Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi Pembina Upacara Pelantikan dan Pengangkatan Sumpah Janji Pejabat Eselon I dan II serta Pelepasan Pejabat Eselon I Lemhannas RI, Senin (3/5). Pelantikan dan Pengangkatan Sumpah Janji serta Pelepasan tersebut berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Lemhannas RI Nomor 61 Tahun 2021 Tanggal 29 Maret 2021, Surat Keputusan Gubernur Lemhannas RI Nomor 34 Tahun 2021 tanggal 8 Februari 2021, Surat Keputusan Gubernur Lemhannas RI Nomor 88 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021, dan Surat Keputusan Gubernur Lemhannas RI Nomor 89 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021.

“Pelantikan dan pengangkatan pejabat dalam suatu organisasi bukan sekedar kepercayaan dan kehormatan semata, tetapi juga merupakan amanah,” kata Agus. Oleh karena itu, Agus berpesan kepada para pejabat yang baru saja dilantik agar melaksanakan amanah tersebut secara sungguh-sungguh, ikhlas dan penuh rasa tanggung jawab dengan melakukan yang terbaik bagi Lemhannas RI.

Pada kesempatan tersebut Agus mengucapkan selamat kepada lima Perwira Tinggi TNI dan satu ASN yang dilantik menjadi Pejabat Eselon I, empat Perwira Tinggi TNI yang dilantik menjadi Pejabat Eselon II, dan dua Perwira Menengah TNI yang dilantik menjadi Pejabat  Eselon II. “Jadikan tugas sebagai amanah, tanggung jawab dan kehormatan yang dijunjung setinggi-tingginya,” ujar Agus. Lebih lanjut Agus menyatakan bahwa dengan bekal pengalaman dan kemampuan yang dimiliki, Agus yakin pada pejabat yang dilantik mampu berperan aktif dan menerapkan standar tinggi dalam bekerja, menularkan komitmen kuat pada semua lini untuk mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) yang berorientasi pada efisiensi, efektivitas, produktivitas dan profesionalisme.

“Kepemimpinan dan keteladanan saudara sangat menentukan sukses dan lancarnya program maupun sasaran organisasi, karena sikap pimpinan sangat menentukan sikap bawahan dan pegawai lainnya,” tutur Agus. Oleh karena itu, Agus menegaskan bahwa semua yang hadir dalam upacara tersebut, terlebih bagi pejabat yang baru dilantik, memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi fasilitator, motivator dan panutan dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Agus juga menyampaikan bahwa upacara tersebut juga dimaksudkan untuk melepas beberapa pejabat eselon I dari jabatan struktural Lemhannas RI. Dalam kesempatan tersebut, Agus mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada empat Perwira Tinggi TNI tersebut. “Atas pengabdian dan kerja keras saudara selama ini, kinerja dan prestasi saudara tentu saja menjadi inspirasi bagi generasi penerus di Lemhannas RI,” kata Agus.

Salah satu Perwira Tinggi TNI yang dilantik menjadi Pejabat Eselon I adalah Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P. yang menjabat sebagai Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI.


Direktorat Pengkajian Sosial Budaya Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) di Lemhannas RI, Kamis (29/4). FGD tersebut merupakan tahap lanjutan dari pelaksanaan kunjungan ke Lokus Provinsi Kepulauan Riau pada 7 dan 8 April 2021 yang lalu.

“Media sosial mampu menjadi sarana komunikasi dan interaksi antara individu satu dengan lainnya, antarkelompok, maupun antara individu dengan kelompok,” kata Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P.

Menurut Reni, karakteristik media sosial yang interaktif, menarik, cepat dan mudah diakses menjadikan media sosial mempunyai kekuatan besar dalam membentuk pola kehidupan masyarakat. Media sosial juga mulai tampak digunakan sebagai pengganti peran media massa konvensional dalam penyebaran berita dan informasi.

Lebih lanjut Reni menyampaikan bahwa saat ini media sosial juga dimanfaatkan oleh pelaku usaha sebagai sarana pemasaran. Media sosial menjadi cara yang ampuh dalam hal mempromosikan produk yang ada. “Optimalisasi pemanfaatan media sosial ini terbukti telah menggantikan sebagian transaksi pasar secara konvensional,” ujar Reni.

Pemanfaatan media sosial tidak hanya terjadi pada sektor ekonomi saja, digitalisasi dalam bentuk media sosial mampu mengubah sistem dan budaya komunikasi, koordinasi dan interaksi bahkan dalam dunia pendidikan, kesehatan, dan politik.

Dapat dikatakan bahwa media sosial mampu menyebarkan pesan secara revolusioner, efek yang ditimbulkan dari pesan tersebut dapat menjadi sedemikian luas sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku kolektif masyarakat. Sudah seharusnya pemerintah dapat merespons dengan mengoptimalisasi pemanfaataan media sosial untuk kepentingan pembangunan nasional, sejalan dengan program pemerintah dalam upaya pembangunan karakter berwawasan kebangsaan.

Jika peran media sosial dapat optimal dimanfaatkan maka akan berdampak besar terhadap percepatan pemerataan dan terwujudnya tujuan pembangunan, termasuk pembangunan karakter berwawasan kebangsaan secara nasional.

Kemudian Reni menyampaikan bahwa dalam rangka percepatan pembangunan di seluruh sektor dan potensi keterjangkauannya, menjadikan media sosial sebagai bagian strategis perlu didukung oleh sarana prasarana memadai. Sarana prasarana tersebut terutama adalah infrastruktur komunikasi dan perangkatnya. Kesiapan infrastruktur komunikasi yang semakin masif dibangun, seharusnya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh aparat  dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Infrastruktur ini tidak sekedar sebagai media komunikasi konvensional melalui sambungan telepon, namun juga dapat dimanfaatkan lebih luas untuk penyalur informasi dan edukasi dari pemerintah pusat ke berbagai pelosok daerah yang mudah diakses masyarakat,” kata Reni.

Pada kesempatan tersebut, Reni menegaskan bahwa pembangunan karakter wawasan kebangsaan pada masyarakat tidak hanya terfokus pada kota-kota besar maupun urban. Namun, justru di daerah–daerah yang terluar dan terpencil sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi penggerusan semangat nasionalisme oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Peran media sosial sebagai jembatan informasi yang valid tanpa unsur hoaks (informasi bohong) sangat diperlukan dan dioptimalkan,” kata Reni.

Hadir dalam kesempatan tersebut sebagai narasumber Direktur Bela Negara Ditjen Pothan Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Dr. Jubei Levianto, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Dr. Eng. Agus Haryono, Dosen Filsafat Sosial, Ekonomi Logika, dan Estetika Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Dr. Fristian Hadinata, M.Hum., dan Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP Prof. Dr. F.X. Adji Samekto, M.Hum.

 


Menteri Perdagangan Republik Indonesia periode 2011-2014 Gita Wirjawan memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Jumat, (30/4). Dalam kesempatan tersebut Gita mengangkat topik mengenai Ekonomi Politik Global Kontemporer.

“Dunia sudah sangat berubah dalam 15 bulan terakhir ini,” ujar Gita. Gita menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang mengguncang dunia, lebih dari 150 juta manusia sudah terdampak. Lebih spesifik Gita menyampaikan bahwa di Asia Tenggara sudah lebih dari 3 juta manusia yang terdampak di mana Indonesia mewakili kurang lebih sebanyak 50% dan dari sisi angka kematian Indonesia mewakili kurang lebih sebanyak 68% yaitu sekitar 40.000 orang dari total angka kematian di Asia Tenggara sekitar 60.000 orang. Padahal populasi Indonesia kurang lebih sebanyak 44% dari total populasi Asia Tenggara, namun angka kematian dan angka terdampak yang ada di Indonesia melebihi persentase semestinya. Menurut Gita hal tersebut tidak proporsional dengan representasi Indonesia dalam konteks ASEAN dari sudut ekonomi dan sudut populasi. “Ini harus sangat kita sikapi kalau kita mau menjurus ke pemulihan ekonomi yang komprehensif,” kata Gita.

“Pemulihan ekonomi ini sangat berkorelasi dengan secepat apa atau sejauh mana masing-masing negara itu bisa melakukan testing atau pun vaksinasi,” ujar Gita. Lebih lanjut Gita menyampaikan mengenai beberapa keadaan yang dapat digambarkan dari era pasca pandemi Covid-19. Gita berpendapat bahwa akan terlihat secara berkesinambungan penurunan daya beli dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Hal tersebut sangat membuahkan deselerasi pertumbuhan ekonomi. Menurut Gita, ekonomi akan tumbuh tapi pertumbuhannya akan lebih lambat dari sebelum-sebelumnya. Selanjutnya yang akan juga terjadi adalah penurunan produksi dan penurunan produktivitas, ini dikarenakan pematahan rantai pasokan. Pemulihan rantai pasokan akan berdampak pada pemulihan daya beli. Kemudian keadaan yang akan terjadi juga adalah peningkatan aktivitas utang yang terjadi baik di tingkat individu, di tingkat korporasi, maupun di tingkat negara. Keadaan yang juga dapat digambarkan pada era pasca pandemi Covid-19 adalah model bisnis yang lebih merangkul digitalisasi.

