Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber pada Webinar “Pertahanan Negara dan Keamanan Nasional: Strategi, Kebijakan, dan Pembangunan yang Sesuai dengan Karakter”. Webinar tersebut diselenggarakan dalam rangka Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Selasa (15/06).

Mengawali paparannya, Agus menyampaikan pengertian karakter bangsa menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, yaitu kepribadian bangsa yang terbangun dari internalisasi kebijakan yang diyakini sebagai landasan untuk cara pandang berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan alam lingkungan budaya sosialnya. Sejalan dengan hal tersebut, Agus menarik premis bahwa penguatan sistem nasional sebagai titik tolak dalam rangka membangun karakter bangsa. “Karena sistem nasional kemudian turunan langsung dari konsensus dasar kebangsaan berupa konstitusi dan undang-undang yang mengikat, itu juga merupakan kesepakatan bangsa,” kata Agus.

Menurut Agus, di dalam sistem hukum nasional tersebut karakter bangsa sudah terkandung secara integratif. Agus menegaskan bahwa karakter bangsa tidak hanya langsung pada saat implementasi, tetapi berawal dari perumusan legislasi, mulai dari konstitusi dan semua turunannya dalam bentuk Undang-Undang Dasar yang mengikat seluruh warga. “Penyelenggaraan secara konsisten penguatan sistem nasional akan sekaligus memberikan penguatan kepada karakter bangsa,” ujar Agus.

Selanjutnya, Agus memaparkan terkait pertahanan keamanan. Agus menjelaskan bahwa dalam yurisdiksi hukum nasional, TNI mempunyai fungsi utama pertahanan untuk menghadapi ancaman dari luar negeri berupa ancaman militer. Sedangkan ancaman dari luar negeri yang bersifat non-militer ditangani oleh instansi fungsional yang kebijakannya akan menghasilkan ketahanan. Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa wilayah hukum nasional merupakan tempat berlakunya sistem hukum nasional, artinya setiap ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang muncul dari dalam negeri pada dasarnya merupakan tindakan pelanggaran hukum yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum.

Agus menyampaikan bahwa pada dasarnya tugas utama TNI adalah tugas perang untuk menghadapi kemungkinan invasi militer dari luar negeri. Namun, TNI bisa dikerahkan untuk memperkuat fungsi-fungsi dalam pencapaian kepentingan nasional dengan 3 cara pengerahan, yakni apabila melaksanakan fungsi organik pertahanan nasional sesuai dengan konstitusi, perbantuan TNI kepada pemerintahan sipil di masa damai, dan sebagai pemerintahan darurat dengan memberi keputusan politik sesuai dengan konstitusi yang memberikan perluasan kewenangan terbatas bagi TNI untuk membantu instansi fungsional.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan lima hal dalam penanaman karakter bangsa dalam dimensi pengembangan pertahanan dan keamanan nasional. Pertama, konstitusi dan turunan peraturan perundangan sebagai wujud kesepakatan bangsa. “Siapa lagi yang akan menghargai konstitusi dan turunan peraturan perundang-undangan kalau bukan kita sendiri yang telah menyepakati konstitusi tersebut?” tutur Agus. Kedua, komitmen dan konsistensi untuk menegakkan konstitusi merupakan wujud penanaman karakter bangsa. Menurut Agus, tidak adanya komitmen dari elemen bangsa dan tidak adanya konsistensi untuk menegakkan konstitusi menunjukkan karakter bangsa yang lemah, yang harus diperkuat.

Ketiga, komitmen dan konsistensi untuk mendukung peran dan kewenangan konstitusional aparat pelaksana fungsi dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional. Dukungan tersebut dimaksudkan agar mempercepat transisi demokrasi dengan menggelar penataan yang baru dan meninggalkan penataan yang lama, agar masa transisi bisa cepat dilalui. Keempat, secara doktriner konkret berwujud dua hal, yakni dalam pertahanan dalam sistem pertahanan semesta berwujud gotong royong dan dalam keamanan dan ketertiban masyarakat dengan community policing. Kelima, tantangan secara umum adalah untuk mengambil nilai hakiki dari berbagai wujud tatanan yang diwarisi dari masa lalu dan dicari bentuknya dalam nilai instrumental implementasi secara konstektual kekinian. “Kuncinya adalah bahwa kita berkomitmen dan konsisten melaksanakan konstitusi sebagai wujud kesepakatan kita dan sebagai sebuah bangsa dan itu akan menunjukkan untuk penguatan karakter bangsa,” tutup Agus.


