Press Release

Nomor  : PR/ 33 / VI / 2023

Tanggal:  19 Juni 2023

Jakarta- Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 65 melakukan Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) ke Singapura. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 19 sampai dengan 23 Juni 2023.

 

Salah satu objek kunjungan SSLN PPRA 65 Lemhannas RI di Singapura adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia yang dilaksanakan pada Senin (19/6) dan diterima oleh Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryo Pratomo.

 

Selain Kedutaan Besar Republik Indonesia, para peserta juga mengunjungi delapan institusi, antara lain, Kementerian Pertahanan Singapura (Ministry of Defence/Mindef), Information Fusion Center (IFC) Singapura, S. Rajaratnam School of International Study (RSIS), Kementerian Luar Negeri (Ministry of Foreign Affairs/MFA) Singapura, Civil Service College (CSC) Singapura, Pelabuhan Pasir Panjang Terminal Singapura, Kementerian Industri dan Perdagangan Singapura (Ministry of Trade and Industry/MTI), dan Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS).

 

SSLN merupakan kegiatan peninjauan langsung ke pusat pemerintahan, objek strategis/unggulan, dan lembaga organisasi internasional di negara tujuan.

 

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai pengkayaan dan pembulatan pemahaman para peserta setelah menerima ceramah, membuat kajian serta melaksanakan diskusi tentang Lingkungan Strategis Kontemporer.

 

Selain itu, SSLN ini juga bertujuan untuk membekali para peserta dalam mempelajari serta mengkaji kondisi dan prospek hubungan bilateral setiap negara tujuan dengan Indonesia, baik dalam rangka kepentingan nasional maupun dari segi perspektif pembangunan nasional.

 

Para peserta mempelajari serta mengkaji kondisi dan prospek tersebut melalui audiensi, diskusi, dan peninjauan objek strategis/unggulan di masing-masing negara.

 

SSLN ke Singapura diikuti oleh 25 peserta PPRA 65 dan didampingi oleh Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto, Tenaga Ahli Lemhannas RI, Tenaga Profesional Lemhannas RI, para pejabat struktural beserta staf Lemhannas RI.

 

Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan dapat memiliki kepekaan dan cakrawala pandang yang lebih luas terhadap perkembangan lingkungan sekitar negara-negara lain di kawasan yang memiliki dampak strategis bagi Indonesia.

 

Kepekaan tersebut penting untuk dimiliki, karena setiap perkembangan yang terjadi akan mempengaruhi kebijakan negara, baik dalam menggapai kepentingan nasional maupun menjalin hubungan kerja sama internasional. Selain itu, pra peserta juga diharapkan dapat lebih memahami kondisi pembangunan nasional dan prospek hubungan bilateral negara tujuan dengan Indonesia.

 

SSLN PPRA 65 Lemhannas RI juga dilaksanakan ke tiga negara lain, yakni Laos, Vietnam, dan Kamboja dengan peserta serta pendamping yang berbeda.

  

Narahubung: Maulida (082229125536)

 

Caption Foto: Peserta PPRA 65 saat melaksanakan SSLN ke Singapura.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram: @lemhannas_ri

Facebook: lembagaketahanannasionalri

Twitter: @LemhannasRI

TikTok: @lemhannas_ri


Press Release

Nomor  : PR/ 30 /VI/2023

Tanggal: 15 Juni 2023

Jakarta-Senior Fellow dan Koordinator the Maritime Security Program, Institute of Defence and Strategic Studies RSIS Dr. Jane Chan Git Yin menyebutkan fleksibilitas merupakan salah satu kriteria utama agar ASEAN bisa bergerak maju serta menuju kerja sama dan keterlibatan yang positif di kawasan.

Saat memberikan paparan pada Expert Session 1 Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts” pada Kamis (15/6), di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Dr. Jane Chan menjelaskan bahwa memahami prioritas, kemampuan, dan kendala mitra juga merupakan aspek yang sangat penting untuk dilakukan.

