Direktorat Pengkajian Sosial Budaya dan Demografi Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Jangka Panjang (KJP) di Lokus Provinsi NTB dengan judul "Optimalisasi Angkatan Kerja Guna Pemanfaatan Bonus Demografi dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Sosial Budaya" bertempat di ruang Presisi Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) selama dua hari, dari Rabu (20/3) sampai Kamis (21/3).

Kegiatan FGD tersebut dipimpin langsung oleh Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. serta dipandu oleh fasilitator Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya Lemhannas RI Dr. Dadang Solihin, S.E., M.A.

Bonus demografi merupakan fenomena yang melibatkan peningkatan proporsi populasi usia produktif dalam suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang mengalami bonus demografi memiliki potensi besar untuk memanfaatkannya sebagai momentum strategis dalam memperkuat ketahanan sosial budaya. Dengan demikian, optimalisasi angkatan kerja menjadi krusial dalam mengarahkan bonus demografi menuju pembangunan yang berkelanjutan.

Pendalaman kajian dilakukan Deputi Bidang Pengkajian di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). NTB merupakan Provinsi yang penting untuk dilakukan studi mendalam, mengingat NTB adalah salah satu Provinsi dengan jumlah pekerja migran terbesar bagi Indonesia.

“Pekerja Migran Indonesia memberikan kontribusi besar bagi kehidupan pekerja migran dan perekonomian Indonesia, termasuk penyumbang devisa bagi negara,” ujar Reni Mayerni. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa masih terdapat tantangan dan perlu didorong penyerapan tenaga kerja lokal di NTB sendiri mengingat adanya potensi ekonomi yang besar.

Terkait kondisi di atas, Lemhannas RI sebagai salah satu think tank Presiden RI melaksanakan kajian jangka panjang dengan hasil kajian berupa rekomendasi kepada Presiden RI terkait perumusan strategi kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga meningkatkan ketahanan sosial dan budaya yang sedang dikembangkan di Indonesia. Melalui kajian ini, diharapkan dapat mengidentifikasi strategi konkret untuk meningkatkan daya saing dan optimalisasi angkatan kerja, mengurangi tingkat ketergantungan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

FGD pada hari pertama tersebut dihadiri oleh enam narasumber, yaitu Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., Kadis Koperasi dan UMKM Kota Mataram H. M. Ramadhani, S.T., M.SI., Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) NTB I Putu Dedy Saputra, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram Dr. Ihsan Ro'is, S.E., M.Si., Peneliti Nusa Tenggara Centre Prof. Dr. H. Kadri, M. Si., dan Ketua Pimpinan Muhammadiyah NTB TGH. Palahuddin, M.Ag.

I Putu Dedy Saputra dalam paparannya menyampaikan peluang pada perumusan kebijakan optimalisasi angkatan kerja, yakni peningkatan produktivitas, inovasi dan teknologi, kesempatan kerja baru serta peningkatan akses pendidikan. Adapun kendala yang dihadapi pada perumusan kebijakan tersebut, yaitu kesenjangan keterampilan, infrastruktur pendidikan dan pelatihan, kesenjangan ekonomi dan sosial, ketidakpastian ekonomi serta konflik dan ketegangan sosial.

Sejalan dengan hal tersebut, I Putu Dedy Saputra menyampaikan model pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kompetensi angkatan kerja. Pertama adalah kemitraan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan industri dengan membuat pengembangan kurikulum berbasis kebutuhan industri serta program magang dan kursus kerja. Kedua adalah meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dengan membuat program pendidikan berkelanjutan serta meningkatkan kualitas pengajaran. Lalu yang ketiga adalah memberikan fasilitas perpindahan tenaga kerja dengan membuat program pengakuan dan transfer kredit untuk memperoleh keterampilan tambahan dan sertifikasi profesional.

Pada hari kedua, FGD tersebut menghadirkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lombok Barat Drs. H. Sabidin, M. Pd., sebagai salah satu narasumber. H. Sabidin dalam paparannya menyampaikan peluang dalam optimalisasi angkatan kerja dalam memanfaatkan bonus demografi, di antaranya kebijakan program-program pemerintah dalam menyiapkan SDM, tersedianya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri maupun swasta sebagai pencetak tenaga kerja dengan program Bursa Kerja Khusus (BKK), banyaknya pondok pesantren sekaligus mengelola SMK dan Balai Latihan Kerja (BLK) pencetak santri terampil juga berakhlak, dan lainnya.

Adapun program dalam memaksimalkan bonus demografi yang H. Sabidin sampaikan, yaitu mengembangkan kualitas manusia melalui pendidikan dan pelatihan, memperluas pasar tenaga kerja, mengelola pertumbuhan populasi, serta meningkatkan tingkat kesehatan penduduk.

FGD pada hari kedua pelaksanaan turut dihadiri oleh Kadis Koperasi dan UMKM Provinsi NTB H. Ahmad Mashuri, S.H., Direktur Pembinaan Masyarakat Polda NTB Kombes Pol. Dessy Ismail, S.Ik, Guru Besar Ilmu Sosial UIN Mataram Prof. Dr. Soeprapto, M.Ag., Direktur Eksekutif KADIN NTB Ir. Khairil Anwar, M.M., dan Peneliti Pusat Studi Pembangunan NTB H. Burhanudin, S.Sos., M.M. (SP/CHP)


Lemhannas RI menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terintegrasi di lingkungan Lemhannas RI pada Kamis (21/3), di Ruang Airlangga Gedung Pancagatra Lantai 3, Lemhannas RI. Kegiatan tersebut dibuka oleh Inspektur Pembantu Bidang Program Anggaran Inspektorat Lemhannas RI Kolonel Cba (K) Silvi Mirna, S.Pt., M.M.

Menurut laporan BPKP RI Nomor PE.09.03/LHP-178/D201/1/2023, laporan hasil evaluasi atas penilaian mandiri dan penjaminan kualitas SPIP terintegrasi pada Lemhannas RI pada 2023, tingkat maturitas penyelenggara SPIP Lemhannas RI berada pada level “Terdefinisi” atau level 3 dari level 5 maturitas SPIP yang terdiri atas tiga komponen, yakni penetapan tujuan, struktur dan proses, serta pencapaian tujuan.

Selanjutnya, Silvi Mirna yang menyampaikan hasil penilaian SPIP terintegrasi di Lemhannas RI oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, mengatakan ada beberapa hal yang menjadi area of improvement (AOI) di masing-masing komponen SPIP. Hal tersebut perlu menjadi perhatian untuk ditingkatkan sehingga mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada penilaian berikutnya.

AOI yang pertama terdapat pada komponen penetapan tujuan, yaitu perlunya perbaikan terkait penetapan indikator kinerja dan target kinerja sasaran strategis/sasaran program yang berorientasi hasil dengan memerhatikan capaian sebelumnya. Lalu, yang perlu ditingkatkan pada komponen struktur dan proses adalah indikator penegakan integritas dan nilai etika, penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja, komitmen terhadap kompetensi, serta pemantauan berkelanjutan.

“Melalui Bimtek SPIP ini, saya mengharapkan bahwa apa yang dilaksanakan pada hari ini hendaknya menjadi penyemangat bagi seluruh unit kerja agar hasil penilaian maturitas SPIP mendapatkan nilai yang optimal,” ungkap Silvi Mirna. Sehingga, diharapkan juga penilaian reformasi birokrasi nantinya dapat mendapatkan indeks reformasi birokrasi sesuai dengan capaian yang kita usulkan kepada Kementerian PAN-RB. Setelah dibukanya acara tersebut, Evie Fridina Susan selaku Tim Evaluasi Maturitas SPIP Lemhannas RI melakukan praktik langsung pengisian AOI SPIP dan pengisian kertas kerja penilaian mandiri maturitas penyelenggaraan SPIP terintegrasi bersama peserta yang hadir.

Siang harinya, acara dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Penilaian SPIP di Lingkungan Lemhannas RI yang dibuka langsung oleh Sekretaris Utama Lemhannas RI Drs. R.Z. Panca Putra S. M.Si.. Dirinya menyampaikan tentang Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang SPIP yang mengamanatkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga dan Bupati/Walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan SPIP di setiap organisasi Kementerian/Lembaga pemerintah daerah masing-masing. Tentunya, peningkatan efektivitas penyelenggaraan SPIP dinilai berdasarkan capaian tingkatan (leveling) maturitas SPIP yang setiap tahunnya dievaluasi oleh BPKP RI selaku pembina penyelenggara SPIP di lingkungan K/L/Pemda.

“Saya merasa ini penting. Maka saya minta kepada Inspektur untuk dilakukan rapat koordinasi untuk mengingatkan kembali seluruh personil khususnya yang berkaitan dengan SPIP, baik itu yang diberi tanggung jawab untuk melakukan penjaminan likuiditas. Kemudian penilaian untuk sama-sama bisa meningkatkan penilaian SPIP kita,” tegas Panca Putra.

Dalam rakor tersebut, Direktur Pengawasan Bidang Pertahanan dan Keamanan BPKP RI Yan Setiadi, Ak., M.B.A., CA, CCSA, CRMP. CGCAE menyampaikan bahwa SPIP merupakan hal penting yang harus dilaksanakan dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan. “Yang terinspirasi sebetulnya dr banyak kejadian penyimpangan, raup yang terjadi dimasa lalu dan juga hasil benchmark internasional bahwa SPIP itu juga bergerak dinamis,” katanya.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menjadi salah satu elemen penting dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan bantuan SPIP, tujuan organisasi dapat tercapai dengan lebih cepat dan efisien. Semua orang tahu bahwa kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien adalah kunci keberhasilan sebuah organisasi. Dengan bantuan SPIP, kita dapat memastikan bahwa tugas-tugas pemerintahan dijalankan dengan lancar dan dalam tata kelola yang bersih dan berwibawa. 

Lebih lanjut, Koordinator Pertahanan BPKP RI Henry Marvin, Ak., M.Acc., C.A. selaku narasumber memaparkan tentang “Pentingnya Penilaian Risiko Dalam Tata Kelola Organisasi”. Perlu diketahui, bahwa risiko adalah kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan instansi pemerintah.

Terdapat tiga penilaian risiko, yakni penetapan tujuan, identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi risiko bertujuan untuk menetapkan risiko (urutan kejadian, penyebab atau faktor risiko), mengkategorikan risiko (jenis risiko, sumber risiko, penerima risiko, level risiko, dan kemampuan mengendalikan risiko), serta menyusun daftar risiko (risk register). 

Henry Marvin menyampaikan identifikasi risiko merupakan kegiatan menginventarisir peristiwa, penyebab dan dampak dari peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan atau menunda pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan analisis risiko bertujuan untuk memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dengan risiko yang besar dan menyiapkan data sebagai bantuan dalam prioritas penanganan risiko. 

Diakhir paparannya, Henry Marvin menyampaikan beberapa opsi dalam penanganan risiko, yaitu menghindari risiko dengan memutuskan tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko, mengambil atau meningkatkan risiko untuk mengejar peluang, menghilangkan sumber risiko, mengubah kemungkinan, mengubah dampak, membagi risiko, dan mempertahankan risiko dengan keputusan terinformasi. (SP/BIA)


“Pengelolaan keuangan dengan menggunakan kartu kredit pemerintah merupakan salah satu alat ukur indikator wujud akuntabilitas kita,” kata Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol. Drs. R.Z. Panca Putra S., M.Si. Hal tersebut disampaikan pada Penyerahan dan Sosialisasi Kartu Kredit Pemerintah di Lemhannas RI bertempat di Ruang Pancasila pada Kamis (21/3).

Pada kegiatan tersebut turut dilakukan serah terima Kartu Kredit Pemerintah dari Sekretaris Utama Lemhannas RI, selaku KPA Satuan Kerja Lemhannas RI, kepada 11 personel Lemhannas RI selaku Pemegang Kartu Kredit Pemerintah. Penyerahan tersebut juga ditandai dengan Penandatanganan Berita Acara Serah Terima.

Sekretaris Utama Lemhannas RI menyampaikan bawah penggunaan kartu kredit sebagai wujud tata kelola keuangan diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Kemudian pada tahun 2021 penggunaan kartu kredit pemerintah ditegaskan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.05/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.