Setelah melaksanakan Focus Group Disscussion (FGD) I pada Jumat, 28 Mei 2021 yang lalu, peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI kembali menyelenggarakan FGD II sebagai salah satu rangkaian Seminar Nasional PPRA 62 Lemhannas RI mendatang yang mengangkat judul “Modal Sosial dan Budaya Menjadi Kekuatan Nasional dalam Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19”. FGD II tersebut masih dilaksanakan secara virtual dan dihadiri empat pembicara, yaitu Wakil Asisten Teritorial Kasad Bidang Perencanaan dan Kemampuan Teritorial Brigjen TNI Sugiyono, Executive Vice President of Digital BLIBLI.COM Andreas A. Pramaditya, Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc, dan Budayawan Jaya Suprana.

“FGD II ini kami harapkan untuk bisa memutakhirkan dan menajamkan kembali naskah sehingga naskah nantinya layak untuk disampaikan kepada pemerintah,” kata Ketua Seminar Nasional PPRA 62 Lemhannas RI Kolonel Pnb Aldrin P Mongan, S.T., M.Hum., M.Han. dalam laporannya. Lebih lanjut Aldrin menyampaikan harapannya agar masukan pada pemecahan masalah masyarakat dari peserta PPRA 62, khususnya melalui pendidikan PPRA 62 selama di Lemhannas RI, dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara.

“Dalam diskusi ini diharapkan mendapat masukan suatu konsep pemikiran tentang modal sosial dan budaya yang dapat menjadi kekuatan nasional, sehingga dapat dijadikan landasan yang kuat bagi bangsa dan negara sebagai upaya pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19,” kata Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P. Lebih lanjut Sugeng menyampaikan bahwa diskusi yang dilaksanakan tersebut juga menjadi bagian atau rangkaian pendalaman kajian Lemhannas RI, dalam hal ini peserta PPRA 62, yang harus dapat berpikir untuk menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah tentang bagaimana pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan di tengah pandemi covid-19.

“Dari permasalahan tersebut, Lemhannas RI tentunya akan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah,” tutur Sugeng. Kemudian Sugeng mengatakan bahwa pelaksanaan FGD sebagai rangkaian Seminar Nasional merupakan hal yang sesuai dengan harapan dari Komisi I DPR RI, yang disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP). DPR mengharapkan adanya pemikiran-pemikiran solusi atau terobosan dari Lemhannas RI di tengah pandemi Covid-19, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pada kesempatan tersebut, Sugeng juga menyampaikan bahwa melalui kajian yang disusun diharapkan kekuatan modal sosial dan budaya dalam kelompok masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak lama, menjadi sebuah kekuatan bagi masyarakat di berbagai daerah untuk bertahan di dalam menghadapi kondisi pandemi. “Modal sosial dan budaya ini juga dapat menjadi sebuah kekuatan kolektif untuk membantu memulihkan aktivitas ekonomi secara optimal,” tutur Sugeng.

Dalam FGD II tersebut, ditunjuk dua peserta PPRA menjadi moderator, yakni Wakil Ketua Seksi Materi dan Perumus Stevy Hanny Supena, S.E., M.M. dan Anggota Seksi Materi dan Perumus Ivano Zandra, S.T., M.B.A. “Kami mengangkat isu modal sosial dan budaya untuk dapat ditransformasikan menjadi modal ekonomi, yang dimaksudkan secara jangka pendek, hal ini menjadi modal dasar untuk pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19,” kata Stevy. Mengutip Bourdieu, Stevy mengatakan bahwa modal budaya dapat memberdayakan lingkungan sosial, dapat ditransformasikan, dan dapat mempertahankan status.

Kemudian Stevy menjelaskan bahwa karya terbaru tentang gagasan modal budaya oleh beberapa akademis telah menambahkan bentuk modal budaya teknis, emosional, nasional, dan subkultural. Modal teknis adalah bagaimana keterampilan dapat dipasarkan seperti keterampilan dalam ilmu teknologi. Selanjutnya modal emosional adalah bagaimana masyarakat mengelola empati dan simpati, Kemudian modal nasional, yaitu modal yang beroperasi berdasarkan asumsi adanya tradisi. Sedangkan modal subkultural adalah grup yang dibangun di sekitar budaya spesifik di mana individu membutuhkan pengetahuan dan perilaku budaya tertentu.

“Dalam kondisi pandemi, saat ini ekonomi Indonesia sudah sangat terpuruk. Kami berharap modal sosial dan modal budaya ini akan menjadi modal bagi pemulihan ekonomi nasional,” tutup Stevy.

“Kondisi sosial, Ipoleksosbudhankam, ada bagian-bagian yang sedang terganggu,” kata Wakil Asisten Teritorial Kasad Bidang Perencanaan dan Kemampuan Teritorial Brigjen TNI Sugiyono. Kemudian Sugiyono pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa fungsi utama TNI AD adalah pertempuran, yakni menghadapi musuh dari dalam dan luar negeri dengan kekuatan bersenjata, dan Pembinaan Teritorial (Binter), yaitu menyiapkan potensi geografi, demografi, serta kondisi sosial menjadi Ruang Alat dan Kondisi (RAK) juang yang tangguh. “Binter bisa digunakan untuk meningkatkan kepekaan teritorial agar berbagai komponen bangsa mau melibatkan dirinya dalam upaya pertahanan negara dan ketahanan nasional sesuai dengan kapasitasnya,” kata Sugiyono.

Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan bahwa kepekaan territorial akan menghasilkan kepedulian terhadap geografi, demografi, dan kondisi sosial yang merupakan aset yang akan diolah bagi kepentingan penguatan pertahanan negara dan ketahanan nasional. Namun, Sugiyono menegaskan bahwa TNI AD tidak dirancang untuk melaksanakan pertahanan negara sendirian, tetapi melaksanakan pertahanan negara bersama dengan komponen lain secara totalitas. Oleh karena sistem pertahanan Indonesia adalah Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

“Pandemi Covid-19 mengubah aspek dan sendi kehidupan,” tutur Sugiyono. Salah satu yang harus dipulihkan dari pandemi Covid-19 adalah ekonomi. Dalam hal tersebut, TNI AD membantu melalui ketahanan pangan dalam rangka stabilisasi dan membantu perekonomian mikro dalam rangka pendampingan. Hal tersebut dilaksanakan oleh seluruh jajaran TNI AD, khususnya Bintara Pembina Desa (Babinsa). Sebanyak 71.946 Babinsa terjun langsung di 83.402 desa/kelurahan dalam rangka pemulihan perekonomian. “Persoalan ekonomi merupakan hidup dan mati bangsa, manakala perekonomian lemah dan tidak kuat maka stabilitas ekonomi akan terganggu dan semua itu apabila stabilitas-stabilitas lain terganggu akan mengakibatkan stabilitas nasional terganggu,” ujar Sugiyono.

Kemudian Sugiyono menjelaskan bahwa TNI AD melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah melalui pilar ketahanan pangan ala TNI AD. Pilar tersebut mulai dari pengembangan SDM melalui pelatihan pertanian, mengadakan pelatihan kader Babinsa untuk pendampingan swasembada pangan, melakukan penyuluhan agar masyarakat dapat bertani dengan benar, dan memberikan bantuan distribusi bibit, pupuk, serta alat mesin pertanian. Hal tersebut guna menggerakkan penduduk desa menjadi modal sosial untuk akhirnya menjadi modal ekonomi.

 “Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa krisis pangan juga menimbulkan krisis sosial, dan di sinilah pertahanan negara menjadi lemah,” kata Sugiyono menjelaskan. Oleh karena itu, TNI AD mencoba berkontribusi membantu pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 yang diharapkan ke depannya bisa setidaknya untuk memperbaiki atau mempertahankan atau meningkatkan pertahanan negara menjadi lebih kuat.

“Di tengah pandemi Covid-19 ini, platform e-commerce mendapat peran ketika semua mengalami transformasi digital,” kata Executive Vice President of Digital BLIBLI.COM Andreas A. Pramaditya memulai materinya sebagai narasumber kedua. Kemudian Andreas menyampaikan bahwa dapat dikatakan UMKM merupakan salah satu tulang punggung bangsa Indonesia yang menyelamatkan perekonomian bangsa Indonesia di tahun 1997. Namun, saat ini di tengah kondisi pandemi, UMKM menjadi salah satu yang paling terdampak. Upaya pemerintah dalam memulihkan hal tersebut salah satunya adalah melalui gerakan Bangga Buatan Indonesia.

