Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi pembicara dalam Indonesian Council on World Affairs (ICWA), Jumat (26/03). Kegiatan tersebut mengangkat tema “Myanmar Crisis: Regional and International Solutions”.

Pada kesempatan tersebut Agus menyampaikan bahwa saat ini Myanmar berada pada keadaan yang sulit. Keadaan sulit yang dimaksud adalah situasi geopolitik Myanmar, yakni hidup sebagai bangsa dan negara yang multikultural tetapi belum memiliki konsensus nasional sebagai pedoman bagaimana menjalankan visi ke depan untuk hidup sebagai bangsa dan negara multikultural. “Belum adanya konsensus nasional merupakan sebuah isu yang rumit dan tidak mudah, namun Myanmar harus berani untuk mengumpulkan seluruh perwakilan untuk mencapai sebuah kesepakatan atau konsensus", ujar Agus. Kesepakatan atau konsensus yang perlu dibuat berisi bagaimana Myanmar ingin hidup dan untuk melihat gambaran Myanmar ke depan sebagai bangsa dan negara multikultural.

Agus juga berpendapat bahwa belum ada situasi yang kondusif sebagai upaya untuk membangun kepercayaan antara militer dan sipil. “Kepercayaan antara militer dan otoritas politik sipil juga belum dibangun," kata Agus.

Menurut Agus, Myanmar dapat melihat pengalaman Indonesia sebagai contoh. "Indonesia telah mengalami reformasi militer walaupun tidak dengan institusi militer saat ini, namun dengan unsur -unsur yang terlibat pada proses demokratisasi Indonesia selama transisi 1998 hingga 2004,” ungkap Agus. Oleh karena itu, Agus memandang bahwa Indonesia memiliki pengalaman untuk mengajak negara-negara tetangga di Asia Tenggara untuk duduk dan mencari solusi seperti di masa lalu.

Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R. Suryodipuro, Mantan Jaksa Agung Republik Indonesia dan Mantan Kepala Misi Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar Marzuki Darusman, dan Direktur Eksekutif CSIS Philips J. Vermonte.

 


Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. didampingi oleh Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam (SKA) Lemhannas RI Ir. Edi Permadi, Tenaga Profesional Bidang SKA Prof. Dr. Jana Tjahjana Anggadirejdja, Direktur Pengkajian Ekonomi dan SKA Lemhannas RI Brigjen TNI Ramses Lumban Tobing, S.T, dan Dewan Pengawas Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Dewan Penasehat Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Econ.Geol. mengunjungi Lokus Kalimantan Barat, mulai Senin, 22 Maret 2021 sampai dengan Kamis, 25 Maret 2021. Kunjungan tersebut guna mengumpulkan data dari lokus Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan salah satu rangkaian dalam penyusunan Kajian Strategik Jangka Panjang Hilirisasi Mineral dan Logam Tanah Jarang guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional.

Sebanyak 66,77 % cadangan bauksit nasional berada di Kalimantan Barat. Hal inilah yang melandasi kegiatan pendalaman materi kajian jangka panjang Direktorat Ekonomi dan SKA Debidjianstrat Lemhannas RI dilaksanakan di Kalimantan Barat. Penyebaran bauksit di Kalimantan Barat membentuk Lateritic Belt yang menyebar di 9 Kabupaten dan Kota, yakni Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Ketapang. Bauksit sendiri saat sudah diolah menjadi aluminium merupakan salah satu mineral logam strategis dan vital dengan nilai tambah ekonomi yang besar.

