Cetak

Sherly: Pemuda Pahami Pancasila dengan Berkarya, Bukan Jargon

Jakarta – Kreator Konten kelahiran Lhokseumawe Aceh, Sherly Annavita Rahmi menyebutkan, pemuda saat ini dapat membuktikan dirinya dengan karya dalam menerapkan Pancasila. Menurutnya pemuda hari ini menyukai Pancasila yang bisa dimaknai lebih dinamis, terbuka, dan membumi.

Sikap-sikap yang ada dalam Pancasila bisa diterapkan berasal dari hal kecil dan diri sendiri. "Kita mulai berkarya lewat hal yang paling kecil dari yang kita bisa. Kemudian mulai dari diri kita sendiri. Sehingga tidak hanya berupa jargon. Tidak doktrin belaka. Apalagi generasi muda sekarang tidak suka digurui,” kata Sherly saat Gebyar Wawasan Kebangsaan di Jakarta, Rabu(2/6).

Pemuda juga membutuhkan sosok-sosok pemimpin yang berintegritas. “Apa yg kami lihat dari orang tua kami, bahwa media lebih senang mengamplify isu-isu korupsi kolusi dan nepotisme, daripada isu-isu pemimpin berintegritas,” lanjutnya.

Sherly juga menilai Pancasila yang disosialisasikan kepada para pemuda sebaiknya diskusi yang berlangsung dua arah menggunakan sosial media. “Sosialisasi Nilai-nilai kebangsaan di Pancasila kepada generasi muda secara khusus sebaiknya berlangsung dua arah. Anak muda juga perlu proaktif mendekati dunia yang digandrungi sekarang, seperti internet dan media sosial,” kata Sherly.

Penggunaan sosial media perlu menjadi perhatian pemerintah saat ini. Sebab hampir sekitar 8 sampai 12 jam  waktu yang digunakan oleh pemuda saat ini adalah beserselancar di internet. “Saya pikir teman-teman generasi Z yang pada akhirnya lebih banyak waktunya habis di internet. Inilah yang akan masuk dalam mindset pikiran dan akan membuka sisi-sisi awarness mereka,” kata lulusan Universitas Paramadina dan Swinburne University ini.

Penerapan Pancasila: Perlu Sistem Penghargaan dan Kritik bagi Pemuda

Penerapan nilai-nilai Pancasila menurut Sherly sudah tidak bisa lagi menggunakan jargon dan bersifat satu arah, tapi bersifat proaktif melibatkan pemuda dengan sistem reward and punishment (penghargaan dan penghukuman). “Penerapan Pancasila bukan hanya tentang tools-nya, tapi juga tentang pelibatan anak mudanya,” kata Sherly.

Dalam hal reward and punishment adalah dengan memberikan penghargaan dan kritik bila salah dalam memahami dan menerapkan Pancasila. “Ayo kita jadikan itu sebagai sebuah cara. Punishment berupa kritik kepada pemuda dengan memberikan pemahaman bahwa ini salah dan membangun kesadaran diri,” lanjut Sherly.

Di sisi lain, mungkin banyak pemuda yang telah membuktikan dengan karya nyata atau dalam perbuatan kecil, tapi mereka belum menyadari bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan Pancasila. “Atau terbalik, jangan-jangan sebenarnya kita sudah kerjakan tapi kita tidak tahu bahwa ini tindakan Pancasila. Mulai dari hal-hal kecil dan remeh temeh mungkin dianggap sepele,” kata Sherly.

Mengaplikasipan Pancasila pada kehidupan sehari-hari dengan tindakan yang terkecil adalah panggilan untuk semua pihak. Melihat kondisi saat ini, pemuda bisa menerapkannya dalam berselancar di dunia maya, dengan tidak diam saja melihat konten hoaks dan menyimpang.  “Jangan-jangan banyaknya konten hoaks atau konten-konten yang menyimpang bukan karena memang secara logikal masuk akal atau secara kualitas bisa diterima, tapi karena orang baiknya diam aja,” kata Sherly.

Sudah saatnya semua komponan bangsa perlu menarik garis tegas implementasi Pancasila melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yakni, nilai mana yang perlu diimplementasikan dan nilai apa yang bertentangan dengan Pancasila. Teori-teori yang selama ini sudah khatam menjadi pegangan masyarakat, sudah saatnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Teori tanpa praktik tak akan berarti apa-apa,” kata Agus.

Berkaca pada negara-negara maju, kata Agus, mereka menjalankan nilai-nilai yang mereka pegang dari  teori yang ada, setelah itu menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. “Contohnya, Jepang yang terkenal kedisiplinannya dalam membuang sampah, dan budaya antre. Juga negara Skandinavia memiliki minat literasi tertinggi di dunia. Negara ini sejahtera dan merasakan keadilan. Ada juga Finlandia yang sistem pendidikannya terbaik di dunia,” kata Agus Widjojo. Semua negara maju sadar, teori tanpa implementasi tak akan berarti apa-apa.

 Diskusi di atas mengemuka pada Gebyar Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI sebagai acara berbagi pendapat tentang Pancasila dengan generasi milenial dan masyarakat secara luas. Kegiatan ini diharapkan dapat  menanamkan nilai-nilai Pancasila, sehingga gaungnya mampu menerobos sendi-sendi kehidupan pada setiap anak bangsa yang mendengarnya.

Kegiatan ini diikuti oleh 900 pemuda yang berasal perwakilan komunitas masyarakat dari seluruh Indonesia. Mereka diharapkan dapat menjadi agen-agen penggerak perubahan bagi para generasi millenial dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik. Kegiatan ini diharapkan mampu membangkitkan semangat generasi milenial untuk terus berkarya demi masa depan Indonesia.

 

Biro Humas Lemhannas RI

Jalan Medan Merdeka Selatan 10, Jakarta 10110

Telp. 021-3832108/09

http://www.lemhannas.go.id 

Instagram : @lemhannas_ri

Facebook : lembagaketahanannasionalri

Twitter : @LemhannasRI