Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada era internet dengan pola komunikasi yang sangat terbuka dibanding generasi sebelumnya dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Indonesia menaruh harapan besar pada generasi milenial agar dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila. Dalam mewujudkan hal tersebut, Lemhannas RI merasa terpanggil untuk mendekatkan generasi milenial dengan Pancasila melalui Webinar Gebyar Wawasan Kebangsaan, Rabu, 2 Juni 2021. Hadir dalam kegiatan tersebut tiga narasumber, yakni Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Sejarawan Dr. Anhar Gonggong, dan Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh. Webinar tersebut diikuti oleh 900 pemuda yang berasal dari perwakilan komunitas masyarakat seluruh Indonesia dan menjadi wadah diskusi dengan tentang nilai-nilai Pancasila yang menjadi masa depan para pemuda.

“Tugas kita semua untuk menjaga keberlangsungan dan eksistensi Pancasila,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa keberadaan generasi muda memiliki andil yang penting dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila saat ini, sementara generasi tua harus menjadi pendorong dan pemandu kepada generasi muda. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap generasi akan dihadapkan pada lingkungan dan tantangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dicermati letak perbedaan tersebut dan bagaimana cara menanganinya.

Menurut Agus, generasi muda saat ini mempunyai peluang yang sangat besar karena dapat dikatakan sebagai generasi yang akan melesat ke masa depan, yang kinerja dan kontribusinya akan dinilai nanti di masa depan. Oleh karena itu, Agus mengimbau generasi muda untuk tidak berhenti hanya pada memberikan kritik dan terus menerus mencari kesalahan orang lain, tetapi generasi muda harus fokus pada solusi dan pemecahan masalah. “Saya sangat mendambakan generasi depan itu sebagai generasi yang mempunyai entitas moral dan etika, entitas intelektual, selalu ingin mencari yang terbaik dan bagaimana seharusnya,” tutur Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa sering adanya pola pikir yang menyalahkan keadaan tidak adanya teladan-teladan yang dapat ditampilkan dan hanya menunggu munculnya teladan. Padahal menurut Agus, pola pikir yang harus dikembangkan adalah jangan hanya menunggu munculnya teladan, tapi mulailah dari diri sendiri. “Saya rasa sudah cukup waktunya bagi generasi muda, generasi penerus, dalam usia dan perannya tidak untuk mempertanyakan teladan tetapi menjadikan dirinya teladan,” ujar Agus. Dengan tegas Agus menyatakan bahwa teladan tidak harus menjadi pahlawan nasional, teladan tidak harus menjadi pejabat nasional, teladan di lingkungan masing-masing sudah termasuk menjadi teladan, dan keteladanan besar kehidupan Pancasila dapat dimulai dari langkah-langkah kecil.

Dari kegiatan diskusi tersebut, Agus merasa sudah dapat melihat bahwa fokus generasi muda mulai bergeser dari terfokus pada keberuntungan kemudahan mendapatkan informasi secara independen kepada mengimbangi dan memenuhi kewajiban sebagai insan Pancasila.

“Jangan menunggu teladan tapi mulai menjadi teladan bagi diri Anda sendiri, karena tidak dengan segera teladan yang kita harapkan itu akan tampil seperti kita inginkan,” kata Sejarawan Dr. Anhar Gonggong sependapat dengan Agus Widjojo. Kemudian Anhar mengingatkan bahwa para pemimpin ada di antara anak muda yang memang masih menjadi bagian dalam proses mengenal diri, artinya ada orang-orang muda yang bisa menjadi teladan. Anhar juga menegaskan bahwa Pancasila merupakan sesuatu yang penting dalam arti keteladanan.

“Pancasila itu adalah merupakan landasan untuk hidup bersama, tidak ada Indonesia kalau tidak ada alat perekat, alat pengikat, dan landasan penegakkannya dan itu adalah Pancasila. Begitu Pancasila goyah maka Republik ini akan goyah,” ujar Anhar. Oleh karena itu, Anhar menyampaikan bahwa pentingnya penanaman mengenai Pancasila melalui pendidikan formal. Anhar juga menyampaikan keteladanan yang dapat dilihat dari sejarah bahwa Soekarno dan Hatta terbiasa menulis apa yang menjadi pikirannya. “Pesan dari Soekarno dan Hatta, jangan tinggalkan belajar, jangan tinggalkan membaca buku, dan jangan tinggalkan menulis,” kata Anhar.

Kemudian Anhar juga menyampaikan sejarah bahwa dalam usia muda Soekarno sudah turut merumuskan Indonesia. “Republik ini didirikan oleh anak muda, dipertahankan kemerdekaannya oleh anak muda. Soekarno ketika merumuskan Indonesia masih berusia 25 tahun. Jadi ada contoh teladan bagi anak muda sekarang kalau membuka latar belakang sejarah,” ujar Anhar.

