Kajian Kecerdasan Buatan untuk Kepentingan Militer

Dewasa kini, paradigma pertempuran mulai mengalami pergeseran dari sistem yang berlandaskan pada jumlah pasukan ke sistem persenjataan yang berbasis penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Hal tersebut turut diikuti dengan munculnya persaingan global dalam kancah kecerdasan buatan untuk kepentingan militer.

Menyoroti hal tersebut, penting bagi militer Indonesia untuk turut serta memiliki penguasaan terhadap teknologi kecerdasan buatan. Oleh karena itu, Lemhannas RI memandang Indonesia perlu mengukuhkan sudut pandang yang tidak bertentangan dengan amanat konstitusi tetapi tetap menempatkan Indonesia pada posisi yang dapat meraih keuntungan dari para pemain global.

Untuk merumuskan sudut pandang yang tepat, Lemhannas RI melalui Kedeputian Pengkajian Bidang Strategik menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Pandangan Indonesia terhadap Penggunaan Kecerdasan Buatan untuk Kepentingan Militer pada Rabu (27/3) bertempat di Ruang Kresna, Gedung Astagatra, Lemhannas RI.

“Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah hal yang tidak bisa dihindari dan bahkan sudah seharusnya dikuasai agar menjadi suatu keunggulan dari suatu negara,” kata Sekretaris Utama Komjen Pol Drs. R. Z. Panca Putra S., M.Si. saat membuka FGD tersebut. Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini berbagai teknologi kecerdasan buatan telah dikembangkan oleh beberapa negara maju dengan tujuan untuk dapat memberikan keunggulan pada sistem senjata tertentu.

Memerhatikan kondisi tersebut dan mengingat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir terdapat beberapa usulan mengenai pengelolaan kecerdasan buatan untuk kepentingan militer secara global, maka posisi Indonesia terkait isu ini dinilai menjadi sangat penting untuk dapat dirumuskan. Perumusan tersebut bertujuan untuk tetap menjaga amanat konstitusi serta dalam rangka mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

Hadir pada kesempatan tersebut selaku narasumber, yakni Kepala Bidang Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi PTI KKP Kementerian Luar Negeri Riki Sumadhani; Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc, IPU; Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN Dr. Anto Satriyo Nugroho, B.Eng., M.Eng.; Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan, mewakili Dirjen Pothan Kementerian Pertahanan RI Marsma TNI Dedy Laksmono, S.E., S.T., M.M.; Asisten Umum Satintel Geospasika BAIS TNI Kolonel Caj Anang Zamiarto, S.H., M.M.; Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan Umum Fakultas Sains dan Teknologi Pertahanan, yang mewakili Rektor Universitas Pertahanan RI, Marsma TNI Dr. Ir. Rujito D. Asmoro, GDipl in DS., M.A., RCDS., CPHCM., CIPA., IPM., CIT., ASEAN Eng.

“Pemanfaatan kecerdasan buatan harus memperkuat pertahanan dan keamanan, bukan sebaliknya,” kata Kepala Bidang Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi PTI KKP Kementerian Luar Negeri Riki Sumadhani. Lebih lanjut, disampaikan pernyataan Menlu yang telah disampaikan sebelumnya, yakni kecerdasan buatan harus dapat memperkuat demokrasi, bukan menjadi ancaman bagi demokrasi.

Maka rekomendasi yang disampaikan adalah penggunaan kecerdasan buatan untuk Militer Indonesia feasible untuk diterapkan dalam konteks kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya direkomendasikan juga agar kecerdasan buatan digunakan untuk Operasi Militer Selain Perang (UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI).

Dalam melaksanakan rekomendasi tersebut, yang menjadi kunci keberhasilan adalah komitmen dari kepemimpinan; kepastian regulasi; talenta SDM; anggaran dan rantai pasok; ketersediaan dan keamanan infrastruktur; ketersediaan sumber energy; dan tata kelola pemerintahan yang baik.“Kita harus memahami bagaimana implikasi penggunaan Artificial Intelligence,” kata Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc, IPU. Lebih lanjut, Ketua Umum Korika menyampaikan bahwa sistem nilai kecerdasan buatan yang digunakan dalam masyarakat umum dan militer tentunya berbeda. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya ekosistem yang dibangun untuk mendorong agar Indonesia bisa memberikan pandangan dalam diplomasi internasional terkait dengan penggunaan kecerdasan buatan di militer.

Menyoroti kondisi terkini, kecerdasan buatan secara global semakin meningkat pesat. Oleh karena itu, dibutuhkan Artificial Intelligence Assurance. Artificial Intelligence Assurance, yaitu proses mengukur, mengevaluasi, dan mengomunikasikan kepercayaan yang tinggi (the trustworthiness) dari sistem kecerdasan buatan. “Artificial Intelligence Assurance adalah sebuah cara untuk kita bisa memberikan kepercayaan kepada sebuah sistem,” ujar Ketua Umum Korika. (NA/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749