Pada kesempatan tersebut, Gita juga menyampaikan bahwa disrupsi inovasi sudah sangat terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa hal yang dapat diantisipasi dalam 5 sampai 10 tahun ke depan terkategorisasi dalam 5 kelompok, yakni blockchain, genome sequencing, artificial intelligence, robotics, dan energy storage.

Selanjutnya Gita menyampaikan ilustrasi bagaimana untuk bertahan ke masa depan, yakni dibutuhkan kecerdasan, kecepatan, dan kerendahan hati. Kecerdasan sangat dibutuhkan baik oleh individu, korporasi, ataupun oleh negara. Dengan kecerdasan dapat memilah di antara tren yang sifatnya sekuler atau pun siklus dan tren jangka pendek atau pun jangka panjang. Kecerdasan juga membuat manusia dapat beradaptasi dengan paradigma, inovasi, dan evolusi yang begitu pesat. Kemudian kecepatan yang terkait dengan respons terhadap berbagai hal yang datang, kecepatan juga berkorelasi dengan kualitas SDM. “Semakin kita berkualitas dari sisi SDM, semakin kita bisa memberikan respons dengan kecepatan yang lebih tinggi dan juga sistem pengambilan keputusan yang sifatnya jauh lebih horizontal dibandingkan vertikal,” kata Gita.

Terakhir adalah kerendahan hati yang harus selalu ditanamkan. Bukan hanya harus sopan dan santun, tapi juga harus lebih membumi untuk bisa merasakan pergerakan perubahan dan pergeseran tren-tren yang nyata, bukan hanya dalam konteks sosioekonomi tapi juga dalam konteks teknologi. “Saya rasa hal-hal seperti itu sangat sudah dan akan terus membentuk atau me­-reshape pola pikir manusia ke depan sehingga at the end of the day Indonesia itu bisa menjadi kekuatan tengah yang sangat relevan dalam konteks geopolitisasi dunia yang semakin complicated,” kata Gita.


Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) kajian strategis jangka panjang “Pengaruh Politik Identitas Terhadap Demokrasi di Indonesia”, pada Rabu (28/4). FGD kedua ini merupakan tahap lanjutan dari FGD yang telah dilaksanakan pada 17 dan 18 Maret 2021 bertempat di Lokus Provinsi Sumatera Utara.

“Pada dasarnya politik identitas tidak dapat dihindari dalam demokrasi,” ungkap Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. Namun, Reni menegaskan bahwa hendaknya identitas yang dibawa ke dalam politik tersebut diperankan secara beretika dan bermoral, tidak melampaui batas yang dapat merenggangkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya melek politik dan hukum, dikhawatirkan akan merebaknya sikap emosional yang mudah tersulut api politik praktis sehingga berakibat timbulnya konflik vertikal maupun horizontal, yang justru akan merugikan keutuhan bangsa Indonesia. Pada FGD di Lokus Provinsi Sumatera Utara, ada beberapa hal yang dapat diambil, di antaranya adalah bahwa untuk dapat mengelola fenomena politik identitas, hendaknya perlu meningkatkan aspek demokrasi yang berkualitas, yakni dengan cara komunikasi politik yang menekankan kesepahaman dalam politik untuk tetap berpegang teguh pada konsensus dasar bangsa. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan politik dirasa perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat berpartisipasi secara positif di dalam politik demokrasi.

“Fenomena ini merupakan tantangan yang dihadapi dan perlu dicari solusinya agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di Indonesia,” ujar Reni. Oleh karena itu, sumbangsih pemikiran tiap-tiap narasumber dan penanggap diharapkan dapat memberikan masukan dalam kajian yang disusun.

Hadir pada kesempatan tersebut sebagai narasumber Deputi I Bidang Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mayjen TNI Purnomo Sidi, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. Valina Singka Subekti, M.Si., Anggota DPD RI Pdt. Dr. Willem Tumpal Pandapotan Simarmata, M.A., dan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2006-2015 Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Turut hadir sebagai penanggap Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri RI Drs. Syarmadani, M.Si., Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Firman Noor, M.A., Direktur Eksekutif Center For Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) Dr. Ubedilah Badrun, M.Si., serta Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749