Lemhannas RI Sosialisasikan Budaya Anti Korupsi

“Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak lagi merupakan kejahatan biasa, akan tetapi sudah merupakan kejahatan yang luar biasa karena dampaknya yang begitu luas di masyarakat,” kata Kepala Biro Umum Brigadir Jenderal Polisi Drs. S. E. Pranggono membuka Sosialisasi Membangun Budaya Anti Korupsi dan Mekanisme Pelaporan Harta Kekayaan Sebagai Upaya Pencegahan Korupsi bertempat di Auditorium Gajah Mada, Rabu, 11 Maret 2020.

Menjadi kejahatan luar biasa, korupsi juga menjadi masalah krusial yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia yang dapat terjadi di semua lembaga dari tingkat paling rendah sampai yang paling tinggi. Dalam memberantas korupsi, setiap masyarakat Indonesia harus menanamkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Nilai anti korupsi yang harus dimiliki adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.

“Pencegahan tindak korupsi di Indonesia tidak akan pernah berhasil secara optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah tanpa melibatkan peran serta masyarakat luas,” ujar Pranggono. Menurut Pranggono, seluruh lapisan masyarakat harus terlibat aktif dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.

Mendukung pernyataan Pranggono, Direktur untuk Pendidikan dan Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono yang hadir sebagai narasumber menjelaskan sejumlah nilai anti korupsi yakni jujur, peduli, mandiri, dan sederhana.

Giri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jujur adalah lurus hari, berkonsep diri kuat, dan nilai utamanya adalah terus terang. Selanjutnya yang dimaksud dengan peduli adalah mencintai kebenaran dan semua di luar diri sendiri. Kemudian mandiri adalah berdikari dan fokus pada kemampuan diri kini dan masa depan. Terakhir adalah sederhana yakni kesadaran diri kuat, rapi, sopan, tidak berlebihan, bicara santun, serta menghargai proses, pencapaian, dan hasil.

Kemudian Giri juga menjelaskan mengenai strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK yakni penindakan, pencegahan, serta pendidikan dan peran serta masyarakat. “Penindakan tujuannya supaya orang takut melakukan korupsi. Takut dihukum berat, dimiskinkan, dihukum sosial, dihukum politik, itu hukuman agar jera. Sedangkan pencegahan tujuannya adalah agar tidak korupsi,” ujar Giri.

Lebih lanjut Giri menjelaskan bahwa upaya pencegahan adalah dengan adanya cctv yang rekamannya bisa menjadi alat bukti, sistem penggajian yang mencukupi sehingga orang takut kehilangan gaji yang selama ini diperoleh, dan sistem teknologi sehingga tidak bisa melakukan kecurangan. Kemudian yang dimaksud dengan pendidikan adalah hal-hal seperti sosialisasi yang dilakukan di Lemhannas RI. “Pendidikan tujuannya adalah agar orang tidak ingin korupsi bukan karena takut, bukan karena tidak bisa, tapi karena tidak mau,” tutur Giri.

Selanjutnya Giri juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang bisa membuat lembaga anti korupsi gagal. Beberapa faktor tersebut adalah ketika tidak ada komitmen politik, sumber daya yang tidak memadai, independensi tidak bisa ditegakkan, tidak ada kredibilitas dan dukungan masyarakat, tidak ada koalisi lembaga yang membantu lembaga pemberantas korupsi, saat tidak ada pengawasan, tidak terdapatnya pegawai yang profesional, serta jika salah strategi. “Salah strategi contohnya adalah ketika berpikir penindakan cukup dan tidak melakukan pencegahan. Yang benar adalah ketiganya jalan, penindakan, pencegahan, dan pendidikan,” ujar Giri.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Email : bagtu@lemhannas.go.id
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749