Dalam peraturan tersebut dicantumkan bahwa pengelolaan dan penggunaan keuangan negara harus berdasarkan prinsip akuntabilitas, efektif, dan efisiensi yang tentunya mampu menjawab dan mendukung pelaksanaan tugas di setiap kementerian dan lembaga. Guna menindaklanjuti prinsip-prinsip tata kelola pengelolaan keuangan negara tersebut, pemerintah meluncurkan kartu kredit pemerintah yang harus digunakan oleh seluruh kementerian lembaga.

Menurut Sekretaris Utama Lemhannas RI, peluncuran kartu kredit pemerintah tentunya memperlancar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Namun, para pemegang kartu kredit pemerintah harus menjaga akuntabilitas dan menghindari hal-hal tidak baik yang dapat muncul. Sekretaris Utama Lemhannas RI juga mengingatkan para personel tidak perlu panik dalam menggunakan kartu kredit pemerintah dalam pelaksanaan tugas berdasarkan RKAKL. “Setiap perubahan pasti ada resistansi. Saya mau ingatkan tidak perlu ada resistansi, ini buat kita untuk bisa memperlancar tugas kita,” ujar Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Diharapkan para peserta sosialisasi dapat memahami dan mendalami mekanisme ketentuan dan syarat penggunaan kartu kredit pemerintah. Sekretaris Utama Lemhannas RI juga mengingatkan bahwa pimpinan unit kerja memiliki peran penting dalam pengawasan penggunaan kartu kredit pemerintah. “Semoga kita bisa terus meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas sesuai tupoksi dan pada akhirnya ini mewujudkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel di lingkungan Lemhannas RI,” pungkas Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Hadir dalam kegiatan tersebut dua narasumber, yakni Pembina Teknis Pembendaharaan Negara Terampil KPPN Jakarta VI Bramastoro Rio Pratama dan Manager Salary Based Loan Department BRI Regional Office Jakarta 1 Imanuddin. Pembina Teknis Pembendaharaan Negara Terampil KPPN Jakarta VI Bramastoro Rio Pratama menjelaskan secara umum tentang kartu kredit pemerintah, di antaranya tentang jenis kartu kredit pemerintah yang terdiri dari kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal dan kartu kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan. Sedangkan Manager Salary Based Loan Department BRI Regional Office Jakarta 1 Imanuddin menjelaskan lebih spesifik terkait Kartu Kredit Indonesia Segmen Pemerintah yang diluncurkan Bank BRI.

Diharapkan kegiatan tersebut dapat memberikan pemahaman kepada seluruh personel Lemhannas Republik Indonesia terkait dengan penggunaan kartu kredit pemerintah. (NA/CHP)


Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah melantik Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc. sebagai Deputi Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas RI beserta sepuluh pejabat Eselon I, II, dan II dan pelepasan empat pejabat Eselon III pada Rabu (20/3), di Ruang Hening, Gedung Trigatra Lantai 1 Lemhannas RI, Jakarta.

Pelaksanaan kegiatan tersebut berdasarkan pada Keputusan Gubernur Lemhannas RI Nomor 15, 16, 30 dan 53 Tahun 2024 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Maman Firmansyah dalam sambutannya menyampaikan pelantikan tersebut memiliki makna penting dan strategis sebagai sarana regenerasi serta jawaban dari tuntutan dan tantangan tugas. “Hal ini juga merupakan bagian dari pembinaan kepegawaian dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi dengan memberikan kepercayaan dan kesempatan untuk mengemban amanah jabatan baru yang disertai dengan tanggung jawab yang lebih besar,” kata Maman Firmansyah.

Dalam hal tugas-tugas pejabat yang dilantik, Maman Firmansyah berharap dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas yang baru dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas dengan baik serta memberikan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif guna menunjang tugas sebagai pimpinan.

“Saya yakin, dengan pengalaman tugas yang saudara miliki dan sinergitas yang solid, kita dapat mewujudkan harapan besar bangsa dan negara yang dipercayakan kepada Lemhannas RI,” ujar Maman Firmansyah. Mengakhiri sambutannya, kepada Pejabat Eselon III yang dilepas Maman Firmansyah menyampaikan harapannya agar senantiasa berhasil dalam melanjutkan tugas dan pengabdian di tempat yang baru. (SP/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749