Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo didampingi sejumlah pejabat Lemhannas RI menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Lemhannas RI dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dengan Komisi I DPR RI, Selasa (08/06). Agenda RDP tersebut adalah pembahasan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada Lemhannas RI dan Wantannas Tahun 2022.

“Lemhannas RI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pembina ketahanan nasional dengan menyiapkan kader dan pimpinan nasional serta komponen bangsa yang berwawasan kebangsaan melalui kegiatan pendidikan pimpinan tingkat nasional, pemantapan nilai-nilai kebangsaan, pengkajian strategik dan pengukuran ketahanan nasional,” kata Agus.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa arah kebijakan pemerintah Tahun Anggaran 2022 yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah dan diimplementasikan pada program prioritas nasional, sesuai dengan visi misi presiden dan arahan presiden. Lemhannas RI sendiri berkontribusi pada peningkatan kualitas manusia Indonesia dan kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa untuk pembangunan sumber daya manusia melalui program revolusi mental dan pembangunan kebudayaan. Kontribusi Lemhannas RI pada RKP T.A. 2022 dituangkan dalam 3 kegiatan, yaitu Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan, Pelatihan Untuk Pelatih dan Sosialisasi/Dialog Wawasan Kebangsaan.

“Rencana kerja Lemhannas RI T.A. 2022 dituangkan dalam dua program, yaitu program Pembinaan Ketahanan Nasional dan Program Dukungan Manajemen,” tutur Agus. Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa Program Pembinaan Ketahanan Nasional dijabarkan pada kegiatan tiga kedeputian dan satu pusat laboratorium, yakni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 63 dan 64, Program Pemantapan Pimpinan Daerah Angkatan (P3DA) 12, Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan, Pelatihan untuk Pelatih, Dialog Wawasan Kebangsaan, 4 Kajian Jangka Panjang, 4 Kajian Urgen dan Cepat, Seminar Jakarta Geopolitical Forum, Penyusunan Buku Lemhannas RI, serta Redesiminasi dan Diseminasi Pengukuran Ketahanan Nasional di empat provinsi dan 42 Kabupaten/Kota. Dalam Program Dukungan Manajemen, Lemhannas RI akan mengimplementasikan pada 5 kegiatan layanan dan 1 kegiatan pengawasan.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa Lemhannas RI juga mengusulkan Program Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional sebagai prioritas nasional guna mendukung agenda pemerintah, yaitu meningkatkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Dalam menyusun rencana kerja dan anggaran, Lemhannas RI telah menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah dan peraturan pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien serta membuat program, kegiatan, serta proyek yang inovatif dan berguna bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan wawasan kebangsaan. “Lemhannas RI akan selalu mendukung kebijakan pemerintah dalam percepatan pelaksanaan prioritas nasional RKP 2022 dan dilaksanakan dengan protokol kesehatan,” ujar Agus.


Setelah bertolak ke Lokus Sumatera Utara pada Maret lalu, kini sejumlah pejabat dan personel Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) berangkat ke Lokus Makassar, Sulawesi Selatan guna memperdalam rumusan tentang pengaruh politik identitas terhadap demokrasi di Indonesia. Dilaksanakan selama dua hari, yakni Kamis dan Jumat, 3 dan 4 Juni 2021, kegiatan tersebut merupakan tahapan lanjutan Lemhannas RI dalam menyusun Kajian Strategik Jangka Panjang Lemhannas RI Tahun 2021 dengan judul “Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia”.

 “Demokrasi Indonesia saat ini mengalami paradoks, kebebasan berekspresi saat ini diiringi suatu tantangan, yaitu dengan merebaknya politik identitas,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa politik identitas dapat berbahaya dalam demokrasi karena terkait dengan sentimen primordialisme yang dimobilisasi oleh segelintir aktor untuk kepentingan politik, hal tersebut dinilai efektif dalam mendulang elektabilitas terlebih identitas yang diangkatnya adalah agama.

