“Maju atau tidaknya Indonesia ke depan salah satu variabel yang harus kita perkuat adalah konsolidasi demokrasi,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto. Hal tersebut disampaikan Gubernur Lemhannas RI saat menjadi dosen tamu secara virtual dalam Perkuliahan Pembangunan Internasional dengan topik “Security-Development Nexus: Perspektif Indonesia” pada Program Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa konsep keamanan dan pembangunan telah bergeser dari konsep yang bersifat negara-sentris menjadi antroposentris, yakni berorientasi pada manusia. Terkait hal tersebut, salah satu paradigma pembangunan yang diperjuangkan secara global saat ini adalah keamanan insani. Namun, keamanan insani menghadapi berbagai ancaman seperti ancaman jika terjadi perang, ancaman dalam bentuk kriminal yang sifatnya individual, kejahatan-kejahatan transnasional, serta ancaman siber.
Data menunjukkan penilaian kapasitas keamanan siber Indonesia masih berskala kurang baik. Hal tersebut antara lain disebabkan karena kerangka regulasi dan kebijakan Indonesia belum lengkap. “Sampai hari ini kita belum memiliki Undang-Undang keamanan siber, sampai hari ini kita belum memiliki kebijakan keamanan siber nasional. Jadi itu yang harus kita kejar kalau kita ingin secara signifikan meningkatkan keamanan insani kita dari sisi ancaman siber,” kata Gubernur Lemhannas RI.
Lebih lanjut, Gubernur menyoroti konsolidasi demokrasi. Hal tersebut karena konsolidasi demokrasi berkaitan dengan hak fundamental yang menjamin kebebasan, kesetaraan, dan martabat manusia. Gubernur Lemhannas RI menjelaskan bahwa untuk meningkatkan konsolidasi demokrasi antara lain Indonesia harus melakukan pemilu demokratis secara berturut-turut. Secara konseptual, negara seperti Indonesia dinilai butuh menjalankan tujuh kali pemilu demokratis berturut-turut untuk mencapai ke demokrasi matang. Pemilu tahun 2024 akan menjadi pemilu ke-6, sehingga secara teoretik Indonesia masih perlu dua kali penyelenggaraan pemilu untuk mencapai demokrasi matang, yakni pemilu tahun 2024 dan pemilu tahun 2029.
Dalam mewujudkan hal tersebut, salah satu tantangan yang dihadapi adalah indeks demokrasi Indonesia yang belum merata. Data yang ada menunjukkan adanya provinsi yang kuat, namun sejumlah provinsi masih dalam kategori indeks demokrasi yang sedang.
Oleh karena itu, Lemhannas RI menyiapkan kerangka kerja pengelolaan krisis. Dalam penyusunan kerangka kerja tersebut, Lemhannas RI mengidentifikasi risiko dalam berbagai sektor, termasuk risiko keamanan siber dan konsolidasi demokrasi. Kemudian Lemhannas RI juga berusaha mengidentifikasi krisis yang dihadapi. Selanjutnya Lemhannas RI juga mengusulkan hal-hal yang dapat pemerintah lakukan untuk memperkuat tata kelola institusi. (NA/CHP)