Direktorat Program Pengembangan Pengkajian Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI menyelenggarakan diskusi tentang “Forum Komunikasi Ketahanan Nasional: Ketahanan Nasional dalam Rumpun Ilmu dan Penguatan Kompetensi SDM di Indonesia” pada Jumat (8/3), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

Deputi Bidang Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam laporannya menyampaikan kegiatan Forum Komunikasi (Forkom) Ketahanan Nasional (Tannas) tersebut dilaksanakan sebagai sarana komunikasi para akademisi dan peneliti dalam memberikan kontribusi terhadap ketahanan nasional dalam rangka menghadapi krisis dan tantangan global, serta untuk memajukan pembangunan Indonesia. Pembahasan pada diskusi kali ini lebih difokuskan kepada tindak lanjut perkembangan ketahanan nasional dalam rumpun ilmu dan penguatan kompetensi SDM ketahanan nasional di Indonesia.

Saat membuka acara tersebut, Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Drs. R.Z. Panca Putra S., M.Si. menyampaikan bahwa perkembangan lingkungan strategis yang semakin kompleks dan situasi global yang penuh ketidakpastian mendorong pentingnya menjaga ketahanan nasional suatu negara dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk akademisi dan praktisi serta seluruh elemen potensi anak bangsa.“Hal ini sangat penting karena kerentanan dan krisis yang dihadapi negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia harus dapat diidentifikasi dan diteliti dengan cepat,” kata Panca Putra. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan perubahan yang terjadi dapat direspon dengan strategi adaptasi yang tepat guna terciptanya ketahanan nasional yang semakin kuat.

Panca Putra juga menyampaikan, bahwa Lemhannas RI telah merumuskan pemahaman tentang ilmu ketahanan nasional. Ilmu ketahanan nasional merupakan suatu kondisi bangsa yang harus siap dan mampu menghadapi berbagai permasalahan, tantangan, gangguan dan hambatan. Semua hal tersebut dikaitkan dengan seluruh konstelasi yang berkembang, baik dari dalam maupun dari luar yang harus didasarkan pada semangat dan cita-cita luhur berdirinya bangsa dengan didasarkan empat konsensus dasar bangsa, yakni Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD NRI Tahun 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk memperkuat dan menghadapi perubahan situasi baik di dalam maupun di luar negeri dengan tetap memperhatikan nilai-nilai bangsa, diperlukan pendekatan keilmuan dari perspektif geopolitik, sementara perspektif geostrategi berkaitan dengan dimensi ketahanan nasional, termasuk trigatra dan astagatra. Semua hal tersebut melahirkan kewaspadaan nasional untuk bersama-sama menghadapi tantangan, hambatan dan gangguan yang terjadi. “Yang jelas, ketahanan nasional adalah kondisi dinamis bangsa, baik di ekonomi, kesehatan, pangan dan ketahanan-ketahanan lain. Itulah yang dimasukkan ke dalam suatu batang pohon ilmu ketahanan nasional,” ujar Panca Putra.

Forum tersebut difasilitatori oleh Tenaga Profesional Bidang Ketahanan Nasional Lemhannas RI Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si. Salah satu narasumber yang hadir adalah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud Ristek RI Prof. Dr. Ir. Sri Suning Kusumawardhani, S.T., M.T. yang memaparkan tentang kebijakan pembukaan program studi baru. Dalam meningkatkan kualitas kelembagaan perguruan tinggi, perlu adanya izin pendirian perguruan tinggi dan program studi. Terkait hal tersebut, Sri Suning menyampaikan bahwa Kemendikbud Ristek RI menginginkan adanya penguatan kelembagaan perguruan tinggi, penataan perguruan tinggi dan pengendalian serta penilaian perguruan tinggi yang ditekankan oleh penjaminan mutu perguruan tinggi (Akreditasi-PT).

Selain itu, Sri Suning juga menyampaikan lima arah kebijakan dan strategi Ditjen Pendidikan Tinggi, yakni pertama, peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi dengan penguatan dan perluasan penggunaan teknologi untuk pendidikan. Kedua, penguatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi dengan mewujudkan akselerasi perguruan tinggi kelas dunia. Ketiga penguatan mutu dosen dan tenaga pendidik dengan penataan sistem karir.

