FGD Lemhannas Bahas Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Direktorat Pengkajian Sosial Budaya dan Demografi Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI mengadakan Kajian Jangka Pendek Focus Group Discussion (FGD) “Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Guna Menyiapkan Generasi Muda yang Berkarakter” di Ruang Gatot Kaca Gedung Astagatra Lemhannas RI, Selasa (2/7).

 

Ketua Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Susanto, M.A. yang menjadi salah satu narasumber diskusi ini menjelaskan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak sifatnya kini sangat beragam, tidak hanya kekerasan fisik. “Kekerasan sesungguhnya tidak hanya terkotak pada kasus kekerasan seksual atau fisik, namun ragam kekerasan juga terdiri dari kekerasan psikis, verbal, simbolik, dan cyber,” ujar Selanjutnya Susanto menjabarkan yang dimaksud dengan kekerasan psikis adalah perlakuan mengucilkan, memandang sinis dan penuh ancaman, dan mencibir. Sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan verbal adalah memaki, menghina, memberikan julukan, bahkan menebar gosip mengenai korban. Selanjutnya adalah kekerasan simbolik yaitu gambar-gambar yang menyimbolkan kekerasan dan diskriminasi. Terakhir adalah kekerasan cyber yaitu merendahkan, memepermalukan, dan menyebar gosip di dunia maya.

 

Kemudian Susanto menyampaikan beberapa faktor yang menjadikan anak sebagai korban yaitu perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat namun tidak diimbangi dengan kemampuan penggunaan. Selanjutnya adalah disfungsi pengasuhan, yaitu banyak orang tua yang memakai jasa pengasuh dan tidak melakukan asah, asih, dan asuh secara langsung lalu lebih parahnya lagi tidak memiliki pengasuh yang berkualitas. Faktor selanjutnya adalah lingkungan dan teman sebaya yang memiliki pengaruh besar terhadap kepribadian anak. Tidak hanya membuat anak menjadi korban, faktor-faktor seperti salah pengasuhan, tidak ada kontrol sosial, dan penggunaan media sosial tanpa pengawasan juga bisa membuat anak menjadi pelaku.

 

Untuk mengatasi dan mencegah anak sebagai korban maupun pelaku kekerasan ada beberapa upaya yang harus dilakukan, yaitu aspek regulasi, optimalisasi peran lembaga negara, penyediaan layanan korban, dan edukasi masyarakat secara masif. “Pekerjaan terbesar bagi Indonesia adalah memastikan rehabilitasi bagi pelaku dan korban benar-benar tuntas,” ujar Susanto menutup paparannya.

 

Narasumber lainnya, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Bareskrim Polri AKBP Romi Untari menjelaskan bahwa negara sudah memiliki regulasi hukum untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak, “Sebenarnya negara sudah memiliki banyak regulasi hukum untuk melindungi kaum perempuan dan anak seperti UU No. 17 Tahun 2016, UU Pornografi, UU ITE, dan UU Perkawinan dalam KUHP, namun dalam pelaksanaannya terjadi kendala karena perbedaan penafsiran,” ujar Romi. Lebih lanjut Romi memberikan contoh kasus yakni pada Pasal 55 UU No. 23 Tahun 2004 disebutkan salah satu alat bukti yang sah dengan keterangan saksi korban disertai satu alat bukti sah lainnya. Namun pada kenyataannya harus berpacu juga pada Pasal 184 KUHP yaitu harus ada saksi ahli yang melihat dan penemuan alat bukti. Regulasi-regulasi tersebut harus diselaraskan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak menghambat pelaksaannya. “Yang terpenting adalah melakukan pencegahan terjadinya kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak yang berawal dari ketahanan keluarga” kata Romi mengakhiri.

 

Narasumber terakhir adalah Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, M.S. yang menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang tidak dirasa sebagai masalah namun berpotensi menimbulkan kasus kekerasan. Faktor pertama adalah kemiskinan yang membuat orang tua harus bekerja dan meninggalkan anak serta menitipkan pada orang lain sehingga anak tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana mestinya. Faktor lainnya adalah adat menikahkan pada usia anak-anak karena peraturan mahar yang lebih murah dibanding ketika dewasa.

 

“Kejahatan di dalam rumah akan menciptakan kriminalitas di luar rumah,” ujar Ekawati. Namun Ekawati juga menjelaskan bahwa keluarga yang harmonis tidak menjamin anak tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan jika tidak berada di lingkungan yang mendukung. Menurut Ekawati penting untuk menumbuhkan rasa peduli pada masyarakat.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749