Lemhannas RI Diskusikan Posisi Indonesia di Tengah Geo-Ekonomi AS

Menyoroti perkembangan masa kini, Lemhannas RI melakukan kajian tentang “Strategi dan Kepentingan Geo-ekonomi AS dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Nasional” pada Kamis (26/10), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

Dalam kegiatan yang bertajuk Focus Group Discussion (FGD) tersebut, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. menyebutkan bahwa diplomasi ekonomi kini menghadapi langsung kekuatan pasar, market forces. Hal ini tergambar dari perkembangan dunia yang saling menjalin hubungan diplomasi ekonomi, yakni proses formulasi dan tawar-menawar kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan pertukaran barang, jasa, tenaga kerja, serta investasi di negara lain.

Sejalan dengan hal tersebut, Amerika Serikat telah lama menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan strategi geo-ekonominya memiliki peran penting dalam pemeliharaan dan perkembangan posisinya di tingkat global. Disisi lain, China juga memiliki kekuatan ekonomi yang semakin berkembang. Terkait hal tersebut, terjadi peningkatan persaingan geopolitik dan geo-ekonomi antara China dan Amerika Serikat di Kawasan Laut China Selatan yang tentunya berpengaruh bagi Indonesia.

“Hal ini (persaingan antara China dan Amerika Serikat) menimbulkan tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan dan keamanannya, serta mempertahankan posisi Indonesia di tengah transformasi energi dalam skala global,” ujar Reni Mayerni. Apalagi, menurutnya Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang dapat menjadi pertahanan ekonomi, baik nasional, maupun internasional.

Salah satu narasumber yaitu Peneliti CSIS Indonesia Dandy Rafitrandi, S.E., M.Sc. menyampaikan mengenai posisi dan strategi Indonesia. Disampaikan bahwa data IMF menggambarkan sebaran seberapa besar negara-negara akan terekspos dengan perubahan struktur rantai pasok. Kondisi Indonesia digambarkan menjadi negara yang relatif mengalami eksposur tinggi atas perubahan tersebut dan memiliki kapasitas beradaptasi yang relatif rendah. Hal tersebut dinilai menjadi salah satu hal yang harus dibenahi bersama.

“Sekarang international trades, investment, industry itu sudah merupakan pijakan yang sifatnya multipurpose. Tidak hanya melihat ekonomi, tapi juga melihat ketahanan dan pertahanan secara keseluruhan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan Indonesia. Pertama mengevaluasi hubungan kerja sama Indonesia, baik dengan Amerika Serikat, maupun dengan Tiongkok. Kedua, Indonesia perlu berhati-hati dalam menentukan aliansi dan menjaga prinsip “Bebas-Aktif” Indonesia. Ketiga, Indonesia harus mewaspadai perubahan teknologi yang berlangsung cepat. Keempat, Indonesia perlu mengadaptasi kebijakan dalam negeri yang lebih banyak, seperti strategi hilirisasi dan TKDN.

Selain Peneliti CSIS Indonesia Dandy Rafitrandi, S.E., M.Sc., turut hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut, yakni Kepala Magister Kajian Intelijen STIN Dr. Mira Murniasara, S.S., LL.M. CTMP; Dosen Kajian Amerika Universitas Indonesia Dr. Muhammad Fuad; Direktur Amerika I Kementerian Luar Negeri Iwan Fredy Susanto. Sedangkan bertindak sebagai pembahas, yaitu Asisten Staf Khusus Presiden – Sekretariat Kabinet RI Dr. Telisa Aulia Falianty, S.E., M.E. dan Tenaga Profesional Bidang Politik Lemhannas RI Komjen Pol (Purn) Drs. Heru Winarko, S.H., M.H.  (NA/BIA)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749