Kemudian yang keempat, penguatan sistem tata kelola Ditjen Pendidikan Tinggi dengan penguatan otonomi perguruan tinggi tata kelola berbasis data dan penguatan pangkalan data Dikti. Dan yang kelima, penguatan riset, inovasi, dan pengabdian kepada masyarakat yang salah satunya melalui peningkatan mutu penelitian dan program kreativitas mahasiswa (PKM).

Narasumber lain yang hadir pada forum tersebut, yaitu Kepala Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia Dr. Josias Simon Runturambi, M.Si., Kepala Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si., Ketua Tim Pendirian Prodi Ketahanan Nasional Universitas Andalas Prof. Nursyirwan Effendi, Dr.rer.soz., Direktur Bina Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Kemnaker RI Moh. Amir Syarifuddin, S.T.,M.M., dan Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. (SP/BIA)


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menerima kunjungan dari Himpunan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung di Auditorium Gadjah Mada, pada Kamis (7/3). Kunjungan mahasiswa tersebut didampingi oleh Dosen Bidang Ahli Otonomi Daerah dan Politik Universitas Pasundan Drs. Yaya Mulyana Abdul Azis, M.Si.

Tujuan kunjungan tersebut adalah agar para mahasiswa/i administrasi publik dapat melibatkan diri dalam pengalaman langsung untuk mengetahui tugas pemerintahan. “Sehingga barangkali bukan hanya mengenal di dalam teks tapi juga bisa melihat bagaimana praksis atau aktivitas dari kelembagaan negara itu bekerja,” kata Yaya Mulyana.

Bertindak sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Settama Lemhannas RI Brigjen TNI (Mar) Raja Erjan H.S. Girsang, S.E., M.M., M.Sc. Raja Erjan dalam kesempatan tersebut mengenalkan Lemhannas RI secara keseluruhan kepada peserta.

Mengawali paparannya, disampaikan bahwa Lemhannas RI didirikan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1965 dengan melihat kondisi pasca perang dunia yang mengalami banyak gejolak dalam mempertahankan kemerdekaan juga perebutan ideologi. Tentang tugas-tugas Lemhannas RI, para mahasiswa diinformasikan bahwa Lemhannas RI adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan penyiapan kader dan pimpinan tingkat nasional, lalu menyelenggarakan pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis bagi Presiden RI, serta menyelenggarakan pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

Lebih lanjut, peserta diinformasikan kedeputian yang ada di Lemhannas RI, yakni Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional, Deputi Bidang Pengkajian Strategis, dan Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Pada Deputi Bidang Pendidikan, para mahasiswa diinformasikan bahwa peserta didik Lemhannas RI akan mempelajari enam bidang studi inti, yakni empat konsensus dasar bangsa, geopolitik, geostrategi, kewaspadaan nasional, sistem manajemen nasional, dan kepemimpinan nasional.

Selanjutnya Deputi Bidang Pengkajian, diinformasikan juga kepada para mahasiswa terdapat empat kajian yang dilaksanakan, yakni kajian strategis jangka panjang, kajian strategis jangka pendek, kajian strategis jangka menengah, dan kajian strategis terkini (quick response). Kemudian pada Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan, kegiatan yang diselenggarakan adalah pelatihan untuk pelatih, pembinaan dan pelaksanaan pemantapan nilai kebangsaan, perencanaan dan pengembangan pemantapan nilai kebangsaan, serta gebyar wawasan kebangsaan.

Selain tiga kedeputian tersebut, Lemhannas RI juga melakukan penyiapan pelaksanaan sistem dan metode penelitian dan pengukuran ketahanan nasional yang diselenggarakan oleh Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) Lemhannas RI. Lebih lanjut, untuk menjalankan tugasnya menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit kerja Lemhannas RI, terdapat lima biro yang menjalankan tugas tersebut, yakni Biro Umum, Biro Perencanaan, Biro Hubungan Masyarakat, Biro Telematika, serta Biro Kerja Sama dan Hukum yang berada dalam naungan Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Di akhir paparannya, Raja Erjan berpesan kepada para mahasiswa agar memperkuat kemampuan literasi. “Tidak akan bisa kamu bersaing jika literasimu tidak baik, karena literasi membantu cara berpikir (dan) membangun keterampilanmu untuk perform,” ujar Raja Erjan. Raja Erjan juga menekankan kepada para mahasiswa agar mampu bersaing dengan menentukan role model-nya dan membuat benchmarking, baik personal maupun kompetensi. (SP/CHP)


Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan judul “Strategi Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang Terorganisir” bertempat di Ruang Kresna pada Kamis (7/3).

Kondisi geografis Indonesia yang luas tentunya berhadapan dengan kompleksitas yang meningkat serta butuh pengawasan dan penanggulangan yang serius terlebih dibidang kejahatan transnasional terorganisir seperti perdagangan manusia, penyelundupan senjata, dan perdagangan narkotika. Menyoroti hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kejahatan transnasional terorganisir menjadi tantangan serius yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam menghadapi kompleksitas tersebut, diperlukan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak, termasuk instansi pemerintah. Setiap pihak perlu memahami peran, kemampuan, dan tantangan yang dihadapi sebagai kunci dalam merumuskan strategi pemberantasan yang efektif dan berkelanjutan. “Pemahaman mendalam terhadap dinamika kejahatan transnasional menjadi pondasi untuk membangun kerangka kerja komprehensif dan terorganisir,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah saat menyampaikan sambutannya. Aspek perlindungan hak asasi manusia, pencegahan, dan kerja sama lintas sektoral serta antarnegara menjadi strategi penting dalam pemberantasan kejahatan transnasional terorganisir.

Diharapkan dari FGD tersebut dapat dihasilkan strategi yang akurat dan bermanfaat serta dapat diaplikasikan secara efektif guna antisipasi, pencegahan, dan penanggulangan yang tepat, efektif, serta aplikatif.

Hadir dalam FGD tersebut beberapa narasumber, yakni Deputi III Badan Intelijen Negara Mayjen TNI Aswardi, S.E.; Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani; Wakil Direktur Kamneg Baintelkam Polri Kombes Pol. Drs. Budi Sajidin, M.Si.; Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh; Kasi Kejahatan Lintas Negara I Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu RI Monica Dwi Melani; dan Sandiman Ahli Muda Direktorat Operasi Keamanan dan Pengendalian Informasi BSSN RI Rikson Gultom, S.ST., M.Kom.

“Berbicara tentang strategi pemberantasan transnational organized crime, sebenarnya itu harus dipahami secara terintegrasi, tidak bisa secara parsial,” kata Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh. Oleh karena itu, diharapkan ada dukungan kementerian/lembaga terkait dalam mendukung pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan berbagai langkah yang berkaitan dengan pelaksanaan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir. Ditekankan bahwa strategi tersebut merupakan upaya yang bersifat nasional.

Di antaranya Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan upaya preventif dan represif. Upaya preventif terdiri dari penyuluhan, kerja sama, penukaran informasi, serta integritas, dan pengamanan dokumen. Sedangkan upaya represif yang dilakukan adalah penyidikan terhadap pelaku TPPO, penindakan terhadap pelaku TPPO, dan kerja sama dalam memberantas kejahatan transnasional yang terorganisir dengan instansi lain.

“Kalau kita melihat data yang ada, kita sering menemukan perempuan tidak hanya sebagai korban, tapi juga pelaku kejahatan dan aktor penyikapan,” kata Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani saat menyampaikan paparannya. Dalam kesempatan tersebut, ditekankan bahwa seringkali jika membahas perempuan dalam kejahatan transnasional yang terorganisir maka menempatkan perempuan menjadi korban langsung. Padahal data yang ada menunjukkan bahwa sering ditemukan perempuan sebagai pelaku kejahatan dan aktor penyikapan.

Tiga posisi itu menjadi sangat penting untuk disoroti dan harus dilihat sebagai ruang yang perlu intervensi. Posisi-posisi tersebut memiliki keunikan dan modalitas masing-masing. Dalam menyoroti tiga posisi tersebut, setidaknya ada empat faktor kerentanan yang memengaruhi ketiga posisi tersebut dan perlu dipetakan dalam penyusunan strategi. Faktor kerentanan tersebut adalah konstruksi gender, digitalisasi, mobilitas, dan interseksionalitas. Oleh karena itu, empat faktor kerentanan tersebut perlu dipetakan dalam penyusunan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir agar tercipta strategi yang efektif dan berkelanjutan. (NA/CHP)


Direktorat Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang berjudul “Pemetaan Potensi Laut RI sebagai Penyerap Karbon untuk Pencapaian Target Net Zero Emission” bertempat di Ruang Kresna, pada Rabu (6/3). Acara tersebut dipimpin langsung oleh Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah.