Menurut Agus, apabila institusionalisasi politik berjalan dengan baik masyarakat akan dengan sendirinya percaya dan menentukan pilihan secara rasional, bukan dipengaruhi politik identitas yang sifatnya lebih emosional. Polarisasi yang tajam juga dapat terminimalisasi karena aspirasi politik masyarakat seharusnya telah terwadahi oleh partai politik dan pemilu, sehingga konflik fisik dan psikologis dapat dihindari, bergeser ke konflik yang terlembaga dalam parlemen maupun elektoral. 

“Namun kenyataannya, bagi masyarakat akar rumput (grass roots) yang plural dan masih didominasi budaya primordial patron-klien, penggunaan kebebasan hak untuk memilih sangat rentan dipengaruhi modus politik identitas, terutama identitas agama serta kedaerahan,” ujar Agus. Apabila hal tersebut terus berlanjut akan menyandera demokrasi dan menimbulkan segregasi, bahkan di beberapa wilayah politik identitas dimanfaatkan sebagai pembenaran untuk gerakan disintegrasi dari NKRI.

Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya melek politik dan hukum maka dikhawatirkan merebak sikap emosional yang mudah tersulut api politik praktis, sehingga berakibat timbul konflik vertikal maupun horizontal yang justru akan merugikan keutuhan bangsa Indonesia. Dalam mengatasi hal tersebut peran aktor dinilai penting dalam rangka menciptakan demokrasi yang inklusif serta membangun rasionalitas publik. Elite politik diharapkan memiliki sensibilitas sosial budaya agar mengedepankan narasi positif yang membangun, membimbing, dan mengembangkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam politik pembangunan dengan sehat, serta mampu hidup bersama dengan rukun.

Lemhannas RI menilai fenomena identitas politik tersebut merupakan tantangan yang dihadapi dan perlu dicari solusinya agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di Indonesia. Oleh karena itu, Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik menyusun Kajian Strategik Jangka Panjang tentang Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia. Pada kesempatan tersebut Agus juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak atas partisipasi dan sumbangan pemikiran yang disampaikan. “Sumbangsih pemikiran bapak dan ibu sekalian diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah melalui FGD ini,” kata Agus.

Pendalaman materi di Lokus Sumatera Utara pada Maret lalu memberikan suatu pencerahan, yakni untuk dapat mengelola fenomena politik identitas hendaknya perlu meningkatkan aspek demokrasi yang berkualitas dengan cara komunikasi politik yang menekankan kesepahaman dalam berpolitik untuk tetap berpegang teguh pada konsensus dasar kebangsaan. Pendidikan politik juga dinilai perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat berpartisipasi secara positif di dalam politik demokrasi. Diharapkan pendalaman materi di Lokus Sulawesi Selatan dapat menambah sumbang saran pemikiran untuk mendapatkan rumusan tentang Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia.

Rombongan Lemhannas RI dipimpin langsung Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang didampingi oleh Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P., Taprof Bidang Geopolitik dan Wawasan Nusantara Lemhannas RI Mayjen TNI (Purn) E. Imam Maksudi dan Taprof Bidang Kewaspadaan Nasional dan Ideologi Lemhannas RI Mayjen TNI (Purn) Dr. I Putu Sastra Wingarta, S.I.P., M.Sc. Selama dua hari berada di Makassar, rombongan Lemhannas RI menyelenggarakan empat Focus Group Discussion (FGD) dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Selatan, Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin, dan Universitas Hasanuddin (Unhas). FGD merupakan salah satu upaya mendapatkan masukan-masukan dari tenaga ahli, birokrasi, akademisi, penegak hukum, dan praktisi Lokus Provinsi Sulawesi Selatan.

Pada FGD pertama, Lemhannas RI berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dr. Abdul Hayat Gani, M.Si, Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.Hum, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sulsel Dr. H. A. Aslam Patonagi, S.H., M.Si., Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Pemprov Sulsel Dr. H. Asriady Sulaiman, S.I.P., M.Si, Direktur Program Sekolah Kebangsaan Dr. Arqam Azikin, M.Si, Ketua Forum Bela Negara Prov. Sulses Dr. H. Hasan Hasyim, M.Si dan dimoderatori oleh Kabid Ideologi, Wawasan Kebangssan, dan Karakter Bangsa Bakesbangpol Prov. Sulsel Devy Khaddafi, S.E.

Kemudian FGD kedua, Lemhannas RI berdiskusi dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang dihadiri Kapolda Sulsel Irjen Pol. Drs. H. Merdisyam, M.Si., Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Prov. Sulsel Prof. Dr. H. Abdul Rahim Yunus, M.A, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. H. M. Arifin Hamid, S.H., M.H, Walikota Makassar Ir. H. Muhammad Ramdhan Pomanto, Majelis Syuyukh PB DDI dan Pimpinan Ponpes DDI Mangkoso Ag. Prof. Dr. H. Faried Wajedy, Lc., M.A, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris Daerah Sulsel Dr. H. Muammar Bakri, Lc. M.A., dan dimoderatori oleh Staf Ahli Kapolda Dr. Hj. Saka Pati, S.H., M.H.

Pada FGD ketiga, Lemhannas RI akan berdiskusi dengan pihak Kodam XIV/Hasanuddin yang direncanakan dihadiri oleh Pa Sahli Bidang Ideologi Pangdam XIV Hasanuddin Kolonel Inf. Sainul Alam, S.E., M.Si, Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Drs. Hamdan Johannis, Ph.D., Tokoh Masyarakat yang juga merupakan Alumni PPRA 31 Abdul Madjid Sallatu, Ketua Ilmuan Muda Indonesia dan Guru Besar Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Akademisi dan Ilmuan Politik Unhas Andi Ahmad Yani, S.Sos., M.Si., MPA., M.Sc., Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., dan dimoderatori oleh Dosen FISIP Unhas Dr. Hasrullah, M.A.

FGD keempat merupakan forum diskusi antara Lemhannas RI dengan Universitas Hasanuddin yang dihadiri Rektor Unhas Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, Dekan FISIP Unhas yang juga merupakan pakar politik Prof. Dr. Armin, MA, Wakil Dekan FISIP Unhas yang juga merupakan pakar politik Sukri, Ph.D, Wakil Dekan FH Unhas yang juga merupakan pakar hukum Prof. Hamzah Halim, S.H., M.H., Wakil Dekan FIB yang juga merupakan pakar budaya Unhas Dr. Andi Faisal, Dosen FISIP Unhas yang juga merupakan pakar antropologi Dr. Tasirifin Tahara, dan dimoderatori Dosen FISIP Unhas yang juga menjabat sebagai Kasubdit Humas Ishaq Rahman, M.A.


Berita Lintas K/L - Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sesjen Wantannas) Laksdya TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H., menjadi dosen tamu dalam Kuliah Dinamika Kekuatan Global Universitas Indonesia (UI), Senin (07/06). Kegiatan yang mengangkat tema “Indonesia dalam Dinamika Kekuatan Global di Asia Pasifik” tersebut diikuti mahasiswa Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI.

Dalam kesempatan tersebut, Harjo menyampaikan bahwa Indonesia memiliki total wilayah perairan seluas 6.4 juta km2. Hal tersebut membuat Indonesia memiliki peran strategis dalam lalu lintas maritim global. “Diperkirakan 44% dari lalu lintas laut global dan 95% dari kapal di wilayah Asia Pasifik melintasi perairan Indonesia,” kata Harjo. Oleh karena itu, Indonesia menyediakan tiga lorong laut yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yakni ALKI I adalah Selat Sunda, ALKI II adalah Selat Lombok, ALKI III adalah Selat Ombai-Wetar.

Lebih lanjut Harjo menyampaikan bahwa salah satu bentuk potensi ancaman stabilitas keamanan global terbesar adalah pusaran konflik hegemoni yang diikuti unjuk kekuatan militer Amerika Serikat dengan Cina di Laut Cina Selatan yang kian menunjukkan eskalasi ketegangan yang mengkhawatirkan. Untuk mengatasi hal tersebut, sebagai jalan tengah, ASEAN memperkenalkan ASEAN Outlook on The Indo-Pacific (AOIP) sebagai kerangka kerja sama antarnegara yang memiliki kepentingan di Laut Cina Selatan dan juga menjadi salah satu jalan yang dapat digunakan untuk meningkatkan rasa saling percaya melalui kultur dialog dan kerja sama hingga terbentuk strategic trust.

Selanjutnya Harjo juga menegaskan bahwa laut memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia, yakni sebagai media pemersatu bangsa, media penghubung, media sumber daya alam, media pertahanan dan keamanan, serta media untuk membangun pengaruh. Oleh karena itu, menjadi suatu keniscayaan bagi Indonesia untuk dapat mengelola laut dengan sebaik-baiknya guna mendukung kepentingan nasional dan juga mewujudkan strategi maritim nasional. Strategi maritim nasional yang dimaksud adalah strategi maritim nasional yang tepat untuk mampu menjadi kekuatan maritim yang kuat di kawasan, khususnya di Asia Pasifik, sebagai penyeimbang persaingan hegemoni AS dan Cina di wilayah Pasifik Barat. Strategi maritim nasional tersebut tentunya harus berpedoman kepada cita-cita nasional, tujuan nasional, dan kepentingan nasional guna menjamin stabilitas keamanan kawasan regional di Asia Pasifik, khususnya Asia Pasifik Barat.

Kemudian Harjo menjelaskan empat hal terpenting dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, yakni “National and Character Building” yang terdiri dari kemandirian, demokrasi, persatuan nasional, dan martabat internasional. Kemandirian, diharapkan terwujud dalam percaya akan kemampuan manusia dan penyelenggaraan Republik Indonesia mengatasi krisis-krisis dihadapinya. Demokrasi, masyarakat demokratis yang ingin dicapai adalah setiap orang ikut serta dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang berkaitan langsung dengan kepentingannya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Persatuan nasional, diwujudkan dengan kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi nasional antar berbagai kelompok yang pernah bertikai ataupun terhadap kelompok yang telah mengalami diskriminasi selama ini. Martabat internasional, Indonesia tidak perlu mengorbankan martabat dan kedaulatannya sebagai bangsa yang merdeka untuk mendapatkan prestise, pengakuan dan wibawa di dunia internasional. “Indonesia harus berani mengatakan “tidak” terhadap tekanan-tekanan politik yang tidak sesuai dengan “kepentingan nasional” dan “rasa keadilan” sebagai bangsa merdeka,” disampaikan Harjo melalui siaran pers yang diterbitkan Wantannas.

 

Sumber: Siaran Pers Setjen Wantannas "Sesjen Wantannas Menjadi Dosen Tamu Bahas Indonesia dalam Dinamika Kekuatan Global di Asia Pasifik di Universitas Indonesia", 7 Juni 2021.


Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada era internet dengan pola komunikasi yang sangat terbuka dibanding generasi sebelumnya dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Indonesia menaruh harapan besar pada generasi milenial agar dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila. Dalam mewujudkan hal tersebut, Lemhannas RI merasa terpanggil untuk mendekatkan generasi milenial dengan Pancasila melalui Webinar Gebyar Wawasan Kebangsaan, Rabu, 2 Juni 2021. Hadir dalam kegiatan tersebut tiga narasumber, yakni Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Sejarawan Dr. Anhar Gonggong, dan Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh. Webinar tersebut diikuti oleh 900 pemuda yang berasal dari perwakilan komunitas masyarakat seluruh Indonesia dan menjadi wadah diskusi dengan tentang nilai-nilai Pancasila yang menjadi masa depan para pemuda.

