Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena Kasal) Laksamana Muda TNI Muhammad Ali, S.E., M.M. mewakili Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M. memberikan ceramah kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI, Selasa (27/07). Topik yang diangkat adalah “Kebijakan dan Strategi Pembinaan Kemampuan dan Kekuatan TNI AL”.

Mengawali paparannya, Muhammad Ali menyampaikan konsep Pertahanan Negara Kepulauan. Dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara pada Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. “Pembangunan kekuatan pertahanan sudah seharusnya mempertimbangkan keunggulan sekaligus kelemahan dari bentuk negara kepulauan seperti Indonesia,” kata Muhammad Ali.

Oleh karena itu, lanjut Muhammad Ali, pertahanan negara dilakukan dengan penguatan pulau-pulau terluar strategis, pengendalian choke point strategis, serta pola gelar kekuatan secara permanen di wilayah depan maupun kekuatan manuver yang disiagakan secara terpusat. Selain itu, upaya pengamanan seluruh wilayah yurisdiksi nasional dilakukan dengan prioritas, fokus, dan kerja sama dengan segenap komponen bangsa.

Kemudian Muhammad Ali mengatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) menjadi pedoman dalam penyusunan program dan kegiatan pembangunan kemaritiman serta 7 pilar Kebijakan Kelautan Indonesia menjadi panduan pelaksanaan untuk mempercepat upaya Indonesia dalam mewujudkan visi poros maritim dunia. Muhammad Ali juga menjelaskan bahwa pembangunan berorientasi maritim membutuhkan komitmen dan waktu yang cukup panjang, sesuai dengan konsepsi visi Indonesia emas tahun 2045 ketika Indonesia berhasil masuk ke dalam 5 besar kekuatan ekonomi dunia dan menjadi negara maju. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan kontribusi ekonomi sektor maritim dari saat ini yang hanya sekitar 6% menjadi 12,5% dari PDB nasional.

“TNI Angkatan Laut sangat memegang peranan kunci untuk menjamin terciptanya kondisi situasi pertahanan dan keamanan laut yang kondusif, sehingga pembangunan nasional yang berorientasi maritim dapat diwujudkan secara seimbang dari aspek ekonomi, ekologi, lingkungan, sosial dan budaya dalam satu konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan,” kata Muhammad Ali.

Sejalan dengan hal tersebut, guna mewujudkan kekuatan TNI Angkatan Laut, ditetapkanlah arah kebijakan pembangunan dan pengembangan kekuatan. Pada bidang personel, akan dilaksanakan penyediaan personel sesuai kebutuhan organisasi, khususnya organisasi baru.

Dalam bidang organisasi dilakukan validasi organisasi dengan melakukan gelar pangkalan yang sejalan dengan konsep pembangunan pemerintah Indonesia Sentris. Guna meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi juga dilaksanakan pencanangan Zona Integrasi (ZI), Wilayah Bebas Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Bidang material difokuskan pada pemenuhan alutsista dengan menyelaraskan laju pengadaan dan penghapusan alutsista. Di bidang sarana prasarana, fokus mendukung kesiapan operasional khususnya di daerah operasi dengan tempo operasi yang tinggi seperti di Natuna Utara, Selat Malaka, dan Perairan Ambalat.

Pada kesempatan tersebut, Muhammad Ali juga menyampaikan bahwa Kebijakan Strategi Pembinaan Kekuatan Angkatan Laut disusun sebagai penjabaran dari tugas konstitusional TNI Angkatan Laut dalam pembinaan kekuatan dengan kesiapan operasional serta pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut. Muhammad Ali menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan sangat membutuhkan kekuatan pertahanan maritim yang kuat dan tangguh dengan melibatkan seluruh komponen kekuatan bangsa, mencakup seluruh kekuatan matra TNI, kekuatan non militer, dan dukungan rakyat di bawah naungan konsep sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. Karena laut adalah milik bersama, harus dikelola, dijaga, diamankan, dan dimanfaatkan secara lestari untuk kemakmuran bangsa. “Diperlukan kepemimpinan yang kuat dan sinergitas seluruh komponen bangsa sebagai kunci keberhasilan pembangunan kekuatan pertahanan dan keamanan maritim yang tangguh,” kata Muhammad Ali mengakhiri paparannya.


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, M.H. dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag. menjadi narasumber pada diskusi panel Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dengan tema “Penanggulangan Paham Intoleransi Radikalisme dan Terorisme di Indonesia Melalui Politik Hukum” pada Jumat (23/7).

Komjen Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar dalam paparannya menyampaikan bahwa Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme adalah musuh bagi Negara Indonesia karena tidak sejalan dengan ideologi dan 4 Konsensus Dasar Bangsa. “Kejahatan terorisme ini merupakan kejahatan extraordinary, kejahatan transnasional. Oleh karena itu, tiap negara perlu antisipasi dengan sebaik baiknya,” kata Boy Rafli.

