Agus Widjojo Bicara Ketahanan Nasional dalam Perspektif Kebhinnekaan untuk Pembangunan Indonesia

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menjadi pembicara dalam Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (26/03). Dalam kesempatan tersebut, Agus menyampaikan materi Ketahanan Nasional dalam Perspektif Kebhinnekaan untuk Pembangunan RI pada Era Kini dan Mendatang.

Memulai materinya, Agus menyampaikan mengenai dua hal penting. Pertama, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bercirikan kebhinekaan merupakan keniscayaan yang memerlukan respons dalam tata cara hidup bersama. “Kita tidak bisa mengingkari tentang kebhinekaan,” kata Agus. Oleh karena itu, pemikiran untuk bisa membangun masyarakat bangsa yang secara efektif dapat merespon tuntutan kontekstual kebhinekaan bangsa, menjadi sangat penting. Kedua, bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dan negara berdasarkan kesepakatan. Tidak ada cara hidup bangsa Indonesia yang didasarkan kepada pertimbangan mayoritas atau minoritas. Menurut Agus, hal tersebut menjadi nilai kearifan lokal yang perlu dijaga, bukan hanya diingat sebagai sejarah, tetapi juga dirasakan manfaatnya dan dipelihara untuk masa depan.

Lebih lanjut Agus juga menyampaikan perkembangan lingkungan strategis di masa depan untuk mengantisipasi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, mempengaruhi tatanan global bahkan untuk beberapa waktu ke depan. Agus mengingatkan bahwa saat ini, bangsa Indonesia belum bisa untuk secara yakin berharap bahwa pandemi akan selesai dalam waktu dekat. Oleh karena itu, merupakan sebuah keharusan untuk belajar hidup bersandingan dengan pandemi. “Ini merupakan sebuah goresan umum tentang masa depan,” tutur Agus.

“Tantangannya adalah bahwa antara kesehatan masyarakat dengan perekonomian nasional adalah dua sisi dari satu mata uang,” ujar Agus. Menurut Agus, penanganan terhadap dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional tidak bisa dipilih salah satunya. Tidak bisa memilih salah satu saja dengan mengabaikan yang lain, tetapi juga akan sulit untuk menangani dua sisi sekaligus.

“Ketahanan bukanlah bertahan, ketahanan bukanlah untuk mempertahankan diri, tetapi ketahanan itu adalah untuk memulihkan diri apabila sudah terjadi ancaman yang besar,” ujar Agus. Dalam ketahanan, biasanya tantangan datang secara mendadak. Oleh karena itu, tantangannya adalah harus bisa memulihkan diri dari hal yang tiba-tiba dialami, salah satu contohnya adalah Covid-19. Bahkan dapat dilihat bahwa hampir semua negara kesulitan mencari respons efektif dalam mengatasi pandemi Covid-19 karena Covid-19 adalah ancaman baru. “Inilah arti ketahanan, yaitu menghadapi ancaman yang secara tiba-tiba dan dalam bentuk apa, tetapi harus mampu untuk menghadapinya,” kata Agus.

Dalam kesempatan tersebut Agus menegaskan bahwa ketahanan nasional bukan sekedar definisi, tapi harus lebih implementatif dalam hal konkret untuk membangun ketahanan nasional. Bangsa Indonesia tidak boleh cepat puas dengan hal jargon, slogan, dan doktrin tapi tidak punya efektivitas untuk mentransformasikan rumusan tersebut.

“Ketahanan nasional dikesankan bersifat inward looking,” kata Agus. Kemudian Agus memberikan contoh seperti dalam pandemi Covid-19, yang diperkuat adalah imunitas diri supaya virus tidak bisa menyerang masuk ke dalam diri walaupun tidak bisa untuk membunuh virus Covid-19. Karena bersifat inward looking, perlu dicari interkoneksi antara tujuan nasional, kepentingan nasional, strategi nasional, ketahanan nasional, dan pertahanan. “Kita memerlukan instrumen untuk bisa mencapai kepentingan nasional yang bersifat outward looking dan tidak bisa dicapai oleh ketahanan nasional yang bersifat inward looking,” ujar Agus.

Pada tingkat nasional, ketahanan nasional adalah kemampuan masyarakat untuk menghadapi keadaan sulit dengan melakukan perubahan dan penyesuaian serta menyerap kesulitan atau perubahan yang diakibatkan oleh ancaman. Hal tersebut dapat dilihat melalui kemampuan masyarakat untuk bertahan terhadap kesulitan dengan mempertahankan segenap institusi dan nilai yang dimiliki. “Walaupun harus bertahan dan mungkin juga untuk kesulitan yang berkepanjangan, tetapi tidak boleh mengorbankan institusi dan nilai-nilai yang dimiliki,” tutur Agus.

Kemampuan masyarakat juga dilihat melalui penyesuaian dalam cara baru dan inovatif, seperti tatanan normal baru yang saat ini ada. Sikap serta persepsi sosial dan politik juga ditemukan dan berpengaruh terhadap kemampuan bangsa untuk bertahan menghadapi situasi krisis atau konflik. Sejalan dengan hal tersebut, ketahanan dalam konteks Covid-19 baik dalam era kini maupun mendatang, menunjukan bahwa sangat diperlukan pengendalian virus dan pemikiran ulang tentang pemeliharaan kesehatan, memberikan revolusi pembelajaran, pembentukan rantai logistik dan perdagangan yang memiliki ketahanan, serta distribusi tindakan stimulus yang efektif.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749