Pada kesempatan tersebut, Anhar juga menyampaikan bahwa kegiatan diskusi tersebut sangat baik dan Anhar berharap agar banyak pihak juga turut menyelenggarakan kegiatan seperti itu. Dengan adanya kegiatan diskusi tersebut diharapkan pemahaman tentang Pancasila akan semakin meluas, semakin melebar, dan semakin mendalam.

“Anak muda tidak bisa menawarkan masa lalu, anak muda tidak bisa menawarkan hari ini. Kita anak muda ilmu kita sedikit, pengalaman kita masih sempit, wawasan paspasan. Dengan kata lain kalau ada yg bisa ditawarkan anak muda adalah masa depan,” kata Digital Creator Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh.

“Pancasila adalah perekat kehidupan berbangsa dan benegara  yang ini adalah hadiah tak ternilai dari founding fathers,” ujar Sherly. Lebih lanjut, Sherly menjelaskan mengenai bagaimana anak muda memaknai Pancasila. Menurut Sherly, generasi muda hari ini memiliki pandangan yang berbeda dengan generasi senior dimasa lalu. Generasi muda hari ini menyukai Pancasila yang bisa dimaknai lebih terbuka dan membumi, tidak hanya berupa jargon atau doktrin belaka. Terlebih lagi anak muda hari ini cenderung tidak suka digurui. “Apalagi anak muda zaman sekarang cenderung tidak suka digurui. Oleh karena itu, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan yang ada dalam Pancasila kepada generasi muda secara khusus baiknya berlangsung dua arah,” jelas Sherly.

Sherly mengungkapkan bahwa saat Pancasila sama-sama dijadikan sebagai rumah, hal tersebut akan menjadi perekat masyarakat Indonesia sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Maka sebenarnya Pancasila sudah dijadikan visi. Namun, dalam urusan cara dan strategi harus fleksibel. Sherly juga yakin bahwa sebetulnya anak muda sudah melakukan nilai-nilai Pancasila dalam realitas, tetapi kadang tidak menyadari bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang Pancasila.

“Pada akhirnya agar nilai-nilai Pancasila ini bukan hanya dihafal tapi juga dipahami, masuk menjadi sebuah kesadaran, dan ketika ini terjadi di kalangan anak muda jadinya collective awareness, maka ada baiknya untuk menggunakan cara yang memang digandrungi anak muda,” ujar Sherly. Menurut Sherly, salah satunya adalah melalui sosial media yang saat ini memang digandrungi anak muda. Namun, Sherly menegaskan bahwa bukan hanya tentang alatnya tetapi juga pelaku dibalik alat tersebut. “It’s not about the gun but about the man behind the gun,” lanjut Sherly.

“Kita adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk diri kita di masa depan dan jangan menunggu,” kata Sherly yang juga sependapat dengan Anhar Gonggong dan Agus Widjojo. Sherly mengimbau seluruh peserta webinar bahwa bentuk tanggung jawab tersebut dapat dimulai dari hal kecil, dari diri sendiri. Sherly mengutip sebuah istilah, yakni perubahan besar bisa terjadi ketika ada akumulasi perubahan kecil dan partikel terkecil dari perubahan ada pada diri sendiri. “Ayo kita mulai berkarya lewat hal yang paling kecil, dari yang kita bisa. Kemudian setelah dari yang kita bisa, mulai dari diri kita sendiri,” tutur Sherly.

Dapat dikatakan bahwa tantangan ke depan bagi anak muda baik dari luar dan dalam dirinya sendiri adalah ketidakpedulian dari dalam dirinya sendiri yang harus mulai pelan-pelan diminimalisasi. Sherly menegaskan bahwa dalam memulai berkarya tidak ada kata ‘nanti’, karena ‘sekarang’ adalah waktu yang paling tepat bagi anak muda. “Bagaimana masa depan diri kita adalah tanggung jawab kita, bagaimana masa depan orang-orang yang kita sayangi. Ayo kita ambil bagian dari tanggung jawab ini, ambil bagian dari problem solving ini,” kata Sherly.


Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pacasila menetapkan bahwa tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tersebut, segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia berkomitmen untuk memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni sebagai bagian dari pengarusutamaan Pancasila dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Sejak diperkenalkannya pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Ir. Soekarno, dalam proses selanjutnya rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Upacara Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2021.

“Pancasila sendiri merupakan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa di nusantara dan memiliki nilai dasar kehidupan manusia yang diakui secara universal dan berlaku sepanjang zaman,” lanjut Agus. Kemudian Agus menyampaikan bahwa nilai-nilai luhur tersebut merupakan hasil kontemplasi dan perenungan panjang Ir. Soekarno yang didasarkan pada pemahaman dinamika geopolitik bumi nusantara secara utuh. Agus menegaskan bahwa sebagai dasar negara, Pancasila merupakan ideologi, pandangan dan falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di tengah kemajemukan bangsa Indonesia, tentu bukan suatu hal yang mudah bagi para pendiri bangsa untuk merumuskan, menyepakati, menetapkan hingga mengesahkan Pancasila yang digagas oleh Bung Karno sebagai dasar negara. Namun dengan niat luhur dan mengesampingkan kepentingan kelompok, agama maupun golongan, akhirnya pada 18 Agustus 1945, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara yang tertuang di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Pancasila sarat dengan nilai-nilai luhur bangsa yang berintikan semangat gotong royong di atas keberagaman yang harus diwujudkan dalam tindakan sehari-hari,” tutur Agus. Namun, harus diakui implementasi nilai-nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih jauh dari yang diharapkan bersama.

Saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk pandemi Covid-19. Berbagai dampak ditimbulkan baik dalam bidang kesehatan, ekonomi maupun bidang lainnya. Agus menyampaikan bahwa hal tersebut seharusnya dapat menjadi titik balik bagi seluruh peserta upacara untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan sehari-hari untuk menumbuhkan optimisme untuk berjuang menghadapi pandemi Covid-19 secara bersama-sama.

Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2021 mengangkat tema “Pancasila dalam Tindakan, Bersatu untuk Indonesia yang Tangguh”. Menurut Agus, dengan semangat gotong-royong yang terkandung dalam Pancasila, tentunya menjadi modal bersama bangsa untuk bersatu dalam tindakan menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, termasuk pandemi Covid-19. Tema tersebut juga seiring dengan tema Hari Ulang Tahun ke-56 Lemhannas RI, yakni “Dengan Semangat Kebangkitan Nasional, Kita Tingkatkan Persatuan dan Kesatuan dalam Pemulihan Kesehatan Masyarakat dan Ekonomi Nasional”. Agus berharap dengan berlandaskan semangat kebangkitan nasional, Lemhannas RI melalui peran dan fungsinya bertekad menumbuhkan kembali semangat persatuan dan kesatuan dalam melawan pandemi Covid-19. “Hal ini juga didukung dengan kuatnya semangat dan keinginan masyarakat untuk memiliki kehidupan nasional yang aman dan sejahtera,” kata Agus.

Mengakhiri amanatnya, sesuai dengan tema Hari Lahir Pancasila tahun 2021, Agus mengingatkan kepada seluruh keluarga besar Lemhannas RI untuk memahami dan menghayati bersama bahwa Pancasila telah membuat bangsa ini bersatu. “Oleh karenanya kita harus mengimplementasikan Pancasila dalam tindakan dan bersatu untuk Indonesia yang tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan yang bersifat nasional, regional maupun global,” tutup Agus.

 


“Pancasila di tengah arus globalisasi ini harus ‘menginjak bumi’ agar maknanya lebih mendalam,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Webinar Gebyar Wawasan Kebangsaan. Lemhannas RI mengadakan Webinar Gebyar Wawasan Kebangsaan dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila Tahun 2021, Rabu (2/6). Mengusung tema “Peran Generasi Muda dalam Menghadapi Tantangan yang Mengancam Pancasila di Era Digital dan Globalisasi”, webinar tersebut diikuti sebanyak 900 pemuda secara virtual.

Tujuan dari webinar tersebut adalah untuk memperoleh jawaban dan rumusan strategi guna meningkatkan peran generasi muda dalam menghadapi tantangan yang mengancam Pancasila di era digital dan globalisasi, di antaranya adalah untuk mengetahui pendapat generasi muda milenial perihal sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila; mengetahui peranan generasi muda saat ini dalam upaya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap generasi muda dalam upaya sosialisasi nilai-nilai Pancasila menghadapi era digital dan globalisasi; dan merumuskan strategi peningkatan peran generasi muda dalam menghadapi tantangan yang mengancam Pancasila di era digital dan globalisasi.

Hadir sebagai narasumber, yaitu Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, sejarawan Dr. Anhar Gonggong yang juga merupakan Tenaga Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya dan Kepemimpinan Lemhannas RI, dan Digital Creator/ Social Media Influencer Sherly Annavita Rahmi, S.Sos., MSIPh. yang mewakili suara generasi muda.

