Cetak

Menteri Perdagangan RI Beri Ceramah Peserta Taplai Ikatan Alumni ITB

Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Muhammad Lutfi, menyampaikan ceramah kepada para peserta program Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (Taplai) Angkatan I Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan topik “Indonesia Economic Outlook 2021” secara daring pada Senin (22/02).

Mengawali ceramahnya, Lutfi menyampaikan bahwa dunia saat ini sedang mengalami fase kedua evolusi perdagangan internasional. Fase pertama dimulai pada masa Ferdinand Magellan dari Portugal mulai menjelajah dan mencari barang-barang yang dapat diperdagangkan, kemudian dilanjutkan oleh Spanyol, Inggris, dan Belanda. Fase tersebut, yang berlangsung hingga abad ke-19, menunjukkan negara-negara penjelajah pada akhirnya memiliki tingkat kemakmuran tinggi dan menjadi penguasa zaman kolonialisme. Setelah memasuki masa modern, terutama setelah Perang Dunia II, terjadi dekolonialisasi dan iklim perdagangan internasional beralih menjadi persaingan.

Memasuki tahun 60-an, perdagangan internasional mulai diatur supaya pajak-pajak diturunkan serta agar perdagangan memberikan kemakmuran bagi penduduk dunia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat menjadikan banyak negara mampu memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan melalui kolaborasi. Kolaborasi merupakan kunci dalam menghadapi iklim perdagangan internasional pada masa evolusi kedua ini. “Kalau kita tidak bisa berkontribusi dalam suatu kolaborasi maka kita akan menjadi parasit,” ujar Lutfi.

Meskipun dilanda pandemi, lanjut Lutfi, pada tahun 2020 lalu Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 21,74 miliar dolar AS atau yang terbesar sejak 2012. Ia menjelaskan Indonesia memiliki peluang yang besar pada ekspor migas. Ia menunjukkan nilai ekspor besi dan baja pada tahun 2020 sebesar 10,85 miliar dolar AS atau mengalami pertumbuhan sebesar 46,84% dibandingkan tahun sebelumnya. Lutfi juga menyoroti nilai ekspor produk dan suku cadang otomotif yang tetap masuk ke dalam sepuluh besar komoditas ekspor nonmigas walaupun mengalami penurunan sebesar -19,36% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Lutfi, tingginya nilai ekspor kedua komoditas tersebut menunjukkan kesempatan baik bagi Indonesia untuk berkolaborasi dalam perdagangan internasional sebab kedua komoditas tersebut berpotensi menarik investasi besar yang pada masa depan dapat menjadi pilar ekspor Indonesia.

Menutup ceramahnya, Lutfi menyatakan perlunya strategi yang tepat untuk berkolaborasi dalam perdagangan internasional agar Indonesia nantinya dapat menjadi pusat produksi dunia. “Di era kolaborasi ini kita harus bisa memainkan strategi yang jitu, yaitu membuka pasar dengan cerdik, kemudian mendekatkan investasi, begitu investasi datang kita menjadi center of production,” tuturnya.