Selama empat hari mengunjungi Kalimantan Barat, Tim Pengkaji Lemhannas RI  melakukan beberapa Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pihak baik birokrat, praktisi, maupun akademisi. Pada hari pertama, Tim Pengkaji Lemhannas RI diterima oleh Gubernur Kalimantan Barat H. Sutarmidji S.H., M.Hum. untuk beraudiensi. Hari kedua, Tim Pengkaji Lemhannas RI melakukan FGD dengan PT. Citra Mineral Investindo (CMI) Harita yang berlokasi di Sandai Kiri, Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Dalam FGD tersebut hadir jajaran pimpinan PT. CMI Harita, Bupati Ketapang Martin Rantan, S.H., M.Sos., dan Dandim 1203/Ketapang Letkol Kav. Suntara Wisnu Budi Hidayanta S.H., M.Sc. FGD tersebut yang dilanjutkan dengan peninjauan lapangan.

Selanjutnya pada hari ketiga, Tim Pengkaji Lemhannas RI melakukan FGD ke dua, yakni dengan PT. Antam Tbk – Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit yang berlokasi di Tayan, Desa Piasak Tayan Hilir, Balai Belungai, Kec. Toba, Kabupaten Sanggau. Diskusi tersebut dilanjutkan dengan peninjauan lapangan. Hadir dalam diskusi tersebut para jajaran pimpinan PT. Antam - Unit Bisnis Pertambangan Bauksit (UBPB) Tayan, perwakilan PT. Indonesia Chemical Alumina (ICA), Bupati Sanggau Paolus Hadi, S.IP., M.Si, Dandim 1204/Sanggau Letkol Inf. Affiansyah, S.P., dan Raja Tayan/ Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalbar Gusti Yusri, S.H.

Pada hari terakhir, Tim Pengkaji Lemhannas RI melaksanakan FGD ketiga dan keempat. FGD ketiga bersama dengan Fakultas Teknik Pertambangan Universitas Tanjungpura Pontianak yang dihadiri oleh Dekan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Dr.rer.nat. Ir. R.M Rustamaji, M.T., IPU yang didampingi sejumlah dosen Universitas Tanjungpura. Kemudian FGD keempat bersama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dipimpin oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat A.L. Leysandri, S.H. yang didampingi sejumlah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Barat M. Kebing L., dan Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Kalimantan Barat Ir. Sigit Nugroho Wahyu Jatmiko.

“Lemhannas RI merupakan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, yang salah satu tugas pokoknya adalah menyelenggarakan pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis mengenai berbagai permasalahan nasional, regional dan internasional yang diperlukan oleh presiden,” kata Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam sambutannya. Terkait hal tersebut, pada tahun 2021, Kedeputian Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI melaksanakan program kajian jangka panjang yang berjudul Hilirisasi Mineral dan Logam Tanah Jarang Guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional.

“FGD di lokus Provinsi Kalimantan Barat ini merupakan rangkaian kegiatan pendalaman materi Kajian Jangka Panjang Direktorat Ekonomi dan SKA Debidjianstrat, sebagai upaya untuk mendapatkan data dan fakta riil sesuai kondisi di lapangan tentang hilirisasi mineral dan logam tanah jarang,” tutur Reni. Oleh karena itu, FGD dan kunjungan ke Kalimantan Barat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya mencari solusi persoalan hilirisasi mineral dan logam tanah jarang.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menjadi pembicara dalam Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (26/03). Dalam kesempatan tersebut, Agus menyampaikan materi Ketahanan Nasional dalam Perspektif Kebhinnekaan untuk Pembangunan RI pada Era Kini dan Mendatang.

Memulai materinya, Agus menyampaikan mengenai dua hal penting. Pertama, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bercirikan kebhinekaan merupakan keniscayaan yang memerlukan respons dalam tata cara hidup bersama. “Kita tidak bisa mengingkari tentang kebhinekaan,” kata Agus. Oleh karena itu, pemikiran untuk bisa membangun masyarakat bangsa yang secara efektif dapat merespon tuntutan kontekstual kebhinekaan bangsa, menjadi sangat penting. Kedua, bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dan negara berdasarkan kesepakatan. Tidak ada cara hidup bangsa Indonesia yang didasarkan kepada pertimbangan mayoritas atau minoritas. Menurut Agus, hal tersebut menjadi nilai kearifan lokal yang perlu dijaga, bukan hanya diingat sebagai sejarah, tetapi juga dirasakan manfaatnya dan dipelihara untuk masa depan.

