Agus Widjojo: Tugas Pokok TNI adalah Pertahanan

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo memberikan ceramah secara daring mengenai Pelibatan TNI Dalam penanganan Kontra Terorisme yang diselenggarakan oleh Universitas Andalas pada Selasa (10/11). Agus memulai pembahasannya dengan menjelaskan ketentuan peraturan presiden harus berada dalam hierarki sistem hukum, bukan saja pada tatanan prosedur tetapi juga pada konten (substansi). Dengan tegas Agus menyampaikan bahwa jika substansi peraturan yang di atas mengandung suatu konsep, maka turunannya harus konsisten.

“Kalau kita bicara TNI, TNI itu tugas pokoknya adalah pertahanan,” kata Agus. Dalam UU TNI diatur bahwa tugas TNI adalah menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah nasional. Kedaulatan negara bisa terancam apabila ada kekuatan dari luar yang bersifat memaksa dengan kekuatan militer. Demikian juga keutuhan wilayah nasional yang bisa terganggu karena adanya kekuatan dari luar dengan kekuatan yang bersifat memaksa juga. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tugas pokok tersebut adalah untuk menghadapi ancaman dari luar.

Di sisi lain, segala gangguan yang muncul dari dalam, hakikatnya adalah pelanggaran hukum. Oleh karena itu, respons pertama yang diutamakan adalah respons penegakan hukum. Selain itu, dalam menghadapi ancaman juga dapat melalui respons institusi fungsional yang diatur oleh UU.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa ada tiga cara dalam pengerahan TNI. Pertama, dalam fungsi organik konstitusional pertahanan nasional. “Pertahanan nasional adalah menghadapi ancaman paksa dari luar,” kata Agus. Kedua, merupakan sifat perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai, disebut perbantuan karena melakukan yang bukan tugas pokok TNI. Ketiga, sebagai konsekuensi perubahan status kedaruratan ketika terjadi pemerintah darurat militer, maka militer menjadi pemerintah.

Cara lainnya dalam pengerahan TNI adalah melalui keputusan politik, yakni memberikan perluasan kewenangan secara terbatas kepada TNI baik membantu aparat penegak hukum atau membantu institusi profesional dalam rangka ketahanan. Perlu diketahui bahwa ancaman dari luar negeri yang bersifat non militer bukan menjadi tanggung jawab TNI atau pun Kementerian Pertahanan, hal tersebut adalah tanggung jawab institusi fungsional.

Menurut Agus, hendaknya penyebutan tindak pidana terorisme dipertahankan secara konsisten sehingga upaya pelaksanaannya memiliki konsistensi berada pada lingkup penegak hukum, karena tindak pidana terorisme termasuk dalam KUHP. Upaya menangani terorisme yang dilakukan oleh Polisi dalam fungsi penegakan hukum dinilai Agus sudah cukup efektif. Pada hakikatnya, peran TNI merupakan operasi perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai dan dapat diwadahi dalam UU Perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai untuk tugas apa pun.

Dalam kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa baiknya fungsi pemberantasan tindak pidana terorisme bergantung kepada wilayah kewenangan instansi yang menangani. Apabila terjadi di dalam negeri maka menjadi tanggung jawab fungsi penegakan hukum oleh instansi penegak hukum, dalam hal ini di antaranya Polisi. TNI dapat memasuki wilayah kewenangan penegak hukum dalam negeri berdasarkan ketentuan pengerahan dan kewenangan TNI. Di sisi lain, jika tindak terorisme terjadi di luar wilayah yurisdiksi sistem hukum nasional, maka menjadi tugas dan kewenangan TNI dalam menangani pemberantasan tindak terorisme tersebut. “Intinya adalah konsistensi di dalam jalur criminal justice system untuk dalam negeri, sedangkan TNI punya peran dan kewenangan untuk memberantas terorisme yang terjadi di luar negeri,” kata Agus.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749