“Membumikan Pancasila adalah tantangan ke depan menghadapi generasi milenial ke bawah yang lebih mengenal gadget ketimbang pada era-era sebelumnya,” ujar Agus. Lemhannas RI melihat bahwa masyarakat Indonesia kian jauh memaknai Pancasila secara utuh, utamanya pada era digital teknologi. “Bahkan yang paling mendasar, menghafal lima sila Pancasila pun banyak yang kesulitan. Kalau mereka saja tidak tahu isi Pancasila, bagaimana memaknainya dalam kehidupan sehari-hari?” lanjut Agus.

Derasnya arus globalisasi rentan merusak jati diri bangsa, jika tidak disaring melalui literasi media. Informasi yang tidak valid, tentu  mudah merasuk sendi-sendi kehidupan.  Akibatnya, informasi yang tidak benar atau disebut hoaks, akan mencemari  kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Agus, nilai-nilai Pancasila sebagai penyaring dan penjaga kepribadian bangsa bisa membendung arus globalisasi tersebut. Oleh karena itu, perlu kembali digaungkan di semua lini pemerintahan. Terlebih lagi, pengguna digital saat ini didominasi generasi milenial, yang kelak menjadi penerus bangsa. Tentu, filter-filter bernama nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan untuk generasi penerus bangsa ini.

Lemhannas RI mengajak 900 peserta dari kalangan generasi milenial yang tersebar di seluruh Indonesia. Para peserta diajak berbincang dengan Gubernur Lemhannas RI dan nara sumber lain untuk mengetahui lebih dekat keinginan generasi milenial terhadap Pancasila. Diharapkan setelah mengikuti webinar tersebut para peserta dapat menjadi agen-agen penggerak perubahan bagi para generasi milenial dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Kegiatan ini juga diharapkan mampu membangkitkan semangat generasi milenial untuk terus berkarya demi masa depan Indonesia. Sehingga generasi milenial mampu memperkokoh NKRI dalam menghadapi segala bentuk tantangan, ancaman, hambatan, gangguan persaingan global terhadap ketahanan nasional.

 


Gubernur Lemhannas RI Menghadiri Upacara Virtual Peringatan Hari Lahir Pancasila, Selasa (01/06). Peringatan Hari Lahir Pancasila yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo tersebut mengangkat tema “Pancasila dalam Tindakan Bersatu untuk Indonesia Tangguh”.

“Walaupun Pancasila telah menyatu dalam kehidupan kita sepanjang Republik Indonesia ini berdiri, namun tantangan yang dihadapi Pancasila tidaklah semakin ringan. Globalisasi dan interaksi antar belahan dunia tidak serta merta meningkatkan kesamaan pandangan dan kebersamaan,” ungkap Presiden Joko Widodo saat menyampaikan amanat.

Meningkatnya rivalitas dan kompetisi, lanjut Presiden Joko Widodo, merupakan hal yang harus diwaspadai. Rivalitas yang dimaksud termasuk rivalitas antar pandangan, rivalitas antara nilai-nilai, dan rivalitas antar ideologi. Ideologi transnasional cenderung semakin meningkat, memasuki berbagai lini kehidupan masyarakat dengan berbagai cara dan berbagai strategi.

Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi lanskap kontestasi ideologi. Revolusi industri 4.0 telah menyediakan berbagai kemudahan dalam berdialog dalam interaksi dan berorganisasi dalam skala besar lintas negara.

“Kecepatan ekspansi ideologi transnasional radikal bisa melampaui standar normal ketika memanfaatkan disrupsi teknologi ini,” ungkap Presiden. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada, perluasan dan pendalaman nilai-nilai Pancasila tidak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa. Diperlukan cara-cara baru yang luar biasa. Memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama Revolusi Industri 4.0.

“Pancasila harus menjadi pondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkeIndonesiaan,” ungkap Presiden. Menutup amanatnya, Presiden mengajak seluruh aparat pemerintahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, para pendidik, kaum profesional, generasi muda Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu padu dan bergerak aktif memperkokoh nilai-nilai Pancasila dalam mewujudkan Indonesia maju yang dicita-citakan.

Upacara Hari Lahir Pancasila diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengheningkan cipta mengenang jasa para pahlawan. Ketua Majelis Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A., di tempat berbeda, bertugas membacakan Pancasila. Disusul Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Dr. (H.C.) Puan Maharani, S.Sos. membacakan teks Pembukaan UUD 1945.

Turut hadir secara virtual, yaitu para menteri Kabinet Indonesia Maju, pimpinan lembaga negara, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, Duta Besar negara sahabat untuk Indonesia, perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri, dan sejumlah kepala daerah.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749