Blue economy (ekonomi biru) adalah suatu konsep pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan, peningkatan pekerjaan, dan mata pencarian dengan tetap menjaga kesehatan ekosistem laut. Hal tersebut disampaikan Maman Firmansyah dalam sambutannya.Mengutip apa yang ditegaskan Presiden Joko Widodo, Maman Firmansyah menyampaikan blue economy menjadi fokus yang harus diperhatikan dalam peningkatan sustainability perekonomian di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan kekayaan biodiversity yang dimiliki Indonesia sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara bijak dalam rangka menyejahterakan rakyat dengan tetap menjaga alam dan keberlanjutan produksi. “Sustainable blue economy menjadi agenda yang harus diprioritaskan di semua wilayah pantai yang kita miliki,” ujar Maman Firmansyah.

Jika dilihat dari sudut hilir pada sisi pemanfaatan sumber daya laut ekonomi adalah dari sektor perikanan. Meninjau data volume perdagangan hasil perikanan Indonesia tahun 2016-2020, kemampuan Indonesia dalam menghasilkan perikanan sudah terlihat cukup bagus.

Potensi lain yang juga sangat besar adalah laut sebagai penyerap karbon. Blue carbon dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk menciptakan nilai ekonomi melalui perdagangan karbon. Selain itu, Maman Firmansyah juga menyampaikan bahwa peran mangrove juga dapat menjadi penyerap karbon yang besar secara signifikan. Oleh karena itu, mencegah hilangnya mangrove menjadi strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang efektif sehingga diperlukan juga upaya rehabilitasi mangrove untuk meningkatkan kontribusi mangrove dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

Acara yang difasilitatori oleh Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI Ir. Edi Permadi tersebut menghadirkan beberapa narasumber. Salah satu narasumber yang hadir, yakni Direktur Lingkungan Hidup Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas RI Priyanto Rohmattullah, S.E., M.A., yang menyampaikan potensi laut Indonesia sebagai penyerap karbon dari hulu ke hilir.

Priyanto Rohmattullah menyampaikan bahwa pada hulu terdapat tiga potensi laut sebagai penyerap karbon. Pertama adalah aktivitas ekonomi yang berdampak langsung dan tidak langsung pada kesehatan sumber daya karbon biru, di antaranya perikanan, penggunaan lahan, dan transportasi yang dipastikan memperhatikan kelestarian ekosistem penyerap karbon seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan rumput laut. Kedua adalah sektor ekonomi di kawasan pesisir dan laut, mulai mikro hingga industri tumbuh berkembang dengan bertopang tidak hanya pada namun juga dari regulating, supporting, dan cultural services (nilai tambah penyerap karbon), lalu yang ketiga adalah portfolio usaha dari para pelaku ekonomi yang tidak lagi bergantung pada pemanfaatan provisioning services (kelimpahan ikan) namun semakin berdaya saing yang diakibatkan adanya nilai tambah dari provisioning, supporting, dan cultural services (memanfaatkan penyerap karbon, pariwisata, perlindungan pesisir, nilai spiritual, dan budaya).

Sedangkan pada hilir, potensinya adalah kerangka regulasi dan kelembagaan yang mampu mendukung peran serta stakeholder di tingkat tapak sehari-hari dan bersinggungan dengan ekosistem karbon biru agar mereka bisa terlindungi, berdaya, dan aktif berpartisipasi mengelola ekosistem karbon biru, dan menerima tangible benefit dari konservasi atau restorasi karbon biru serta upaya penguatan pengetahuan, baik bagi stakeholder nasional hingga tapak, secara strategis dan berkesinambungan yang mampu menjaga keberlanjutan riset ilmiah, pengembangan kapasitas, serta pertukaran pengetahuan dan praktik baik antar stakeholder dari waktu ke waktu agar negara dan masyarakat memiliki kedaulatan dalam memanfaatkan potensi lautnya.

Adapun narasumber lain yang hadir dalam FGD tersebut, yakni Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Muhammad Yusuf, S.Hut., M.Si., Plt. Deputi Bidang Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi RI M. Firman Hidayat, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB Prof. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si., Sekretaris Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Agus Rusli, Spi., M.Si., dan Peneliti bidang Oseanografi Kimia Pusat Penelitian Oseanografi BRIN Dr. Aan Johan Wahyudi. (SP/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749