Boy Rafli mengungkapkan bahwa dalam perkembangannya Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme adalah masalah global. Hal itu terjadi karena dampak perkembangan geopolitik. Dalam 20 tahun terakhir, ada tiga organisasi teroris yang dinyatakan organisasi terlarang berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB, yaitu Al-Qaeda, ISIS, dan Taliban. Pada masa pandemi sepanjang 2021 berbagai kelompok militan merespons dengan ancaman teror beberapa di antaranya kelompok Jihadis Suriah dan Hay'at Tahrir Al-Sham, yang menganggap Covid-19 sebagai situasi membawa kehancuran politik dan ekonomi sehingga menjadi peluang bagi militan.

Dalam aspek pencegahan tindakan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorsime, Boy Rafli menyatakan terdapat tiga hal dalam aspek pencegahan, yaitu Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi, serta Pemantauan Grup dan Akun Radikal. Dalam koordinasi aparat penegak hukum, hal ini adalah sesuatu yang dilakukan BNPT agar penegak hukum menjadi lebih efektif yaitu Koordinasi Tahap Pra Ajudikasi, Koordinasi Tahap Ajudikasi, Koordinasi Tahap Pasca Ajudikasi, dan Koordinasi Tahap Penempatan Narapidana Terorisme. BNPT berharap proses Criminal Adjust System berjalan secara efektif.

Kemudian diskusi dilanjutkan dengan pemaparan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama R.I. Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag. yang menjelaskan tentang strategi pencegahan yang bisa dilakukan terhadap Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di Indonesia, yakni memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat serta mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan. Kemudian Kementerian Agama juga mengeluarkan sebuah kebijakan sebagai tidak lanjut dari Kebijakan Nasional, yaitu Moderasi Beragama.

Moderasi Beragama merupakan perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa. Dengan adanya Moderasi Beragama diharapkan menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai dan toleran sehingga Indonesia maju. Keberhasilan Moderasi Beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya empat indikator utama, di antaranya Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Penerimaan terhadap Tradisi.

Kementerian Agama melalui program Moderasi Beragama pada tahun 2021 ini, melakukan uji coba kepada seluruh Aparatur Sipil Negara Kementerian Agama dan akan melakukan Diklat Moderasi Agama kepada seluruh ASN Kementerian Agama pada tahun ini. Nizar berharap di tahun berikutnya, seluruh ASN di luar Kementerian Agama juga melek Moderasi Beragama.


“Ketika para pendiri bangsa menemukan sebuah wadah dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka para pendiri bangsa itu tidak hanya tinggal diam,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat memberikan pengantar pimpinan kepada peserta Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (Taplai) Secara Virtual Angkatan II, Senin, 26 Juli 2021.

Agus menyampaikan kepada para peserta jangan sampai wadah negara tersebut hanya dijadikan sebagai sebuah perahu saja dan mengalir sesuai arus. Namun, yang diinginkan adalah wadah negara diisi dengan cita-cita yang kemudian negara akan dijadikan sebagai sebuah kendaraan untuk mewujudkan cita-cita. Lebih lanjut Agus menyampaikan cita-cita NKRI yang tercakup dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. “Kita bukan tanpa tujuan ikut arus, tetapi kita isi dengan tujuan tentang cita-cita bangsa,” ujar Agus.

Dalam melaksanakan cita-cita tersebut diperlukan dasar, tidak hanya sekedar menerima dan langsung menyusun pemerintahan. Pemimpin komponen bangsa pada waktu merintis kemerdekaan berdiskusi dan lahirlah dasar negara Pancasila. Satu hal yang juga menjadi elemen kunci adalah Indonesia yang bercirikan Kebhinekaan. “Satu hal lagi yang merupakan elemen kunci adalah bahwa kita tahu bangsa Indonesia bercirikan kebhinekaan, itu given oleh yang maha kuasa,” tutur Agus. Dengan Kebhinekaan tersebut, Indonesia mendasarkan pengambilan kesepakatan dengan musyawarah.

Satu contoh adalah peristiwa Sumpah Pemuda, disepakati bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang berasal dari rumpun bahasa melayu, bukan bahasa Jawa, karena suku Jawa merupakan jumlah terbesar dari suku etnis di Indonesia. Pada peristiwa tersebut disepakati bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. “Itu adalah kesepakatan. Tidak dilihat dari besar kecilnya. Tidak dilihat dari mayoritas minoritas, tapi kita ambil pelajarannya di situ. Bangsa Indonesia dibangun atas dasar kesepakatan, bukan hubungan mayoritas minoritas,” kata Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa yang diharapkan dari para alumni Lemhannas RI bukanlah kemampuan menghafal. Namun, yang diharapkan adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan komitmen yang konsisten terhadap Konsensus Dasar Kebangsaan. Komitmen tersebut diawali dengan kompetensi memahami Konsensus Dasar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Setelah kompeten dan mengetahui seluk beluknya, kedalamannya, dan bagaimana untuk mewujudkannya, akan lahir tuntutan untuk membangun komitmen. “Kata kuncinya adalah kompetensi, setelah kompetensi diikuti oleh komitmen dalam bentuk perilaku,” ujar Agus.