“Tugas kita semua untuk menjaga keberlangsungan dan eksistensi Pancasila,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa keberadaan generasi muda memiliki andil yang penting dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila saat ini, sementara generasi tua harus menjadi pendorong dan pemandu kepada generasi muda. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap generasi akan dihadapkan pada lingkungan dan tantangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dicermati letak perbedaan tersebut dan bagaimana cara menanganinya.

Menurut Agus, generasi muda saat ini mempunyai peluang yang sangat besar karena dapat dikatakan sebagai generasi yang akan melesat ke masa depan, yang kinerja dan kontribusinya akan dinilai nanti di masa depan. Oleh karena itu, Agus mengimbau generasi muda untuk tidak berhenti hanya pada memberikan kritik dan terus menerus mencari kesalahan orang lain, tetapi generasi muda harus fokus pada solusi dan pemecahan masalah. “Saya sangat mendambakan generasi depan itu sebagai generasi yang mempunyai entitas moral dan etika, entitas intelektual, selalu ingin mencari yang terbaik dan bagaimana seharusnya,” tutur Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa sering adanya pola pikir yang menyalahkan keadaan tidak adanya teladan-teladan yang dapat ditampilkan dan hanya menunggu munculnya teladan. Padahal menurut Agus, pola pikir yang harus dikembangkan adalah jangan hanya menunggu munculnya teladan, tapi mulailah dari diri sendiri. “Saya rasa sudah cukup waktunya bagi generasi muda, generasi penerus, dalam usia dan perannya tidak untuk mempertanyakan teladan tetapi menjadikan dirinya teladan,” ujar Agus. Dengan tegas Agus menyatakan bahwa teladan tidak harus menjadi pahlawan nasional, teladan tidak harus menjadi pejabat nasional, teladan di lingkungan masing-masing sudah termasuk menjadi teladan, dan keteladanan besar kehidupan Pancasila dapat dimulai dari langkah-langkah kecil.

Dari kegiatan diskusi tersebut, Agus merasa sudah dapat melihat bahwa fokus generasi muda mulai bergeser dari terfokus pada keberuntungan kemudahan mendapatkan informasi secara independen kepada mengimbangi dan memenuhi kewajiban sebagai insan Pancasila.

“Jangan menunggu teladan tapi mulai menjadi teladan bagi diri Anda sendiri, karena tidak dengan segera teladan yang kita harapkan itu akan tampil seperti kita inginkan,” kata Sejarawan Dr. Anhar Gonggong sependapat dengan Agus Widjojo. Kemudian Anhar mengingatkan bahwa para pemimpin ada di antara anak muda yang memang masih menjadi bagian dalam proses mengenal diri, artinya ada orang-orang muda yang bisa menjadi teladan. Anhar juga menegaskan bahwa Pancasila merupakan sesuatu yang penting dalam arti keteladanan.

“Pancasila itu adalah merupakan landasan untuk hidup bersama, tidak ada Indonesia kalau tidak ada alat perekat, alat pengikat, dan landasan penegakkannya dan itu adalah Pancasila. Begitu Pancasila goyah maka Republik ini akan goyah,” ujar Anhar. Oleh karena itu, Anhar menyampaikan bahwa pentingnya penanaman mengenai Pancasila melalui pendidikan formal. Anhar juga menyampaikan keteladanan yang dapat dilihat dari sejarah bahwa Soekarno dan Hatta terbiasa menulis apa yang menjadi pikirannya. “Pesan dari Soekarno dan Hatta, jangan tinggalkan belajar, jangan tinggalkan membaca buku, dan jangan tinggalkan menulis,” kata Anhar.

Kemudian Anhar juga menyampaikan sejarah bahwa dalam usia muda Soekarno sudah turut merumuskan Indonesia. “Republik ini didirikan oleh anak muda, dipertahankan kemerdekaannya oleh anak muda. Soekarno ketika merumuskan Indonesia masih berusia 25 tahun. Jadi ada contoh teladan bagi anak muda sekarang kalau membuka latar belakang sejarah,” ujar Anhar.

