Prof. Komaruddin Hidayat: Kalau Indonesia Berhasil, Indonesia Bisa Berikan Kontribusi Besar kepada Teori Politik dan Dunia

Selain mendatangkan pembicara internasional yang berasal dari luar negeri, Jakarta Geopolitical Forum V/2021 (JGF V/2021) juga mendatangkan pembicara dari dalam negeri. Salah satu pembicara yang berasal dari dalam negeri adalah Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Dalam Sesi Pleno 1 JGF V/2021 pada Kamis (21/10), Komaruddin menyambung pembahasan terkait hubungan antara agama dan negara yang disampaikan pembicara Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston Prof. Dr. Robert W. Hefner.

Menurut Komaruddin, keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan ikut bersumbangsih dalam membentuk masyarakat Indonesia yang toleran dan senang bergaul. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat tidak saling memperebutkan sumber daya alam sehingga yang muncul adalah seni keberagamaan. Sepaham dengan Hefner, Komaruddin berpendapat bahwa jika Indonesia terus berhasil mempertahankannya, maka Indonesia bisa menjadi model memberikan kontribusi besar kepada teori politik dan kepada dunia. Hal tersebut bisa terjadi jika Indonesia bisa terus mempertahankan keadaan kebudayaan lokal, agama, dan modernisme tumbuh bersama.

“Kalau ini berhasil, Indonesia menjadi satu model memberikan kontribusi besar kepada teori politik dan kepada dunia bahwa ada satu model di mana antara local culture, agama, dan modernism itu bisa tumbuh bersama, yaitu di Indonesia,” ujar Komaruddin.

Terkait dengan demokrasi, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menyampaikan dalam sesi paparannya bahwa tahun 2024 adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi dan menata ulang demokrasi reformasi Indonesia. Komaruddin menilai evaluasi yang penting menjadi perhatian adalah neo dinasti. Untuk membicarakan mengenai neo dinasti perlu ditinjau kembali bagaimana kondisi para pejabat dan tokoh publik masa pra-kemerdekaan.  “Ternyata reformasi ini telah melahirkan neo dinasti dan sumber korupsi karena biaya politik yang mahal,” kata Komaruddin.

Menurut Komaruddin, apabila permasalahan neo dinasti tidak diselesaikan maka akan berdampak pada konstitusi dan partai politik, bahkan sampai ke penggunaan dukungan massa untuk kepentingan politik. “Modal massa ini salah satu instrumennya adalah simbol-simbol emosi agama,” kata Komaruddin.  Penggunaan simbol agama ini berdampak pada pendangkalan dan pembusukan pada proses demokratisasi di Indonesia.

Selain permasalahan neo dinasti, tantangan lainnya bagi demokrasi Indonesia di masa depan adalah belum adanya sosok membanggakan bagi karakter milenial saat ini. Milenial saat ini tak lagi terikat kuat pada tradisinya contohnya bahasa. “Generasi saat ini tidak bisa bahasa daerah, tapi mereka juga sayangnya belum menemukan bangunan rumah Indonesia secara kokoh dan membanggakan,” kata Komaruddin. Oleh karena itu, Komaruddin memandang pemuda saat ini sulit mencari tokoh yang menginspirasi.  “Kita sulit mencari tokoh-tokoh yang menginspirasi dan kalau kita bicara Indonesia. Sekali-kali kita perlu membaca Indonesia dari pinggiran, dari Papua, dari perbatasan, maka wajah Indonesia akan lahir,” lanjut Komaruddin.

 



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749