Cetak

Lemhannas RI Adakan Diskusi Tentang Pilkada dan Konstelasi Politik di Daerah

Press Release

Nomor  : PR/  2 /II/2021

Tanggal :   11 Februari 2021

Jakarta - Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) mengadakan diskusi terbatas tentang pilkada serentak dan konstelasi politik di daerah di kantor Lemhannas RI, Kamis (11/2). Tujuan diskusi terbatas tersebut untuk  menganalisis warna politik dan kekuatan partai politik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota melalui survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas.

Kendati berlangsung di tengah pandemi Covid-19, pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2020 lalu dapat dikatakan berjalan sukses. Ada 270 daerah yang melakukan pemilihan kepala daerah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten  dan  37 kota.

Penyaji utama dalam diskusi terbatas tersebut adalah Ignatius Kristanto dan Bambang Setiawan dari Litbang Kompas, serta Arya Fernandes M.Si, Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and  International Studies (CSIS) menjadi pembanding. Adapun pembahas menghadirkan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Tri Agung Kristanto, Wawan Ichwannuddin M.Si. dari Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan  Dr. Sri Budi Eko Wardani, S.IP, M.Si dari Center for  Political Studies Universitas Indonesia (UI).

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo membuka acara seminar yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan dan para deputi. Diskusi dimoderatori oleh Nugroho Dewanto, mantan Redaktur Pelaksana Majalah Tempo.

Dalam sambutannya, Letjen (Purn) Agus Widjojo menggarisbawahi munculnya fenomena politik dinasti yang menghambat konsolidasi demokrasi di tingkat lokal sekaligus melemahkan institusionalisasi partai politik. Penyebabnya karena mengemukanya pendekatan personal ketimbang kelembagaan. “Akibatnya rekrutmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang dalam bentuk oligarki,” ujar Letjen (Purn) Agus Widjojo.

Fenomena lain adalah masih kuatnya praktek politik uang. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menangani 104 dugaan politik uang pada Pilkada Desember 2020 yang tersebar di 19 provinsi. Politik uang yang dilakukan terus-menerus akan merusak budaya demokrasi Indonesia karena akan memengaruhi masyarakat untuk memilih secara emosional dan kesenangan sesaat. “Hanya berdasarkan kepentingan jangka pendek. Tidak melihat visi-misi pembangunan jangka panjang,” Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menambahkan.

Selain itu, terindikasi adanya 21 kasus pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN). Dampak dari ketidaknetralan ASN ini juga bersifat jangka panjang dan akan mempengaruhi pola manajemen ASN yang tidak lagi berdasarkan profesionalisme tapi lebih kepada pendekatan personal terhadap pejabat.

Bambang Setiawan dari Litbang Kompas memaparkan hasil survei lembaganya tentang pilkada serentak 9 Desember 2020 berdasar berbagai indikator seperti profesi, usia, pola koalisi partai politik dan sebagainya. “Terlihat munculnya pola aglomerasi partai politik yang menyerupai perusahaan milik keluarga,” Manager Litbang Kompas Ignatius Kristanto menambahkan.

Pernyataan senada disampaikan oleh Arya Fernandes dari CSIS.  Menurutnya, dari pilkada serentak terlihat munculnya sistem multipartai ekstrim yang sangat cair dan pragmatis. Partai politik semata mengejar kemenangan. Dia menyebut perlu ada perbaikan kualitas pencalonan kandidat, standardisasi kandidat. “Bila mungkin Lemhannas menerbitkan sertifikat kelayakan seorang menjadi kandidat kepala daerah,” katanya.

Sri Budi Eko Wardani dari UI menyoroti kecenderungan pragmatisme partai politik di daerah yang terlihat mengincar sumber daya di APBD. Bersama Wawan Ichwanudin dari LIPI, dia juga mendesak perlu deregulasi UU Partai Politik dan Sistem Pemilu. Termasuk aturan soal rekrutmen kandidat agar proses politik berjalan lebih berkualitas. “Perlu evaluasi mendasar apakah tujuan pilkada langsung agar kepala daerah lebih responsif terhadap kebutuhan daerah dan warganya sudah tercapai?” ujar Wawan.

Kendati banyak catatan negatif terhadap pelaksanaan pilkada serentak dan hasilnya, Letjen (Purn) Agus Widjojo menekankan pentingnya tetap percaya kepada proses demokrasi. “Memang perlu ada perbaikan tapi demokrasi tetap harus dirawat. Apalagi belum ada sistem lain yang terbukti lebih baik,” kata Letjen (Purn) Agus Widjojo.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI