Kemenko Maritim RI, Kemristekdikti RI, serta Lemhannas RI menyelenggarakan rangkaian kegiatan Program Penguatan Kapasitas Pemimpin Indonesia dalam rangka Making Indonesia 4.0 dengan menghadirkan Penemu Theory U, Otto Scharmer di Hotel Bidakara. Jakarta pada kamis (5/7).
Menko ekonomi Indonesia, Darmin Nasution mengatakan dalam sambutannya bahwa Indonesia harus meningkatkan kapasitas diri dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Jika Anda tidak punya infrastruktur yang memadai, pasti banyak kelemahan dan inefisiensi. Tahun depan, pemerintah akan sangat fokus pada peningkatan kapasitas SDM, melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. Memang dalam waktu yang lalu, kita kurang menyentuh peningkatan kapasitas ini,” kata Darmin Nasution.
Sambutan selanjutnya yaitu dari Menristekdikti Moh. Nasir selaku Ketua Program. Moh. Nasir mengatakan, “Kalau kita lihat di era 4.0, 70 persen pekerjaan nanti akan diambil di bidang science, matematika, internet of things, dsb. Dalam hal ini, kita harus belajar sepanjang hayat. Kalau di Eropa dikenal dengan 4th Industrial Revolution, kalau di China disebut Making China 2025, di Indonesia Making Indonesia 4.0. Di samping itu, dibutuhkan kecakapan social skill dalam bekerja, dalam hal ini pejabat yang biasa dilayani mengubah kebiasaan dilayani menjadi how to satisfy customers.”
Prof. Otto Scharmer selain merupakan senior lecturer di MIT adalah salah satu pendiri Presencing Institute. Konsep presencing merupakan pemahaman untuk melihat apa yang ada di masa lalu, masa kini, serta merasakan di masa depan. Di awal kuliah, Scharmer memberikan materi mengenai Iceberg Model. “Dari Iceberg Model dapat dilihat bahwa 10 persen realitas ada di atas air, tapi 90 persen realitas ada di bawah laut, yang tidak kelihatan oleh mata. Untuk bergerak dari atas ke bawah adalah pola pemikiran, apa yang anda tahu adalah isu yang sama,” kata Otto Scharmer. Scharmer membagi Iceberg Model ke dalam lapisan sosiologis (sociological divide), lapisan struktur (structure divide), dan lapisan spiritual (spiritual divide).
Scharmer melihat pentingnya kesadaran manusia pada ketiga lapisan tersebut. “Kehancuran bumi akibat tidak adanya kesadaran manusia terhadap lapisan-lapisan tersebut mengakibatkan tingginya eksploitasi terhadap bumi. Saat ini, kita menggunakan 1,5 kali lipat dari kapasitas planet Bumi kita. Kita mengeksploitasi bumi dengan berlebihan,” kata Otto Scharmer di hadapan para peserta Making Indonesia 4.0.
Dalam menghadapi permasalahan, sebuah komunitas bisa melakukan dua jenis respon. “Sesungguhnya banyak dari kita yang merasakan bahwa diri kita bukan bagian dari pilihan dan solusi. Padahal pemikiran tersebut adalah tidak benar. Saat ada gangguan/kekacauan (disrupsi), ada dua langkah yang dapat kita ambil, pertama berupa turning backward atau menghindari masalah, dan kedua adalah learning forwards atau belajar maju ke depan,” kata Scharmer.
Turning backward adalah freeze reaction (tidak melakukan apa-apa), dan reaksi tersebut adalah menutup pikiran, menutup hati dan menutup kebaikan, yang berwujud ignorance (pengabaian), hate (kebencian), dan fear (ketakutan). Sementara itu, ada langkah yang berlawanan dengan turning backward atau terus belajar (learning forward), yaitu terdiri tiga langkah pertama memiliki rasa ingin tahu yang muncul dalam bentuk keterbukaan pikiran (curiosity/open mind), rasa welas asih yang berwujud dengan keterbukaan hati (compassion/open heart), keberanian yang berwujud keinginan untuk menolong (courage/open will)).