yang melanda dunia dan pandemi Covid-19 terjadi pergeseran fokus anggaran dari pengembangan militer dan alutsista menjadi fokus pada aspek sosio-ekonomi negara. Hal ini disampaikan oleh Dr. Collin Koh Swee Lean, Research Fellow di S. Rajaratnam School of International Studies Singapore pada The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” (24/8).

Pengurangan anggaran di sektor militer tengah terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, sementara misalnya kondisi rata-rata kapal perang angkatan laut di kawasan tersebut berusia sudah tua.

“Trend yang akan terjadi ke depan justru fiscal austerity yang berarti pemerintah di asia tenggara akan lebih fokus pada sosio-ekonomi. Ini berarti angkatan laut akan mengalami pengurangan alokasi anggaran tidak hanya untuk alokasi anggaran operasi militer harian namun juga anggaran untuk melakukan akuisisi baru,” jelas Dr. Collin Koh Swee Lean.

Dalam situasi fiscal austerity atau kondisi dalam masa penghematan fiskal seperti itu, banyak kekuatan maritim Asia Tenggara harus puas dengan dana yang ada, setelah pembiayaan untuk aspek sosio-ekonomi negara. Anggaran yang ada digunakan untuk pemeliharaan aset yang ada dan mendukung operasi rutin masa damai. Collin juga menjelaskan, program akuisisi besar-besaran pada pasca-pandemi baru tidak akan lagi datang, dan sangat tergantung pada berapa lama kesulitan sosial ekonomi saat ini berakhir.

“Pengurangan anggaran ini mencemaskan karena rata-rata kapal perang angkatan laut di Asia Tenggara diproduksi akhir tahun 90-an dan berusia hampir 40 tahun dan rata-rata dapat digunakan hingga umur 50 tahun dengan perawatan yang baik. Jika tidak dirawat dengan baik, maka akan menimbulkan masalah operasional dan isu keselamatan, tapi tidak semua negara bisa melakukan akuisisi selama dua tahun terakhir,” lanjut Dr. Collin Koh Swee Lean.

Selain hal di atas, peneliti di RSIS itu juga menyoroti ada tiga hal yang menjadi pengamatannya selama beberapa tahun terakhir, yaitu fokus negara-negara pada isu non-tradisional, kekalahan negara-negara kecil, serta kerugian global akibat perang.

“Ada tiga pembelajaran yang dapat kita ambil yaitu di tahun-tahun sebelumnya, kita disibukkan dengan isu-isu yang nontradisional yang dikenal dengan greyzone challenges. Perang ukraina sejak enam bulan lalu menunjukan bahwa terjadinya two scale conventional war masih sangat mungkin,” ujar Dr. Collin Koh Swee Lean.

Hal kedua selanjutnya adalah pengamatan dirinya tentang perang Ukraina, yaitu dengan dukungan yang memadai, dengan senjata yang memadai dan juga kepemimpinan yang memadai, sangat memungkinkan untuk pihak yang lebih lemah untuk gagal di medan perang melawan pihak yang lebih kuat. “Bagi negara-negara asia tenggara sebagai pihak yang lebih kecil dan lemah di domain maritim, kami masih dapat mengalami kegagalan jika menghadapi situasi yang sama melawan pihak yang lebih kuat. Hal ini yang membuat angkatan laut harus lebih memperhatikan hal tersebut,” lanjut Dr. Collin Koh Swee Lean.

Pengamatan ketiga adalah perang ini tidak hanya berdampak pada Rusia dan Ukraina saja, tapi juga dampak yang lebih besar bagi komunitas global. Selain itu juga adanya krisis energi dan ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini. “Tiga pembelajaran inilah yang saya lihat saat ini menjadi starting point pemahaman kita tentang bagaimana melihat kecenderungan di masa depan bagi prospek pertahanan dan keamanan maritim asia tenggara,” kata Dr. Collin Koh Swee Lean.

Untuk keenam kalinya, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum pada Rabu dan Kamis, 24 dan 25 Agustus 2022 dengan menghadirkan para ahli geopolitik dari berbagai negara.

Tahun ini, the 6th Jakarta Geopolitical Forum mengangkat tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” secara hibrida. Selain tema besar tersebut, terdapat tiga sub tema pada setiap sesi kegiatan, yaitu:(1) Maritime defense and security in dynamic uncertainties;(2) Geomaritime political economy: generating growth, sustaining resource, and gaining power; dan(3) Advancing maritime technology in geo-strategic context.

Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto membuka acara Jakarta Geopolitical Forum yang bertempat di Grand Studio Metro TV pada Rabu pukul 08.00 WIB.

Ada 11 Narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia, diundang menjadi pemateri JGF kali ini.

Narasumber tersebut antara lain, Dr. Collin Koh Swee Lean, Research Fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies; Admiral (Ret) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M., Professor at Indonesia National Defence University; Mr. Sam Roggeveen, Director of International Security Program of Lowy Institute; Timothy R. Heath, Ph.D., Senior International Defense Researcher at the RAND Corporation; Phillips Vermonte, Ph.D., Senior Fellow of CSIS; Dr. Alan Dupont, The CEO of Geopolitical Risk Consultancy the Cognoscenti; Dr. Alexander Korolev, Associate Professor, Deputy Head of the Centre for Comprehensive European and International Studies, Higher School of Economics; Mr. Ryan Hass, Senior Fellow and the Michael H. Armacost Chair in the Foreign Policy Program at Brookings Institute; Prof. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Vice Rector for Research and Technology Transfer Binus University; Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A., Professional Expert on Natural Resources and National Resilience at National Resilience Institute the Republic Indonesia; dan R.M. Wibawanto Nugroho Widodo, Ph.D., M.A.(Brad), M.A., War College Dip.(NDU), M.P.P.(GMU), Ph.D.(Exon.), Deputy Head of Defense and Security, IKAL Strategic Center.

Forum internasional ini bertujuan untuk menciptakan desain tata kelola hubungan antar aktor geopolitik dalam mencapai keseimbangan kekuatan yang menjadi terbentuknya stabilitas global, khususnya masa depan geopolitik Indonesia dan dunia. Di sisi lain juga untuk memahami konteks geomaritim kontemporer yang mewarnai isu geopolitik yang sedang berkembang maupun yang akan terjadi ke depan, serta mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim dan pengaruhnya terhadap stabilitas global.

Narahubung: Maulida (082229125536) / Endah (081316072186)

Caption Foto: E-Flyer The 6th Jakarta Geopolitical Forum dengan tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/  44   /VIII/2022

Tanggal :   24   Agustus 2022

Jakarta- Pertarungan antar kekuatan dalam perebutan pengaruh yang semakin keras, dengan pengerahan kemampuan militer dan teknologi, dan penguasaan wilayah maritim yang semakin agresif, telah mengubah tatanan geopolitik global ke arah yang semakin tidak menentu.

Wilayah maritim diprediksi akan menjadi arena persaingan utama antar negara bahkan semakin mendekat dengan Indonesia. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menilai dinamika ini sangat menarik untuk dicermati. “Khusus untuk tahun ini tema yang kami angkat adalah tentang geomaritim dengan kesadaran bahwa pertarungan geopolitik di depan akan semakin dekat ke kita, karena akan terjadi di kawasan Asia Timur dan akan menggunakan maritim, laut, samudera sebagai sarana wadah pertarungannya,” kata Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto saat opening remarks (24/8).

Atas kondisi persaingan tersebut, akan muncul tantangan dalam mempertahankan status quo dan kebangkitan para revisionis ketika menggunakan kekuatan maritim dalam rangka mempertahankan sumber daya dan teknologi untuk kekuasaan. “Yang terjadi seharusnya ada pembangunan infrastruktur global yang menggabungkan antar negara, bahkan antar benua, yang terjadi adalah seharusnya terciptanya satu rantai pasok global,” lanjut Gubernur Andi Widjajanto. Menurutnya, Freedom of navigation yang menjadi inti dari stabilitas. “Selama ada freedom of navigation, stabilitas maritim tercapai. Nah, sekarang itu tidak cukup, freedom of navigationnya ada, ternyata ada disrupsi rantai pasok,” kata Gubernur Andi Widjajanto.

Gubernur Andi Widjajanto juga menambahkan yang terjadi saat ini adalah konektivitas, akan tetapi justru sebaliknya yaitu patahan dan diskonektivitas. “Yang terjadi hari ini, konektivitas memunculkan patahan-patahan global. Dan sejak Februari 2022, patahannya semakin keras karena ada pertarungan Amerika Serikat – Rusia, karena terjadinya krisis di Ukraina,” kata Gubernur Andi Widjajanto.

Sehingga, selagi kompetisi kekuatan tetap berlangsung pada isu-isu kemaritiman, masa depan geomaritim tentu sangat relevan untuk dibicarakan. Sistem global yang didorong oleh kepentingan hegemoni di era transisi norma perdagangan dan ekonomi telah memunculkan perkembangan teknologi untuk mempertahankan kekuasaan yang dipicu oleh munculnya negara-negara kontra hegemoni. Mencermati hal di atas, muncul pertanyaan mendasar “Bagaimana menavigasi geopolitik maritim sebagai sebuah prasyarat mendasar untuk membangun stabilitas global dalam dunia yang aman dan sejahtera?”

Oleh sebab itu, untuk keenam kalinya, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum pada Rabu dan Kamis, 24 dan 25 Agustus 2022 dengan menghadirkan para ahli geopolitik dari berbagai negara. Tahun ini, the 6th Jakarta Geopolitical Forum mengangkat tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” secara hibrida. Selain tema besar tersebut, terdapat tiga sub tema pada setiap sesi kegiatan, yaitu:(1) Maritime defense and security in dynamic uncertainties;(2) Geomaritime political economy: generating growth, sustaining resource, and gaining power; dan(3) Advancing maritime technology in geo-strategic context.

Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto membuka acara Jakarta Geopolitical Forum yang bertempat di Grand Studio Metro TV pada Rabu pukul 08.00 WIB.

Ada 11 Narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia, diundang menjadi pemateri JGF kali ini.

Narasumber tersebut antara lain, Dr. Collin Koh Swee Lean, Research Fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies; Admiral (Ret) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M., Professor at Indonesia National Defence University; Mr. Sam Roggeveen, Director of International Security Program of Lowy Institute; Timothy R. Heath, Ph.D., Senior International Defense Researcher at the RAND Corporation; Phillips Vermonte, Ph.D., Senior Fellow of CSIS; Dr. Alan Dupont, The CEO of Geopolitical Risk Consultancy the Cognoscenti; Dr. Alexander Korolev, Associate Professor, Deputy Head of the Centre for Comprehensive European and International Studies, Higher School of Economics; Mr. Ryan Hass, Senior Fellow and the Michael H. Armacost Chair in the Foreign Policy Program at Brookings Institute; Prof. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Vice Rector for Research and Technology Transfer Binus University; Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A., Professional Expert on Natural Resources and National Resilience at National Resilience Institute the Republic Indonesia; dan R.M. Wibawanto Nugroho Widodo, Ph.D., M.A.(Brad), M.A., War College Dip.(NDU), M.P.P.(GMU), Ph.D.(Exon.), Deputy Head of Defense and Security, IKAL Strategic Center.

Forum internasional ini bertujuan untuk menciptakan desain tata kelola hubungan antar aktor geopolitik dalam mencapai keseimbangan kekuatan yang menjadi terbentuknya stabilitas global, khususnya masa depan geopolitik Indonesia dan dunia. “Tujuannya adalah membantu untuk lebih memahami apa yang disebut sebagai konektivitas global,” kata Gubernur Andi.

Di sisi lain juga untuk memahami konteks geomaritim kontemporer yang mewarnai isu geopolitik yang sedang berkembang maupun yang akan terjadi ke depan, serta mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim dan pengaruhnya terhadap stabilitas global.

Narahubung: Maulida (082229125536) / Endah (081316072186)

Caption Foto: E-Flyer The 6th Jakarta Geopolitical Forum dengan tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI


Press Release

Nomor  : PR/ 48 /VIII/2022

Tanggal : 24 Agustus 2022

Jakarta- Dua minggu lalu, telah terjadi konflik di wilayah Taiwan yang nyaris menimbulkan perang akibat kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan. Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto menilai hal tersebut membuat ketegangan global meningkat.

“Ketegangannya meningkat karena ada kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Pelosi ke Taiwan, di sini kita bisa membaca apa yang disebut sebagai Core Interest atau Vital Interest, kepentingan inti, kepentingan vital dari kedua Negara,” kata Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto saat menjadi pembicara The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” di Grand Studio Metro TV pada Rabu, (24/08).

Saat ini, dampak kepentingan vital bagi China adalah tidak ada yang memprovokasi untuk mengubah status quo Taiwan. Kemudian, Amerika Serikat juga mementingkan unifikasi China-Taiwan berjalan sesuai dengan fase-fase natural tanpa paksaan tekanan politik militer, sekaligus untuk mendapatkan kebebasan navigasi atau freedom of navigation.

Menurut Gubernur Andi, ketika kunjungan itu terjadi, lalu China melakukan latihan militer di sekitar wilayah Taiwan, maka terdapat gangguan pada dua kepentingan tersebut. “Yang pertama, tentang taiwan yang status quo yang tiba-tiba ada tekanan-tekanan politik militernya, ada provokasi-provokasi politik militernya, nah, pada saat latihan militer itu dilakukan, kebebasan navigasi juga terganggu,” kata Gubernur Andi.

Hal tersebut membuat kapal-kapal dari Jepang dan Korea Selatan tidak bisa melewati median line antara China dan Taiwan, sehingga harus memutar ke sebelah timur Taiwan. Ini yang menyebabkan terganggunya pasokan dan rantai distribusi global.

“Rantai distribusi tiba-tiba bertambah panjang sekian puluh nautical mile karena adanya latihan-latihan militer tersebut. Menambah panjang sekian puluh nautical mile dalam waktu dua minggu. Nah itu sangat berpengaruh dengan naiknya harga logistik yang sudah tinggi,” lanjut Gubernur Andi.

Kejadian tersebut menjadi sangat dekat dengan kepentingan ekonomi Indonesia, terutama dalam hal menjaga inflasi dan mempertahankan daya beli masyarakat yang sangat bergantung pada sejumlah komoditas pangan dan energi global.

Sependapat dengan Gubernur Andi, Research Fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies dari Singapura, Dr. Collin Koh Swee Lean menyebutkan bahwa banyak orang menilai kejadian tersebut merupakan krisis selat Taiwan keempat dengan skala yang belum pernah terjadi, jika dibandingkan konflik tahun 90-an.

“Saya melihat konflik ini membawa daerah tersebut menuju konflik skala global di Taiwan Strait,” kata Dr. Collin Koh.

Narahubung: Maulida (082229125536) / Endah (081316072186)

Caption Foto: Gubernur Andi Widjajanto saat menjadi pembicara the 6th Jakarta Geopolitical Forum dengan tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749