Pada kesempatan tersebut, Anhar juga menyampaikan bahwa kegiatan diskusi tersebut sangat baik dan Anhar berharap agar banyak pihak juga turut menyelenggarakan kegiatan seperti itu. Dengan adanya kegiatan diskusi tersebut diharapkan pemahaman tentang Pancasila akan semakin meluas, semakin melebar, dan semakin mendalam.

“Anak muda tidak bisa menawarkan masa lalu, anak muda tidak bisa menawarkan hari ini. Kita anak muda ilmu kita sedikit, pengalaman kita masih sempit, wawasan paspasan. Dengan kata lain kalau ada yg bisa ditawarkan anak muda adalah masa depan,” kata Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh.

“Pancasila adalah perekat kehidupan berbangsa dan benegara  yang ini adalah hadiah tak ternilai dari founding fathers,” ujar Sherly. Lebih lanjut, Sherly menjelaskan mengenai bagaimana anak muda memaknai Pancasila. Menurut Sherly, generasi muda hari ini memiliki pandangan yang berbeda dengan generasi senior dimasa lalu. Generasi muda hari ini menyukai Pancasila yang bisa dimaknai lebih terbuka dan membumi, tidak hanya berupa jargon atau doktrin belaka. Terlebih lagi anak muda hari ini cenderung tidak suka digurui. “Apalagi anak muda zaman sekarang cenderung tidak suka digurui. Oleh karena itu, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan yang ada dalam Pancasila kepada generasi muda secara khusus baiknya berlangsung dua arah,” jelas Sherly.

Sherly mengungkapkan bahwa saat Pancasila sama-sama dijadikan sebagai rumah, hal tersebut akan menjadi perekat masyarakat Indonesia sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Maka sebenarnya Pancasila sudah dijadikan visi. Namun, dalam urusan cara dan strategi harus fleksibel. Sherly juga yakin bahwa sebetulnya anak muda sudah melakukan nilai-nilai Pancasila dalam realitas, tetapi kadang tidak menyadari bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang Pancasila.

“Pada akhirnya agar nilai-nilai Pancasila ini bukan hanya dihafal tapi juga dipahami, masuk menjadi sebuah kesadaran, dan ketika ini terjadi di kalangan anak muda jadinya collective awareness, maka ada baiknya untuk menggunakan cara yang memang digandrungi anak muda,” ujar Sherly. Menurut Sherly, salah satunya adalah melalui sosial media yang saat ini memang digandrungi anak muda. Namun, Sherly menegaskan bahwa bukan hanya tentang alatnya tetapi juga pelaku dibalik alat tersebut. “It’s not about the gun but about the man behind the gun,” lanjut Sherly.

“Kita adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk diri kita di masa depan dan jangan menunggu,” kata Sherly yang juga sependapat dengan Anhar Gonggong dan Agus Widjojo. Sherly mengimbau seluruh peserta webinar bahwa bentuk tanggung jawab tersebut dapat dimulai dari hal kecil, dari diri sendiri. Sherly mengutip sebuah istilah, yakni perubahan besar bisa terjadi ketika ada akumulasi perubahan kecil dan partikel terkecil dari perubahan ada pada diri sendiri. “Ayo kita mulai berkarya lewat hal yang paling kecil, dari yang kita bisa. Kemudian setelah dari yang kita bisa, mulai dari diri kita sendiri,” tutur Sherly.

Dapat dikatakan bahwa tantangan ke depan bagi anak muda baik dari luar dan dalam dirinya sendiri adalah ketidakpedulian dari dalam dirinya sendiri yang harus mulai pelan-pelan diminimalisasi. Sherly menegaskan bahwa dalam memulai berkarya tidak ada kata ‘nanti’, karena ‘sekarang’ adalah waktu yang paling tepat bagi anak muda. “Bagaimana masa depan diri kita adalah tanggung jawab kita, bagaimana masa depan orang-orang yang kita sayangi. Ayo kita ambil bagian dari tanggung jawab ini, ambil bagian dari problem solving ini,” kata Sherly.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749