Lebih lanjut Agus juga menyampaikan perkembangan lingkungan strategis di masa depan untuk mengantisipasi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, mempengaruhi tatanan global bahkan untuk beberapa waktu ke depan. Agus mengingatkan bahwa saat ini, bangsa Indonesia belum bisa untuk secara yakin berharap bahwa pandemi akan selesai dalam waktu dekat. Oleh karena itu, merupakan sebuah keharusan untuk belajar hidup bersandingan dengan pandemi. “Ini merupakan sebuah goresan umum tentang masa depan,” tutur Agus.

“Tantangannya adalah bahwa antara kesehatan masyarakat dengan perekonomian nasional adalah dua sisi dari satu mata uang,” ujar Agus. Menurut Agus, penanganan terhadap dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional tidak bisa dipilih salah satunya. Tidak bisa memilih salah satu saja dengan mengabaikan yang lain, tetapi juga akan sulit untuk menangani dua sisi sekaligus.

“Ketahanan bukanlah bertahan, ketahanan bukanlah untuk mempertahankan diri, tetapi ketahanan itu adalah untuk memulihkan diri apabila sudah terjadi ancaman yang besar,” ujar Agus. Dalam ketahanan, biasanya tantangan datang secara mendadak. Oleh karena itu, tantangannya adalah harus bisa memulihkan diri dari hal yang tiba-tiba dialami, salah satu contohnya adalah Covid-19. Bahkan dapat dilihat bahwa hampir semua negara kesulitan mencari respons efektif dalam mengatasi pandemi Covid-19 karena Covid-19 adalah ancaman baru. “Inilah arti ketahanan, yaitu menghadapi ancaman yang secara tiba-tiba dan dalam bentuk apa, tetapi harus mampu untuk menghadapinya,” kata Agus.

Dalam kesempatan tersebut Agus menegaskan bahwa ketahanan nasional bukan sekedar definisi, tapi harus lebih implementatif dalam hal konkret untuk membangun ketahanan nasional. Bangsa Indonesia tidak boleh cepat puas dengan hal jargon, slogan, dan doktrin tapi tidak punya efektivitas untuk mentransformasikan rumusan tersebut.

“Ketahanan nasional dikesankan bersifat inward looking,” kata Agus. Kemudian Agus memberikan contoh seperti dalam pandemi Covid-19, yang diperkuat adalah imunitas diri supaya virus tidak bisa menyerang masuk ke dalam diri walaupun tidak bisa untuk membunuh virus Covid-19. Karena bersifat inward looking, perlu dicari interkoneksi antara tujuan nasional, kepentingan nasional, strategi nasional, ketahanan nasional, dan pertahanan. “Kita memerlukan instrumen untuk bisa mencapai kepentingan nasional yang bersifat outward looking dan tidak bisa dicapai oleh ketahanan nasional yang bersifat inward looking,” ujar Agus.

Pada tingkat nasional, ketahanan nasional adalah kemampuan masyarakat untuk menghadapi keadaan sulit dengan melakukan perubahan dan penyesuaian serta menyerap kesulitan atau perubahan yang diakibatkan oleh ancaman. Hal tersebut dapat dilihat melalui kemampuan masyarakat untuk bertahan terhadap kesulitan dengan mempertahankan segenap institusi dan nilai yang dimiliki. “Walaupun harus bertahan dan mungkin juga untuk kesulitan yang berkepanjangan, tetapi tidak boleh mengorbankan institusi dan nilai-nilai yang dimiliki,” tutur Agus.

Kemampuan masyarakat juga dilihat melalui penyesuaian dalam cara baru dan inovatif, seperti tatanan normal baru yang saat ini ada. Sikap serta persepsi sosial dan politik juga ditemukan dan berpengaruh terhadap kemampuan bangsa untuk bertahan menghadapi situasi krisis atau konflik. Sejalan dengan hal tersebut, ketahanan dalam konteks Covid-19 baik dalam era kini maupun mendatang, menunjukan bahwa sangat diperlukan pengendalian virus dan pemikiran ulang tentang pemeliharaan kesehatan, memberikan revolusi pembelajaran, pembentukan rantai logistik dan perdagangan yang memiliki ketahanan, serta distribusi tindakan stimulus yang efektif.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo didampingi sejumlah pejabat dan personel Lemhanas RI bertolak ke Medan, Sumatera Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu tahapan Lemhannas RI dalam menyusun Kajian Strategik Jangka Panjang Lemhannas RI Tahun 2021 dengan judul “Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi Indonesia”. Dilaksanakan selama dua hari, yakni Rabu dan Kamis, 17 dan 18 Maret 2021, kegiatan tersebut bermaksud untuk menggali dan mengumpulkan bahan kajian terkait politik identitas yang ada di Indonesia. Selama dua hari berada di Medan, rombongan Lemhannas RI menyelenggarakan empat Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pihak.

Pada FGD pertama, Lemhannas RI berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Selanjutnya, pada FGD kedua Lemhannas RI berdiskusi dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) yang dipimpin oleh Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Wakapolda Sumut) Brigjen Pol. Dr. Dadang Hartanto, S.H., S.I.K., M.Si. Kemudian FGD ketiga, Lemhannas RI berdiskusi dengan Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan yang dipimpin oleh Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapok Sahli) Pangdam I/Bukit Barisan Brigjen TNI John Sihombing, S.H., M.M. FGD keempat, Lemhannas RI berdiskusi dengan Universitas Sumatera Utara (USU) yang dipimpin oleh Wakil Rektor III USU Dr. Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan S.Si., M.Si., Apt.

“Kehidupan bangsa Indonesia menghadapi tantangan, salah satunya adalah merebaknya politik identitas” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat membuka FGD tersebut. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa politik identitas yang merebak adalah politik identitas yang mengedepankan identitas golongan atau simbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik. Agus juga mengatakan bahwa saat ini politik identitas tidak dapat dihindari di dalam demokrasi. Bahkan politik identitas merupakan sebuah fenomena politik yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia lainnya dengan pola dan karakteristik sesuai dengan konteks yang terjadi di negara tersebut.

Dalam demokrasi, politik identitas merupakan tindakan pengorganisasian identitas tertentu secara politis yang sering kali digunakan dalam rangka penyaluran aspirasi untuk memengaruhi baik kebijakan maupun tujuan kekuasaan. “Bila politik identitas digunakan secara berlebihan dan dimanipulasi dengan cara membenturkan identitas lain, tentunya akan menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat,” tutur Agus. Menurut Agus, politik identitas yang berlebihan akan bermuara pada konflik SARA, tidak saja berimplikasi pada kualitas demokrasi tapi juga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. “Hendaknya identitas yang dibawa ke dalam politik tersebut diperankan dalam koridor etika dan moral, sehingga tidak ada hak orang lain yang dilanggar serta tidak mengganggu ketertiban umum,” ujar Agus.

Agus juga berpendapat jika melihat kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya melek politik dan hukum, ditambah lagi derasnya arus informasi tanpa filter, maka dikhawatirkan merebak sikap emosional yang mudah tersulut sehingga berakibat timbul konflik vertikal maupun horizontal yang justru akan merugikan keutuhan bangsa Indonesia. “Kondisi Indonesia yang multi identitas jangan sampai menjadi sumber disintegrasi. Beragam identitas yang ada di Indonesia justru merupakan kekuatan utama bagi kemajuan bangsa,” tutur Agus.

Fenomena politik identitas yang merupakan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia harus dicari solusinya agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di Indonesia. Oleh karena itu, Kedeputian Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI memandang perlu dilakukan Kajian Strategik Jangka Panjang tentang Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749