Cetak

Sepuluh Catatan dari The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”

Press Release

Nomor  : PR/ 55 /VIII/2022

Tanggal : 25 Agustus 2022

Jakarta – Pertarungan antar kekuatan dalam perebutan pengaruh yang semakin keras, dengan pengerahan kemampuan militer dan teknologi, dan penguasaan wilayah maritim yang semakin agresif, telah mengubah tatanan geopolitik global ke arah yang semakin tidak menentu. Ada sepuluh catatan dari The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability yang diselenggarakan pada 24 sampai 25 Agustus 2022.

Pertama, sistem dunia melawan norma global dalam pergeseran hegemoni. Sistem dunia saat ini dicirikan dengan kekuatan hegemoni spasial yang saling terkait yang mendominasi norma global yang menentangl. Hal yang mendasari persaingan untuk mengumpulkan kekuatan politik untuk hegemoni tunggal akan menjadi hal yang tak terhindarkan yang akan menyesatkan sistem dunia kita ke dalam tatanan internasional yang melenceng. Oleh karena itu, penguatan basis aturan internasional sangat penting untuk melaksanakan pemahaman umum dan sistem pemerintahan yang baik pada saat ini. Di tahap ini, dari pandangan sistem dunia, bangkitnya tiongkok sebagai tantangan atas melemahnya amerika serikat tampaknya menandai awal dari fase transisi siklus baru dari satu hegemoni global ke hegemoni global lain. Kedua, kembalinya geopolitik klasik dengan teknologi otonom dalam spektrum ancaman yang luas. Dominasi kekuatan di militer dalam perang dingin baru antara dua kekuatan besar dalam strategi campuran oleh proxy di era geo lima pada konektivitas dan rantai pasokan. Menurut saya ini akan mengesampingkan kerangka internasional hukum dan ketertiban serta perdamaian antar negara yang dapat mengancam kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah semua negara.

Ketiga, adalah persaingan strategis untuk hegemoni strategis. Maritim telah dibangkitkan sebagai ruang persaingan antara kekuatan-kekuatan besar. Proyeksi kekuatan yang berlebihan berpotensi tidak dapat dihindari terhadap lawan, saingan, pesaing, yang dapat menyebabkan permainan menang-kalah yang ekstensif. Tapi ini merupakan tantangan ketika banyak negara tidak jatuh ke dalam kekacauan atau anarki.

Keempat, adalah gangguan konektivitas maritim. Lingkup maritim telah menjadi titik kebangkitan geopolitik kontemporer. Konektivitas dunia melalui maritim, bagaimanapun juga, akan berada di ruang yang retak karena aliran rantai pasokan yang dibatasi oleh perbedaan keterlibatan dengan konsep filosofis yang beragam di bawah ancaman risiko persaingan teknologi dan ekonomi Amerika serikat dan tiongkok. Ambiguitas strategis dari konteks konektivitas yang berlawanan telah mempersulit hubungan yang akan merusak ketahanan rantai pasokan global. Namun, yang dapat kami lakukan untuk membuang semua ini adalah dengan memastikan bahwa rantai pasokan terpercaya harus terus bekerja dengan kerja sama fungsional.

Kelima, adalah Konvergensi sistem maritim, digital, dan luar angkasa. Untuk menyesuaikan kompleksitas dinamika geopolitik, perlu dijalankan dalam waktu yang bersamaan untuk mencapai stabilitas dengan mengintegrasikan teknologi sistem maritim, digital, dan luar angkasa sebagai alat pengendali geopolitik. Sangat penting bagi kekuatan raksasa teknologi dari integrasi semacam itu dalam aplikasi untuk mencoba resolusi lanjutan dari potensi konflik.menempatkan cara kerja tersebut dapat memunculkan oembangkit kekuatan komitmen bersama untuk memenuhi kebutuhan pertahanan dan keamanan di dunia digital yang saling terkait.