Dalam Pancasila, para alumni Lemhannas RI diharapkan memiliki kompetensi andal dari komitmen untuk memegang teguh ideologi bangsa Pancasila dan berkomitmen mengimplementasikannya. Kemudian dalam UUD 1945, diharapkan para alumni memiliki komitmen untuk senantiasa berpegang teguh menerapkan pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Selanjutnya, dalam NKRI alumni diharapkan memiliki kompetensi dan komitmen mengutamakan kepentingan nasional, bangsa, dan negara dengan menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah. Dalam Bhinneka Tunggal Ika diharapkan para alumni memiliki kompetensi dan komitmen untuk senantiasa menghargai dan menghormati perbedaan ragam budaya, agama, etnik, bahasa dan golongan.

“Kita harapkan itu semua akan tercermin di dalam perilaku, bukan untuk dihafal dan dituliskan di kertas untuk nanti mendapatkan nilai, bukan. Tetapi bagaimana perilaku sehari-hari mereka yang telah melalui pendidikan di Lemhannas RI,” kata Agus.

Pelaksanaan Taplai Secara Virtual Angkatan II ini merupakan rangkaian Taplai Virtual yang telah dibuka pada 8 Juni 2021 lalu. Diikuti sebanyak 100 peserta, pelaksanaan Taplai tersebut akan dilaksanakan mulai 26 Juli 2021 sampai 3 Agustus 2021.


“Pandemi Covid-19 yang menimbulkan dampak yang begitu besar, baik aspek kesehatan, ekonomi, pendidikan maupun aspek lainnya. Hal ini tentunya melahirkan peluang dan tantangan yang semakin dinamis dan kompleks,” ujar Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo saat memberikan sambutan dalam Acara Penutupan Penguatan Kapasitas Personel Lemhannas RI dalam Memasuki Era Industri 4.0 pada Jumat (23/07).

Oleh karena itu, Agus menegaskan bahwa perlu terus menemukan dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru sebagai inovasi, baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak sehingga mampu menghadapi perubahan yang kompleks dan dinamis dengan open heart, open mind, dan open will. Untuk melihat berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi baik di lingkungan terkecil hingga dalam level nasional, personel Lemhannas RI harus memiliki keinginan untuk terus belajar sehingga dapat meningkatkan cara melihat dunia, lebih peka dan mampu menganalisis di berbagai level, serta mampu memahami saling keterkaitan dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar.

Ketika mengikuti program penguatan kapasitas, para peserta dapat belajar cara baru dalam berkomunikasi, bukan hanya berdebat namun mampu berdialog. Para peserta juga belajar menciptakan ruang kerja yang menumbuhkan harapan serta semangat untuk maju dan adaptif. Lebih lanjut Agus juga menyampaikan bahwa dalam program tersebut para peserta belajar memimpin dengan hati dan berempati. “Tugas pemimpin hakikinya adalah melayani,” kata Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menjelaskan bahwa acara yang merupakan kelanjutan program sejak tahun 2018 ini pada dasarnya bertujuan agar peserta dapat memahami proses Theory U sebagai sebuah kerangka dalam merancang dan memberikan proses transformasi yang inovatif, baik di tingkat individu dan kolektif. Dengan begitu diharapkan akan memperkuat kapasitas kinerja Personel Lemhannas RI dan mengembangkan Pool of Mentor.

Meski diadakan secara virtual, Agus yakin bahwa para peserta telah memiliki beberapa tambahan kemampuan. Pertama adalah kemampuan memahami struktur permasalahan sistemik, perbedaan konsep berpikir linear dan sistem serta cara mengkomunikasikan tantangan-tantangan sistemik secara efektif dengan menggunakan bahasa system thinking. Kedua, yaitu kemampuan mengenal masalah sistemik, melihat permasalahan secara helicopter view, serta memahami perbedaan cara pandang dan mampu mengidentifikasi titik ungkit dalam sistem untuk membuat keputusan yang strategis.

Ketiga, yakni kemampuan mendengar melalui proses dialog kolektif kreatif dalam sebuah konsep cafe dialogue serta memahami tacit knowledge. Keempat, peserta semakin memahami kekuatan kolaborasi untuk mencapai solusi kreatif. Kelima, kemampuan untuk memahami dan dapat mempraktikkan seni mendengarkan, proses internal dan eksternal yang terjadi dalam sebuah komunikasi serta mampu membangun lingkungan yang sehat untuk terciptanya komunikasi dalam meningkatkan kinerja tim.

Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI selaku Ketua Tim Pelaksana Making Indonesia 4.0 Tahun 2021 Mayjen TNI Sugeng Santoso dalam laporannya menyampaikan bahwa secara keseluruhan program Penguatan Kapasitas Personel Lemhannas RI dalam Memasuki Era Industri 4.0 telah berjalan dengan baik serta peserta yang aktif dan berhak mendapatkan sertifikat berjumlah 43 peserta. Pelaksanaan kegiatan Penguatan Kapasitas Personel Lemhannas RI dalam memasuki Era Industri 4.0 dibuka pada Selasa, 13 Juli 2021 dan ditutup pada Jumat, 23 Juli 2021 secara daring.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749