Oleh sebab itu, kemitraan strategis yang berbeda di sektor maritim harus selalu ditegakkan dengan cermat untuk menjamin arus bebas perdagangan lintas laut, khususnya di ASEAN.

Hal ini juga untuk memastikan negara-negara dapat mengejar kepentingan maritim nasional dan mengembangkan sumber daya laut secara berkelanjutan serta ekologis sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang disepakati tanpa risiko ketegangan ataupun konflik di laut.

Menurut Dr. Jane Chan, sebagian keamanan maritim kawasan bergantung pada pembangunan global dan pembangunan lokal, khususnya di Asia Tenggara.

Saat ini, kawasan maritim yang inklusif berdasarkan aturan dan norma internasional menjadi dasar bagi penyelamatan dan keamanan. Dasar tersebut sangat penting bagi kelanjutan pembangunan dan kemakmuran kawasan.

Namun, meskipun para negara sahabat dan mitra menekankan pentingnya menjaga tatanan maritim berbasis aturan, masih belum ada visi bersama tentang masa depan maritim Asia Tenggara. “Kurangnya visi bersama membuktikan perlu adanya penyelarasan prioritas, khususnya dalam hal kebijakan dan strategi,” kata Dr. Jane Chan.

Sependapat dengan Dr. Jane Chan, Profesor National Police College of the Phillipines Prof. Amparo Pamela Fabe menyebutkan bahwa Filipina menerima kemitraan strategis keamanan Maritim dan menghargai kemitraan dengan ASEAN.

“Filipina sangat mendukung kerja sama kawasan dan soft diplomasi untuk mendorong masa depan maritim yang stabil dan sejahtera,” kata Prof. Fabe.

Perjanjian kerja sama antara Filipina, Indonesia, dan Malaysia pada tahun 2017, merupakan salah satu contoh kerja sama trilateral yang berkontribusi terhadap upaya Maritime Domain Awareness (MDA) dan dapat diperluas dengan negara anggota ASEAN lainnya.

Dalam hal mengamankan otonomi strategis ASEAN, penting juga untuk mengajak beberapa negara dan organisasi non-ASEAN lainnya agar ikut berpartisipasi, misalnya melalui kekuatan regional utama, Asian Regional Forum, and the East Asia Summit (EAS).

Profesor Madya Universiti Kebangsaan Malaysia Datuk Dr. Sabirin bin Ja’far juga menilai kawasan Asia Tenggara penting dalam aktivitas maritim internasional di bidang perdagangan dan militer, karena lokasinya yang strategis menghubungkan Timur dan Barat.

Padahal, permasalahan mendasar dalam membangun konektivitas maritim dan rantai pasokan maritim di Asia Tenggara adalah masalah perbatasan laut. Oleh sebab itu, terobosan signifikan dengan menggunakan UNCLOS untuk menyelesaikan masalah perbatasan laut sangat diperlukan.

Di sisi lain, solusi bersama yang konstruktif untuk menyelesaikan sengketa perbatasan laut antarnegara dapat dicapai dengan memperkuat keamanan dan stabilitas maritim dalam kerangka komunitas keamanan ASEAN.

Selain itu, protokol keamanan navigasi maritim sangat dibutuhkan untuk mengurangi manuver angkatan laut dan mengurangi ketegangan di antara anggota ASEAN serta kekuatan besar lainnya di kawasan.

Indonesia sebagai original leader di ASEAN, didorong untuk berperan lebih aktif mempersatukan negara-negara anggota lainnya, khususnya dalam menangani konflik Laut China Selatan.

Peran Indonesia sebagai pemimpin kelahiran negara-negara ASEAN dalam konflik ini juga dapat mengurangi interdependensi terhadap kekuatan besar dunia sekaligus mencegah keterlibatan pihak luar yang justru dapat memperkeruh suasana politik.

Narahubung: Maulida (082229125536)

Caption Foto: Expert Session 1 Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts”

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram: @lemhannas_ri

Facebook: lembagaketahanannasionalri

Twitter: @LemhannasRI

TikTok: @lemhannas_ri


Press Release

Nomor  : PR/ 31 /VI/2023

Tanggal: 15 Juni 2023

Jakarta-Peningkatan dominasi ekonomi Tiongkok, ekspansi cakupan Belt and Road Initiative, dan kekhawatiran konflik yang berkelanjutan di Laut China Selatan, telah mendorong tiga mitra AUKUS untuk memperkuat aliansinya melalui penyediaan delapan sampai 12 kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia (RAN) selama tiga dekade ke depan, dimulai dari tahun 2023.

Kekhawatiran tersebut dibahas secara mendalam oleh para pakar dan pemerhati geopolitik pada Expert Session 2 Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts” pada Kamis (15/6), di Flores Ballroom, Hotel Borobudur.

Senior Fellow Regional Strategic and Political Studies Programme ISEAS-Yusof Institute Singapore Dr. William Choong menjelaskan bahwa AUKUS merupakan pakta keamanan trilateral yang memungkinkan Amerika Serikat dan Inggris memberikan teknologi pendorong nuklir kepada Australia untuk menggerakkan kapal selam generasi baru.

Oleh karena itu, Tiongkok bereaksi keras terhadap AUKUS, sementara reaksi di negara-negara Asia Tenggara bervariasi, mulai dari mendukung secara diam-diam hingga ketakutan akan ancaman proliferasi senjata dan proyeksi kekuatan, serta kemungkinan AUKUS memicu dinamika keamanan di kawasan.

Kekhawatiran yang diungkapkan oleh negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dibagi dalam tiga kategori, antara lain, munculnya perlombaan senjata, campur tangan kekuatan eksternal dan tindakan agresif dari negara-negara besar, serta munculnya penggunaan alur laut kepulauan Indonesia jika terjadi konflik di masa depan. Tiga hal tersebut dikhawatirkan akan berimplikasi pada SEANFWZ.

Menurut Dosen Senior Strategic Studies and International Relations Program of the National University of Malaysia Dr. Chiew-Ping Hoo, banyak kolaborasi yang dapat ditempa dalam memahami perairan internasional, sebelum mampu membicarakan upaya penjagaan kawasan.

“Tentu saja implikasi yang paling signifikan bagi keamanan regional adalah persaingan politik dan strategis yang melibatkan Amerika Serikat maupun Tiongkok, serta kemungkinan skenario perang yang dapat tumpah dari Laut China Timur ke Laut China Selatan. Semua orang memperhatikan peningkatan pembangunan militer Tiongkok, termasuk nuklir,” kata Dr. Chiew-Ping Hoo.

Menurut anggota peneliti Asia Pacific Pathways to Progress Foundation Inc. Dr. Aaron Jed Rabena menjelaskan bahwa ada dua hal yang membuat ASEAN harus peduli dengan Laut China Selatan.

Pertama, secara geografis Laut China Selatan terletak di Asia Tenggara dan berada di lingkungan ASEAN. Kedua, ekspor dan impor negara-negara ASEAN dari dan ke Asia Timur Laut melewati Laut China Selatan. Sehingga, apabila terjadi konflik, maka diperkirakan ekspor dan impor akan terhambat.

Sependapat dengan Dr. Aaron, Dr. Chiew-Ping Hoo juga menyebutkan bahwa terdapat kebebasan navigasi oleh negara-negara pemilik senjata nuklir di perairan Asia Tenggara. Berbagai jenis kapal perang telah dijual melalui Laut China Selatan dan menjelajahi perairan di kawasan, baik itu kapal perang tenaga nuklir ataupun kapal bersenjata nuklir.

Apabila terjadi kecelakaan nuklir di laut akan membahayakan kepentingan negara-negara di Asia Tenggara serta lingkungan maritim kawasan dan keamanan yang terkait dengan keselamatan navigasi.

Meski demikian, Dr. Chiew-Ping Hoo juga menyebutkan bahwa baru-baru ini, Tiongkok setuju untuk menandatangani perjanjian SEANFWZ dan diharapkan Amerika Serikat maupun negara-negara lain juga turut bergabung.

Selain itu, komitmen Australia terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan kewajiban IAEA juga sangat penting untuk mempertahankan UNCLOS, ZOPFAN, dan SEANWFZ, serta mengurangi perlombaan senjata dan ketegangan di wilayah Asia Tenggara.

Narahubung: Maulida (082229125536)

Caption Foto: Expert Session 2 Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts”

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram: @lemhannas_ri

Facebook: lembagaketahanannasionalri

Twitter: @LemhannasRI

TikTok: @lemhannas_ri


Press Release

Nomor  : PR/ 32 /VI/2023

Tanggal: 15 Juni 2023

Jakarta- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menyebutkan bahwa ASEAN sedang berada di jalur yang tepat untuk menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pasar tunggal terbesar di dunia pada tahun 2030, dan pusat pertumbuhan global. Namun hal ini hanya akan bertahan jika ASEAN diperkuat.

“Tren positif ini hanya akan bertahan pada gelombang yang akan datang, jika kita memperkuat ASEAN sebagai busur stabilitas kawasan,” kata Menlu Retno saat memberikan kata penutup Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts” di Flores Ballroom, Hotel Borobudur pada Kamis (15/6).

Lalu, bagaimana mempertahankan busur stabilitas kawasan?

Pertama, budaya dialog. Anggota ASEAN perlu menggunakan bahasa yang sama untuk menghadapi tantangan dengan aman, yakni bahasa kerja sama dan kepercayaan.

“Untuk memahami kita harus mendengar, untuk berkompromi kita harus mempertimbangkan pandangan yang berbeda, untuk bertahan hidup bersama kita harus mengadopsi paradigma yang saling menguntungkan,” tambah Menlu Retno.

ASEAN memiliki banyak kisah sukses dengan dialog dan bekerja keras untuk mengarusutamakannya melalui mekanisme terpimpin ASEAN.

Kedua, menavigasi busur ASEAN dengan arsitektur kawasan yang inklusif. Inklusivitas adalah nilai inti bagi ASEAN yang membuatnya menjadi kompas untuk berlayar ke depan.

“Kawasan Asia Pasifik harus menjadi lautan kerja sama, bukan pengekangan. Kita tidak perlu memilih siapa yang harus diselamatkan atau siapa yang harus diasingkan,” kata Menlu Retno.

Hal inilah yang membuat Indonesia dan ASEAN mengarusutamakan pandangan di Indo-Pasifik sebagai awal dari inklusivitas. Melalui pandangannya, ASEAN akan mengarahkan semua negara untuk saling percaya melalui kerja sama yang konkret.

Ketiga, busur ASEAN mengikat pada aturan hukum. Laut harus terbuka dan bebas agar semua pihak mendapatkan manfaat, tetapi bukan tanpa aturan.

Deklarasi ZOPFAN, Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation), Deklarasi Bali, dan pandangan ASEAN di Indo-Pasifik adalah jangkar agar tidak hanyut ke laut yang tidak terpetakan.

“Tantangannya adalah bagaimana kita dapat menghargai dan menegakkannya secara konsisten,” tambah Menlu Retno.

Menurut Menlu Retno, busur yang disebut ASEAN ini dapat bertahan menghadapi lautan penuh tantangan di masa depan jika dijaga bersama-sama. Sebab, meskipun tidak kebal dengan fenomena persaingan dan ketidakpastian global, serta dibanjiri dengan risiko politik, sejauh ini ASEAN berhasil bangkit, menjaga perdamaian, dan stabilitas kawasan, bahkan berhasil bergerak maju.

Menlu Retno juga meyakini forum ini dapat menghasilkan ide-ide untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, sejahtera dan inklusif.

Narahubung: Maulida (082229125536)

Caption Foto: Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi saat memberikan Kata Penutup Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 “ASEAN’s Future: Addressing the Region’s Geo-Maritime Rifts”

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram: @lemhannas_ri

Facebook: lembagaketahanannasionalri

Twitter: @LemhannasRI

TikTok: @lemhannas_ri



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749