Lebih lanjut Andreas menjelaskan bahwa adanya gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia yang dikumandangkan oleh pemerintah menjadi upaya untuk menggerakkan perekonomian nasional melalui sektor UMKM dan industri lokal serta menggerakkan transaksi masyarakat dengan membeli produk lokal. Andreas juga menyampaikan fakta bahwa produk dalam negeri dengan sentuhan budaya lokal, khususnya dihasilkan oleh UMKM, menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk berbelanja.

Kemudian Andreas menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Kominfo dan APJII ada potensi penggunaan internet sebanyak 42% dalam dunia e-commerce. “Ada potensi di mana sebetulnya para UMKM bisa berjualan melalui ranah digital. Ini yang jarang dipahami atau masih tidak disadari,” jelas Andreas. Oleh karena itu, masifnya kegiatan dari berbagai pihak untuk menggerakkan UMKM masuk dalam e-commerce dan memenuhi kebutuhan pembelanja online merupakan hal yang sangat baik.

“Selama pandemi ini, berjualan lewat online menjadi suatu keharusan,” tutur Andreas. Hal tersebut merupakan akibat dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan berubahnya perilaku konsumen karena takut untuk bersentuhan atau bertemu dengan orang lain dan menjadi berbelanja melalui fasilitas dari online. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pergeseran perilaku tersebut, berdampak pada pertumbuhan e-commerce yang tentunya harus mengikuti tren yang terjadi.

“Fungsi e-commerce sebagai enabler yang menengahi atau pun sebagai tambahan untuk memperluas jangkauan dari teman-teman UMKM untuk menjual produknya,” lanjut Andreas. Selanjutnya Andreas menyampaikan alasan para pembeli untuk berbelanja melalui e-commerce, yakni cost efficient (pembeli tidak perlu bepergian dan barang akan dikirim), convenience (pembeli dapat berbelanja dengan santai darimana pun dan kapan pun), various product assortment (banyak pilihan produk), value added service (tambahan layanan seperti gratis ongkos kirim), dan time saving (menghemat waktu). Andreas juga menyatakan bahwa di BLIBLI.COM, ada sekitar 65.000 produk UMKM yang datang dari seluruh Indonesia.

“Sebagai e-commerce buatan anak negeri, tentunya kita harus mengembangkan UMKM,” kata Andreas. Guna mewujudkan hal tersebut, BLIBLI.COM merancang Galeri Indonesia yang merupakan wadah UMKM Indonesia. Sejak 2015, sebagai e-commerce buatan anak bangsa, BLIBLI.COM berkomitmen untuk membantu memajukan UMKM. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah BLIBLI.COM sudah berkeliling ke hampir seluruh provinsi untuk bertemu dengan pelaku UMKM. Melalui hal tersebut, BLIBLI.COM mendukung program Bangga Buatan Indonesia. “Kita berusaha untuk mencari keunikan ataupun kekayaan yang ada sebagai modal yang ada di masing-masing daerah di Indonesia,” ujar Andreas.

Tapi tidak hanya melalui online, BLIBLI.COM juga merambah ke mitra offline dengan berusaha mengenalkan produk-produk UMKM ke banyak toko-toko offline. Hal tersebut bertujuan untuk semakin mengenalkan kepada masyarakat mengenai produk-produk UMKM. Andreas menuturkan hal tersebut dilakukan karena tidak semua masyarakat dapat merambah online dan juga sebagai penetrasi ke toko-toko offline.

“Pemanfaatan platform digital telah menjadi bagian dari akselerasi transformasi digital dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Andreas. Andreas menegaskan bahwa kolaborasi antarpihak menjadi kunci untuk maju. Indonesia yang kaya akan budaya adalah keunikan yang harus terus dibawa dan disesuaikan dengan platform-platform digital yang ada di Indonesia saat ini.

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc, menjelaskan bahwa kasus covid-19 di Indonesia masih relatif tinggi. Perkembangan sampai dengan tanggal 25 Mei 2021 memang menunjukkan tren yang sudah menurun, tetapi saat ini mulai naik lagi. Data menunjukkan bahwa selepas libur lebaran, peningkatan signifikan terpantau di wilayah luar Jawa, sedangkan wilayah Jakarta justru mengalami penurunan. “Ini menunjukkan virus Covid juga ikut mudik selama lebaran, jadi dia mengikuti orang-orang yang mobile,” kata Vivi.

Vivi menegaskan bahwa hal tersebut harus betul-betul dicermati terkait dengan kesiapan layanan kesehatan. Data menunjukkan bahwa saat ini di beberapa daerah  Bed Occupancy Rate (BOR) sudah di angka 50%. Hal tersebut juga memperlihatkan diperlukannya untuk terus mendorong modal sosial. “Bagaimana modal sosial bisa juga mendorong, tidak hanya menekan laju kasus Covid, tetapi juga meningkatkan vaksin rate di berbagai daerah,” kata Vivi.

“Dampak dari Covid itu juga menimbulkan kerentanan terkait, baik pekerja, misalnya informalitas meningkat, jaring pengaman sosial, dan juga sistem kesehatan yang belum memadai, terjadinya masalah lingkungan karena ketidaksiapan sistem pengolahan limbah medis, juga perubahan iklim dan bencana alam, serta berbagai ketimpangan ini masih terus terjadi,” kata Vivi menjelaskan.

Vivi juga menjelaskan bahwa dikhawatirkan akan terjadi skenario “K shape” di mana ada sebagian pihak yang diuntungkan, misalnya akumulasi kekayaan di kelompok tertentu akan terus naik sementara ada sebagian masyarakat yang miskin baru, rentan baru, dan mengalami penurunannya berkelanjutan. “Tentunya berbagai dampak sosial ikutannya ini yang harus kita waspadai. Mencari solusi adalah langkah yang harus kita lakukan segera,” tegas Vivi.

Kemudian Vivi juga menjelaskan bahwa kelompok miskin dan rentan di wilayah rural, relatif mempunyai ketahanan yang cukup tinggi, sehingga penurunannya tidak sebesar di kota. “Selain bantuan sosial yang dikeluarkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, ternyata juga didorong oleh adanya modal sosial yang di masyarakat terus bergerak,” jelas Vivi.

Pada kesempatan tersebut, Vivi juga menyampaikan beberapa indikator yang menjelaskan posisi Indonesia secara global, baik dalam konteks modal sosial maupun tingkat kemurahan hati dari masyarakat Indonesia. Data menunjukkan bahwa Indonesia saat ini berada di posisi 70, posisi tersebut cukup baik di antara negara-negara ASEAN. Namun, posisi 1-10 diisi oleh negara-negara yang ternyata merujuk kepada nilai-nilai yang bersifat universal, seperti kerja sama yang kuat, jujur, bertanggung jawab, dan membangun kredibilitas. “Hal-hal yang seperti inilah tentunya dalam social capital kita perlu perkuat melalui berbagai nilai-nilai, yang sebetulnya sudah kita wariskan lintas generasi dan juga dipelajari di setiap rumah, sekolah, dan agama yang sangat beragam tumbuh di Indonesia,” ujar Vivi.

Data Top 10 World Giving Index menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung murah hati, tidak hanya dalam mendonasikan uang dan waktu, tapi juga dalam berbagai bentuk modal sosial yang ada di masyarakat. Vivi berpendapat bahwa ke depannya hal tersebut dapat menjadi sumber daya alternatif, tidak hanya untuk menangani pandemi Covid-19 saja, tapi juga mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia.

“Peranan modal sosial untuk penanganan Covid dan pemulihan ekonomi itu sebetulnya sangat besar. Namun memang perhitungannya belum secara sistematis diukur,” jelas Vivi. Lebih lanjut Vivi menjelaskan bahwa dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi kontribusi masyarakat sangat besar, walaupun belum tentu dalam bentuk finansial. Hal-hal tersebut sebetulnya ingin dikembangkan secara lebih sistematis, supaya dalam setiap terjadi guncangan dan juga dalam berbagai upaya berbagai pihak dapat berkolaborasi untuk mencegah dampak-dampak lainnya.

Di penghujung paparannya, Vivi menjelaskan mengenai Survei Nenilai: Bukti Pengamalan Nilai Pancasila dan Nilai-Nilai Luhur Bangsa. Survei tersebut melibatkan lebih dari 50.000 responden dengan tiga pertanyaan kunci, yakni mengenai nilai pribadi, nilai budaya bangsa saat ini, dan nilai budaya bangsa yang diharapkan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mengharapkan nilai budaya bangsa yang terdiri dari nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, adil. “Artinya kita sangat berharap bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu akan menjadi pelumas untuk maju. Tentunya modal sosial menjadi penting,” ujar Vivi.

“Masalah peradaban yang dihadapi oleh bangsa Indonesia itu adalah kurangnya semangat kebanggaan nasional,” kata Budayawan Jaya Suprana. Padahal menurut Jaya, dari hampir seluruh negara yang pernah dikunjungi Jaya, dirasa tidak ada satu bangsa pun yang mampu menandingi kedahsyatan, keanekaragaman, kebudayaan, maupun alam Indonesia.

Menarik dari sejarah, Jaya menyampaikan bahwa tampaknya bangsa Belanda sebagai penjajah pada masa lalu berhasil menghapus kebanggaan nasional pada masa itu. Hal tersebut dikarenakan bangsa yang tidak punya kebanggaan nasional adalah bangsa yang mudah dikuasai. Jaya berpendapat bahwa tidak ada bangsa yang lebih hebat dari bangsa lainnya, termasuk bangsa Indonesia. Jaya percaya bahwa bangsa Indonesia tidak kalah ketimbang bangsa lain. Namun, bangsa Indonesia kalah dalam hal kebanggaan nasional. “Selama tidak ada kebanggaan nasional, mohon maaf, kita tidak ada rasa percaya diri dan kita selalu merasa kita minder, kita inferior, kita kalah terhadap bangsa lain, padahal tidak,”

Sejak 21 tahun yang lalu, karena merasa gamang atas minimnya semangat kebanggaan nasional, akhinya Jaya mendirikan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Jaya menyampaikan bahwa dengan segala keterbatasan, MURI dipersembahkan kepada bangsa Indonesia demi menggelorakan semangat kebanggaan nasional dengan cara memberikan anugerah penghargaan kepada putra-putri terbaik Indonesia yang telah mempersembahkan karsa dan karya yang terbaik bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia. Pemberian penghargaan tersebut dengan harapan para putra putri tersebut menjadi suri tauladan bahwa bangsa Indonesia mampu melakukan apa pun yang mampu dilakukan bangsa mana pun.

“Dengan semangat kebanggaan nasional, saya yakin bangsa Indonesia dapat mendayagunakan modal sosial dan budaya menjadi kekuatan nasional dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19,” kata Jaya. Bahkan Jaya yakin, semangat kebanggaan nasional bukan hanya diperlukan dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, tapi sepanjang masa dalam pembangunan ekonomi Indonesia. “Semangat kebanggaan nasional merupakan modal energi utama bagi bangsa Indonesia untuk berhasil, berjuang membangun negara Indonesia,” tutup Jaya.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan pandangan Lemhannas RI pada Konferensi Nasional Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) Abad 21, Senin (14/06). Bertempat di Universitas Pertahanan RI, kegiatan tersebut dibuka oleh Menteri Pertahanan RI Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.

Dilansir dari idu.ac.id, Prabowo dalam pidatonya menyampaikan bahwa tujuan Konferensi Nasional Sishankamrata Abad 21 adalah sebagai forum diskusi membahas Sishankamrata Abad ke-21. Sasaran Konferensi Nasional adalah terwujudnya Dokumen Strategis Sishankamrata Abad ke-21 yang dapat diimplementasikan secara nyata untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Lebih lanjut dituliskan bahwa Sishankamrata merupakan amanat dari konstitusi serta sudah dijabarkan di dalam peraturan perundang-undangan dan Kementerian Pertahanan mempunyai kewenangan untuk mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan pertahanan negara. Doktrin Hankamrata merupakan nilai-nilai ajaran yang digali dari pengalaman sejarah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang sudah dirumuskan ke dalam UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Doktrin Hankamrata mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan Hankamneg sesuai ciri kerakyatan, kewilayahan, dan kesemestaan dengan memperhatikan dinamika ancaman untuk mencapai tujuan pertahanan dan keamanan negara. Sishankamrata Abad ke-21 merupakan paradigma pertahanan dan keamanan negara untuk lebih mampu menghadapi dinamika ancaman militer, nonmiliter dan hibrida dengan mengintegrasikan seluruh sumber daya nasional.

Setelah dibuka oleh Menhan Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto, Konferensi Nasional Sishankamrata Abad 21 rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan Sidang Pleno I tentang Pertahanan Militer dengan topik “Doktrin Pertahanan Militer”. Sidang Pleno I menghadirkan peserta delegasi dari Kemenhan, Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AL, Mabes TNI AU, BIN, Komisi I DPR RI, Kemenko Polhukam, Kemenlu, Kemendagri, Lemhannas RI, Wantanas, CSIS, PT. PINDAD, PT. Dahana, Pemerintah Provinsi Riau, dan Rektor UI.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan bahwa Sishankamrata bermula pada waktu Indonesia merupakan bangsa yang berjuang, atau dapat dikatakan sebagai a nation in arms. Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa sebelum Indonesia menjadi sebuah negara, pergerakan pertahanan dan keamanan diawali melalui Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian setelah menjadi negara mulai adanya pemisahan secara teratur antara pertahanan dan keamanan.

Ketika Indonesia dalam proses menuju pembentukan negara, modal kekuatan yang dimiliki adalah rakyat sehingga yang disemestakan adalah rakyat. Oleh karena itu, diberikan nama Sishankam Rakyat Semesta karena modal yang dimiliki adalah rakyat. “Sekarang ini, setelah Indonesia mengalami pembangunan maka kita punya modal lebih dari hanya rakyat saja,” kata Agus. Menurut Agus, kini Indonesia sudah memiliki elemen kekuatan nasional sebagai hasil pembangunan sehingga dengan demikian, kesemestaan sudah tidak hanya terbatas pada kekuatan rakyat saja.

Dengan adanya elemen kekuatan nasional sebagai hasil pembangunan, pada saat bangsa menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidup, maka upaya perlawanan akan dapat mengerahkan segala sumber daya dan aset yang dimiliki untuk mendukung upaya pertahanan. “Tidak mungkin ada sebuah negara atau bangsa ketika kelangsungan hidupnya itu terancam dia hanya mengerahkan setengah hati, separuh-separuh, pasti dia all out,” tutur Agus.

 


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Program Magister Hukum Tata Negara UIN Sunan Ampel Surabaya, Jumat (11/06). Kuliah umum tersebut mengangkat topik “Penguatan Ketahanan Nasional dalam Upaya Menangkal Radikalisme”.

Mengawali penyampaian materi, Agus mengumpamakan ketahanan seperti karet. Jika karet ditarik maka bentuknya akan berubah dan menyesuaikan gaya yang menarik, tapi jika dilepaskan dan karet bisa mengatasi tarikan tersebut, maka bentuknya akan kembali ke bentuk semula. Sama halnya seperti ketahanan nasional, ketika masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, maka harus bisa kembali pada bentuk asli sebagai sebuah masyarakat yang berdasarkan Pancasila. “Ketahanan nasional bukanlah merupakan sebuah disiplin ilmu tunggal, dia adalah sebuah keadaan yang merupakan totalitas atau secara integratif dari berbagai aspek,” kata Agus.

“Ketahanan nasional diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan dalam rangka mencapai tujuan nasional akan selalu dihadapkan pada ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan,” ujar Agus. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa ketahanan nasional dapat dibangun melalui pendekatan panca gatra, yakni gatra ideologi, ekonomi, politik, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kondisi tiap gatra akan memengaruhi kondisi ketahanan nasional. Jika seluruh gatra dalam kondisi baik, maka ketahanan nasional dapat dikatakan dalam kondisi baik. Sebaliknya, jika ketahanan gatra dalam kondisi lemah maka akan memengaruhi ketahanan nasional secara keseluruhan. Agus menjelaskan bahwa dalam membangun tiap-tiap gatra tersebut, dibutuhkan disiplin ilmu masing-masing gatra. Misalnya dalam membangun gatra politik maka dibutuhkan disiplin ilmu politik yang didapatkan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selain melalui kondisi panca gatra, kondisi ketahanan nasional juga dapat dibangun melalui pendekatan spasial geografis, yakni kondisi ketahanan tiap-tiap provinsi. Kondisi ketahanan nasional dapat dikatakan baik jika keadaan kondisi seluruh provinsi dalam keadaan baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa saat membangun ketahanan provinsi dibutuhkan pendekatan gatra. Selain pendekatan panca gatra dan pendekatan spasial geografis, kondisi tri gatra yang terdiri dari geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam juga dapat dijadikan pendekatan dalam membangun ketahanan nasional.

“Ketahanan itu harus bersifat spesifik untuk menghadapi krisis tertentu,” ujar Agus. Lebih lanjut Agus menjelaskan dengan contoh spesifik bahwa saat ini malaria sudah dapat diatasi, artinya sudah terbangun ketahanan kesehatan terhadap malaria. Namun, ketahanan kesehatan kepada malaria tersebut tidak dapat diaplikasikan pada ketahanan kesehatan menghadapi pandemi Covid-19. “Ketahanan memang harus sudah teruji menghadapi ancaman dan bisa bangkit dari ancaman,” tutur Agus.

Kemudian Agus menyampaikan arti kata radikalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. “Radikalisme bisa diartikan pertumbuhan dari basis sebuah akar,” kata Agus. Selanjutnya Agus menyampaikan karakteristik seseorang yang radikal. Pertama adalah orang tersebut bisa menyatakan kebencian terhadap suatu kelompok atau individu yang memiliki pandangan yang berseberangan dengan gagasan yang disampaikan. Kedua, orang tersebut cenderung melihat suatu masalah dalam pendekatan hitam-putih dan salah-benar. Ketiga, yakni orang tersebut menganggap benar keyakinannya dan menganggap pandangan yang berlawanan itu selalu salah. Keempat, yaitu orang tersebut melakukan paksaan melalui kekerasan sebagai cara utama untuk memaksa mereka yang punya pandangan yang berlawanan untuk menyamakan pandangan.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan mengenai bahaya radikalisme. Pertama adalah dapat memicu perpecahan dalam masyarakat, karena sifat-sifatnya didasarkan pada kekerasan. “Sifat itu minimal bisa intimidatif, maksimal itu melalui cara terorisme yang mengancam keselamatan dari masyarakat,” kata Agus. Kedua adalah dapat membentuk rantai pengajaran ideologi yang radikal. Rantai yang dimaksud adalah apabila seseorang atau sekelompok radikal dapat memengaruhi kelompok baru, maka hal tersebut akan menjadi mata rantai baru dan bisa untuk menyambungkan pengajaran ideologi radikal sehingga jadi lebih meluas.

Ketiga adalah dapat mengubah pandangan publik terhadap kebijakan yang berlaku. Agus berpendapat bahwa dewasa kini media sosial dapat menimbulkan kesan bahwa sesuatu yang disampaikan oleh sebuah komponen masyarakat dengan cara pengeroyokan merupakan opini publik, karena biasanya komponen masyarakat tersebut memiliki tujuan negatif dan biasanya juga lebih militan dibandingkan komponen masyarakat yang telah menjadi warga negara yang baik dan patuh kepada aturan. Bahaya keempat, yakni menimbulkan ketidakpercayaan publik pada pemerintah, aparat hukum, dan media. “Bahaya terakhir adalah menggiring opini publik pada opini tertentu,” ujar Agus.

Oleh karena itu, Agus menyampaikan langkah-langkah penguatan ketahanan nasional untuk menangkal radikalisme. “Pertama kita mengadakan pengamatan pada aspek-aspek mana gerakan radikalisme itu akan melakukan penyerangannya,” kata Agus. Kemudian dari pendekatan-pendekatan aspek tersebut diadakan penyisiran bentuk dari gerakan-gerakan radikalisme dengan mengambil bentuk dalam setiap aspek. Dengan mengetahui bentuk setiap aspek, akan lebih mudah dalam mencari cara menentangnya dan mengatasinya.

Agus memberikan contoh,jika dalam aspek pendidikan dirasa masih lemahnya wawasan kebangsaan. Hal tersebut akan menjadi sasaran untuk bisa dimasuki dan dipengaruhi oleh paham-paham radikal. Langkah penguatannya adalah melaksanakan kegiatan wawasan kebangsaan pada aspek pendidikan, seperti melalui pelaksanaan upacara, pengenalan sejarah kebangsaan, kedudukan seseorang dalam masyarakat, serta menghubungkan antara teori dalam kelas dengan praktik di lapangan.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749