Keenam, adalah peran ASEAN. Dalam menciptakan keseimbangan institusi regional yang eksklusif, ASEAN harus diperkuat dengan pengamanan yang lebih kooperatif atau perimbangan kelembagaan yang inklusif. Sebagai contoh liberal atau konstruktivis, ASEAN harus menekankan pada dialog yang lebih aktif tentang angkah-langkah membangun kepercayaan pada diplomasi pencegahan pada konflik yang dihasilkan dengan cara damai.

Mekanisme regional kolektif ASEAN menggarisbawahi pentingnya keamanan kerja sama, bukan keamanan yang bersifat perlawanan namun lebih kepada keamanan yang berfungsi di alam semesta parallel dimana realisme bertentangan dengan konstruktivisme.

Ketujuh, adalah saling ketergantungan yang kompleks. Dalam konteks proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dibutuhkan kepercayaan bahwa kita dapat saling mengandalkan dalam konteks saling ketergantungan yang kompleks. Dunia menjadi semakin bergantung dalam era informasi digital. Mekanisme dan proses yang mendasari yang memfasilitasi pemahaman kontekstual dari isu–isu geopolitik maritim yang berkembang menjaga integritas asumsi saling ketergantungan yang kompleks, menambahkan pemahaman tentang sifat konten seiring dengan pembangunan berkelanjutan.

Kedelapan, adalah adakah konektivitas gabungan yang memungkinkan?. Kerangka ekonomi Indo-pasifik Amerika Serikat dan belt and road initiative tiongkok bekerja sama dengan poros maritim global Indonesia akan menjadi cara untuk melibatkan kawasan, tidak hanya atas dasar strategis atau keamanan dan berpotensi bermusuhan, tetapi atas dasar sama-sama menang. Untuk itu, perlu adanya pemikiran yang mengarahkan arah yang tidak menuju ke konflik panas.

Kesembilan, adalah geomaritim dalam konteks geopolitik. Geomaritim tidak boleh dibingkai dalam konteks geopolitik selama ada kecenderungan global baru yang mengarah ke pengembangan penguasaan teknologi kapal selam militer.

Kesepuluh, adalah pilihan bagi Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dinamika geomaritim global. Indonesia harus berperan dalam menyeimbangkankekuatan melawan tiongkok dengan memperkuat permainan diplomatik tanpa membuat risiko geopolitik.

Forum Geopolitik Jakarta ke-6 ini telah menuju ke arah yang lebih baik di mana kita bisa mencermati analisa serta pandangan tentang geopolitik dunia ke depan, yang mengarah kepada pencarian keseimbangan baru khususnya pada aspek maritim. Di mana dunia sudah saatnya meminimalis resiko konflik geopolitik yang sifatnya militer dan memaksimalkan kompetisi maupun kerjasama yang sehat untuk memanfaatkan maritim sebagai pusat konektivitas dan produktivitas perekonomian. Kerjasama tersebut tentunya perlu ditopang dengan kemajuan teknologi, optimalisasi energi yang ramah lingkungan, serta kesepahaman strategis saling pengertian antara pihak demi terciptanya stabilitas global yang berkelanjutan.

Untuk keenam kalinya, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) telah sukses menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum pada Rabu dan Kamis, 24 dan 25 Agustus 2022 dengan menghadirkan para ahli geopolitik dari berbagai negara. Ada 11 Narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia, diundang menjadi pemateri JGF kali ini.

Forum internasional ini bertujuan untuk menciptakan desain tata kelola hubungan antar aktor geopolitik dalam mencapai keseimbangan kekuatan yang menjadi terbentuknya stabilitas global, khususnya masa depan geopolitik Indonesia dan dunia. Di sisi lain juga untuk memahami konteks geomaritim kontemporer yang mewarnai isu geopolitik yang sedang berkembang maupun yang akan terjadi ke depan, serta mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim dan pengaruhnya terhadap stabilitas global.

Narahubung: Maulida (082229125536) / Endah (081316072186)

Caption Foto: E-Flyer The 6th Jakarta Geopolitical Forum dengan tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”.

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI